Bukti Bahwa Sarjana Wahhâbi Salafy Hanya Burung Beo Yang Pandai Menirukan Nyanyian Sumbang Ibnu Taimiyah
Sesi Pembuktian!
Setelah Anda perhatikan bersama bagaimana dua perkara dari perkara-perkara yang dinasihatkan Ustadz Firanda agar diperhatikan dan direnungkan oleh mereka yang hendak beristghatsah kepada penghuni kuburan sebenarnya tidak ada kaitannya masalah itu sendiri! Selain perkara-perkara itu ternyata tidak ada kaitannya, ia juga tidak terdukung oleh dalil yang tepat.
Nah, sekarang mari kita perhatikan dan renungkan perkara keempat yang ia sebutkan!
Perkara Keempat: Bahkan Nabi saw. mendorong para sahabat untuk tidak meminta kecuali hanya kedapa Allah dan untuk tidak meminta pertolongan kepada siapa saja darti manusia secara mutlak.[1]
.
Abu Salafy:
Demikianlah Ustadz Firanda menasihati mereka yang hendak beristighatsah kepada penghuni kuburan! (Sesuai redaksi yang ia gunakan!!)
Jika Anda bertanya kepadanya, mengapa begitu? Ia segera akan menjawab:
Karena di dalam proses meminta akan nampak kerendahan dan kehinaan dari pihak yang meminta dan nanpak pengakuan yang meminta akan kemampuan yang dimintai.
Nabi saw. pernah berwasiat kepada Ibnu Abas ra.:
إذا سألتَ فاسأل الله ، و إذا استعنتَ فاستعن بالله… ولَم يقل: سَلْنِي. ولا اسْتَعِن بي!
“Jika engkau meminta maka mintalah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan maka mintalah pertolongan kepada Allah’ (HR. At Tirmidzi no.2516)
Wasiat Nabi kepada Ibnu Abbas ini sesuai dengan wasiat Allah kepada Nabi saw. Allah berfirman:
وَ إِلى رَبِّكَ فَارْغَبْ
“Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS. Asy Syarh [94];8)[2]
.
Dan setelah menyebutkan tafsiran ayat di atas oleh Ibnu Jarir dan menukil sebuah hadis panjang riwayat Muslim no.1043 yang menyebutkan bahwa di antara poin isi bai’at Nabi saw. kepada para sahabatnya adalah: Dan janganlah kalian meminta apapun kepada manusia. Dan untuk kalimat ini ia tulis dengan huruf tebal. Yang setelahnya ia menyimpukan demikian:
Tentunya meminta tolong kepada manusia pada perkara yang mungkin dilakukan bukanlah kesyirikan. Akan tetapi Nabi saw. mengajarkan sahabatnya agar tidak meminta pertolongan kepada siapa pun.[3]
.
Abu Salafy:
Sobat abusalafy yang setia, coba perhatikan dan bandingkan apa yang ditulis Ustadz Firanda di sini dengan apa yang dahulu pernah ditulis oleh Ibnu Taimiyah! Adakah perbedaan? Atau ia hanya jiplaan belaka!
Apa yang hendak ia simpulkan darinya untuk menggiring pembacanya untuk menolak praktik beristighatsah sama sekali tidak mengena!
Rasanya apa yang telah kami buktikan dalam edisi sebelumnya sudah cukup membuktikan bahwa maksud hadis Nabi saw di atas bukan seperti yang diinginkan Ibnu Taimiyah dan kemudian ditelan mentah-mentah oleh Ustadz Firanda!
Di sini, Ustadz Firanda kembali mengulang apa yang selalu dibanggakan kaum Wahhâbi Salafi yaitu perbedaan antara perkara yang mungkin dilakukan makhluk dan perkara yang hanya dimampui Allah untuk menilai apakah praktik tertentu itu syirik atau bukan! Dan poin ini juga telah kami buktikan ketidak benarannya! Jadi tidak akan kami ulang menyebutkannya kembali!
Ustadz Firanda melanjutkan kesimpulannya dengan mengatakan:
Jadi meminta-minta pertolongan suatu pertolongan yang kemungkinan bisa dilakukan itu saja hukumnya tercela dalam ajaran Habibuna Rasulullah saw., apalagi jika bentuk meminta pertolongan tersebut sama dengan model memintanya kaum musyrikin. Yaitu meminta kepada orang-orang yang sudah mati dari kalangan kaum sholihin untuk mendapatkan sesuatu yang tidak berhak memberinya melainkan Allah Ta’ala semata, seperti minta barokah, rezeki, kesehatan, kesembuhan, keberuntungan, dan lain-lain yang tidak akan pernah ada yang bisa memberinya melainkan Allah tabaraka wa Ta’ala.[4]
.
Demikian dengan huruf tebal ia menulisnya!
Apa yang dikatakan Ibu Taimiyah dalam Minhâj-nya dan kemudian ditelan mentah-mentah oleh Ustadz Firanda tidak jauh beda dengan apa jang ditulis Ibnu Taimiyah di kitab Majmû’ Fatâwâ-nya,18/319:
“Dan Allah SWT mengutus para rasul dengan membwa konsep Tiada Tuhan selain Dia (Allah), maka kosonglah hati dari kecintaan kepada selain-Nya dengan dipenuhi dengan kecintaan dan pengharapan kepada-Nya. Dan kosonglah hati dari meminta kepada selain-Nya dengan hanya meminta kepada-Nya. Dan kosonglah hati dari berbuat untuk selain-Nya dengan hanya beramal semata karena-Nya serta kosonglah hati dari meminta pertolongan kepada selain-Nya dengan hanya meminta pertolongan kepada Allah.”
.
Abu Salafy:
Perhatikan kata-kata Ibnu Taimiyah di atas, khususnya: maka kosonglah hati dari kecintaan kepada selain-Nya dengan dipenuhi dengan kecintaan dan pengharapan kepada-Nya, betapa bahayanya kata-kata itu… sebab ia menanamkan dalam hati kaum Muslimin untuk mengosongkan hati dari kecintaan kepada Rasul-Nya! Semantara dalam banyak hadis ditekankan sedemikian rupa poin kecintaan kepada Rasulullah Muhammad saw. sebagai sayarat keimanan… dan tidak hanya mencukupkan dengan kecintaan hanya kepada Allah… kecintaan kepada Rasulullah Muhammad saw. selalu digandengkan dengan kecintaan kepada Allah SWT! Tidak dipisahkan saja sekali! Namun demikian, masalah ini bukan menjadi tema pembahasan kami sekarang. Karenanya kami cukupkan di sini dengan sekedar isyarat sambil lalu saja!
Ibnu Qayyim dalam kitab Madârij as Sâlikîn,1/66 juga memasarka ide guru dan panutannya; Ibnu Taimiyah. Ia berkata:
“Keempat: bahwa Dia (Allah) adalah Hanya Dzat Yang Dimintai Pertolongan. Karena sesungguhnya meminta pertolongan kepada yang tidak punya ikhtiyâr/kemandirian, tidak punya masyîah/kehendak dan tidak punya qudrah/kekuasaan adalah mustahil.”
.
Bantahan Atas Anggapan Tidak Berdasar Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim!
Dan untuk membuktikan betapa Ibnu Taimiyah dan para penyanjung ide-ide konyolnya menyimpang dalam kesimpulannya itu dan bagaimana mereka sering kali menjungkir balikan kenyataan-kenyataann demi mengelabui kaum awam setengah sarjana atau para sarjana awam yang tidak merasakan keawamannya!
Apakah benar bahwa meminta pertolongan kepada selain Allah itu pada perkara kemungkinan bisa dilakukan manusia/makhluk itu tercela?! Seperti ditegaskan dalam nasihatnya Utstadz Firanda sebagai akibat terlalu kenyang dengan ide-ide Ibnu Taimiyah tanpa menelitimya kembali!
Perhatikan bukti-bukti di bawah ini!
Bukti Pertama:
Allah berfirman dalam surah al Kahfi ayat 94-95 ketika menceritakan kisah Dzul Qarnain:
قالُوا يا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَ مَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجاً عَلى أَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنا وَ بَيْنَهُمْ سَدًّا* قالَ ما مَكَّنِّي فيهِ رَبِّي خَيْرٌ فَأَعينُوني بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَ بَيْنَهُمْ رَدْماً
“Mereka berkata: “Hai Zulkarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Makjuj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka.
Zulkarnain berkata: “Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka.
.
Abu Salafy:
Sobat setia abusalafy! Coba Anda renungkan ayat-ayat di atas, bagaimana Dzul Qarnain –hamba kecintaan Allah itu- dalam usahanya membangun bendungan meminta pertolongan dari makhluk/manusia! Dzul Qarnain tidak mengatakan seperti yang dikatakan Ibnu Qayyim bahwa sesungguhnya meminta pertolongan kepada yang tidak punya ikhtiyâr/kemandirian, tidak punya masyîah/kehendak dan tidak punya qudrah/kekuasaan adalah mustahil.! Tidak juga mengatakan seperti apa yang dikatakan Ibnu Taimiyah yang ide-ide ketuhannya telah menyesatkan pikiran jutaan kaum awam termasuk para masyâikh Wahhâbi Salafi! Bahwa demi kemurnian Tauhidmu janganlah pernah meminta pertolongan kecuali hanya kepada Allah semata!
Dzul Qarnain justru berkata kepada mereka: maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka.
Redaksi yang dipilih Al Qur’an dalam penegaskan masalah ini adalah: فَأَعينُوني بِقُوَّةٍ /maka tolonglah aku dengan kekuatan!
Bukankah Al Qur’an sebaik-baik rujukan akidah kita?! Mengapakah kita selamanya harus menjauh dari Al Qur’an dalam akidah dan keberagamaan kita?! Sampai kapan kita menyajikan “Islam setengah jadi” dan kita paksakan kaum awam untuk mengimani sebagai Islamnya Rasulullah saw.?!
Abusalafy hanya berharap Ustadz Firanda mau merenungkan kenyataan ini dan tidak malu-malu meninggalkan sikap fanatik membutanya kepada Ibnu Taimiyyah. Bukakah kebenaran itu lebih berhak untuk diikuti?!
.
أَ فَمَنْ يَهْدي إِلَى الْحَقِّ أَحَقُّ أَنْ يُتَّبَعَ أَمَّنْ لا يَهِدِّي إِلاَّ أَنْ يُهْدى فَما لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ
Maka apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat memberi petunjuk kecuali (bila) diberi petunjuk Mengapa kamu (berbuat demikian) Bagaimanakah kamu mengambil keputusan.”(QS.Yunus [10];35)
Keridhaan Allah dan rasul-Nya dengan tunuduk kepada kebenaran harus lebih kita utamakan dari segala apapun selainnya!
وَ اللَّهُ وَ رَسُولُهُ أَحَقُّ أَنْ يُرْضُوهُ إِنْ كانُوا مُؤْمِنينَ
“Mereka bersumpah kepada kamu dengan (nama) Allah untuk mencari keridaanmu, padahal Allah dan Rasul-Nya itulah yang lebih patut mereka cari keridaannya jika mereka adalah orang-orang yang mukmin.” (QS. At Taubah [9];62)
Dalam menerima kebenaran dan kemudian mentablighnya kita tidak perlu takut kepada manusia, betapapun orang itu dahulu telah berjasa kepada kita… mungkin ia menberi kita Bea siswa untuk studi S1, S2 dan bahkan juga S3… Teladani Nabi Musa as. betapa pun Fir’aun telah berjasa kepadannya dengan memungutnya sejak bayi dan merawatnya di istana megah hingga dewasa (bukan hanya sekedar memberi Be Siswa) … betapa pun demikian Nabi Musa as tidak takut sedikit pun untuk menyuarakan kebanaran di hadapan Fir’aun dan bangsa Mesir! Karena memang demikianlah yang diajarkan Allah.
وَ اللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشاهُ
“sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti.” (QS. Al Ahzâb [33];37)
.
Bukti Kedua:
Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Abu al Khair bahwa ada seorang sahabat Anshar menyampaikan hadis kepadanya dari Rasulullah saw. bahwa beliau telah menggeletakkan kurban sembelihan untuk beliau sembelih lalu Rasulullah saw. bersabda kepada orang itu:
أعِنِّيْ علَى ضَحِيَّتِي.
“Tolonglah aku untuk menyembelih sembelihanku ini!”
Lalu ia menolong Nabi saw.
Sumber Hadis:
Selain diriwayatkan oleh Imam Ahmad (yang diakui kaum Wahhâbi Salafi sebagai imam panutan mereka) dalam Musnadnya,5/373, hadis ini juga dapat Anda jumpai dalam Majma’ az Zawâid; al Haitsmai,4/25 dan ia berkata, “seluruh perawinya adalah perawi hadis shahih.” Dan juga dalam Fathul Bâri,10/19 dan ia berkata, “Seluruh pearawinya tsiqât/terpercaya.”
Abu Salafy:
Coba perhatikan bagaiama Nabi mulia kita Muhammad saw. menggunakan kalimat: أعِنِّيْ/Tolonglah aku!
Beliau tidak seperti kaum Wahhâbi yang sok berkata: bahwa aku tidak akan memohon pertolongan kecuali hanya kepada Allah Yang Maha Kuasa! Dan tidak juga beliau merasa bahwa yang demikian itu akan merusak kemurnian Tauhid!
Apa hadis ini belum pernah dibaca oleh Ustadz Firanda?!
Tidakkah sahabat Anshar itu berkata menegur Nabi saw., “Mengapakah Anda meminta pertolongan kepadaku? Bukankah Anda yang bersabda: Dan Jangan kalian meminta bantuan apapun kepada manusia?!”
Lalu bagaimana Anda wahai Ustadz Firanda akan menempatkan kata-kata Anda:
Tentunya meminta tolong kepada manusia pada perkara yang mungkin dilakukan bukanlah kesyirikan. Akan tetapi Nabi saw. mengajarkan sahabatnya agar tidak meminta pertolongan kepada siapa pun, [5]
di hadapan sabda Nabi saw. di atas?
Apa dalam keyakinan Anda Nabi saw. sedang menyalahi dirinya sendiri? Wal iyâdzu billah dari anggapan seperti itu! Tetapi beginilah bahayanya Islam yang dipahami dengan kaca mata buram Ibnu Taimiyah… Islam yang telah diselewengkan dari ajaran murninya yang utuh!
Bukti Ketiga:
Salman al Farisi meriwayatkan dari Nabi saw. ia berkataa, “Rasulullah saw. bersabda kepadaku: ‘Lakukanlah hai Salman kesepakatan mukatabah![6] Maka aku pun melakukan kesepakatan itu kepada tuanku dengan kesepakatan aku menanam tiga ratus pohon kurma dan empat puluh uqiyah. Maka Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabat beliau:
أعِِينُوا أخاكم
“Tolonglah saudara kaliann ini!”
.
Sumber Hadis:
Hadis ini diriwayatkan oleh:
- Imam Ahmad dalam Musnad,5/443.
- Ath Thabarani dalam Mu’jam Kabir,6/225.
- Al Haitsmai dalam Majma’ az Zawâid,9/336 dan ia berkata, “Hadis ini diriwayatkan Ahmad, ath Thabarani dalam Mu’jam Kabir denagn redaksi serupa dengan beberapa sanad. Dan sanad riwayat pertama dalam riwayat Ahmad dan ath Thabarani para parawinya adalah perawi hadis shahih. dan Muhammad bin Ishaq telah menegaskan bahwa ia mendengarnya. Dan parawi jalur kedua Imam Ahmad menyendiri dan para perawinya adalah para parawi shahih. Amr bin Abi Qarrah; Sinân adalah tsiqah/terpercaya.
.
Abu Salafy:
Setelah bukti-bukti di atas masihkan Anda ragu bahwa apa yang dikatakan oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan mereka yang tercemari dengan ide-ide ketuhanannya yang menyimpang itu benar-benar tidak berdasar! Ia hanya Islam setengah jadi!
Dalam pesannya itu Nabi saw. tidak berkata kepada Salman, Janganlah engkau meminta bantuan dalam melunasi kesepakatanmu itu kecuali kepada Allah! Jangan memintanya kepada manusia! Karena yang demikian itu tercela!
Untuk sementara kami cukupkan dengan menyebutkan tiga bukti di atas. Walaupun kami telah siapkan sepuluh bukti tambahan lain, jika memang diperlukan kami akan segera sajikan.
Akhirul Kalam!
Harapan kami hanya satu, agar Anda yang telah terjebak dengan pemikiran Ibnu Taimiyah dan Taimiyyûn mau merenungkan berbagai bukti yang telah disajikan para ulama Islam selain Ibnu Taimiyah dan Taimiyyûn… bukalah pikiran Anda agar mau, paling tidak membaca argumen lawan akidah Anda!
Hanya itu! Kami tidak bermaksud memaksa Anda atau mempermalukan Ustadz kebanggann Anda!
(Bersambung Insya Allah)
[1]Ketika sang habib Dikiritik:118
[2] Ibid.119.
[3] Ibid.120-121
[4] Ibid.121.
[5] Ibid.120-121
[6] Seorang pemilik budak sahaya bisa memerdekakan budak sahayanya dengan perjajnjian tertentu bahwa ia akan membayar sejumlah uang tertentu dalam kurun waktu tertentu.
.
_______________________
ARTIKEL TERKAIT
- Membongkar Tipu Muslihat Ustadz Firanda Ketika Mengkritik Sang HABIB! (I)
- Membongkar Tipu Muslihat Ustadz Firanda Ketika Mengkritik Sang HABIB! (2)
- Membongkar Tipu Muslihat Ustadz Firanda Ketika Mengkritik Sang HABIB! (3)
- Membongkar Tipu Muslihat Ustadz Firanda Ketika Mengkritik Sang HABIB! (4) [Bagian 1]
Filed under: Akidah, Fatwa Jenaka Wahabi, Fatwa Pensesatan, Fatwa Wahabi-Salafy, Ibnu Abdul Wahab, Kajian Hadis, Kajian Ibnu Taimiyah, Kenaifan Kaum Wahhabi, Kepalsuan Ibnu Taimyah, Manhaj, Membantah Ust. Firanda, Mengenal Pemimpin Wahabi, Menjawab Web/Blog Wahabi/Salafy, Salafy vs Salafy, Sejarah Wahabi-Salafy, Ulah Wahabi, Ulama Salafy-Wahabi Bicara, Wahabi dan Pengkafiran Umat Islam, Wahabi-Salafy Meresahkan Ummat |
mantap sekali ustadz abu salafi……
kita buktikan mana yang benar di akhirat kelak!
Abu Salfy:
Kok nunggu di akhirat akhi?! apa tidak lebih baik di dunia saja dulu, jadi kalau kami yang salah dan sesat kami bisa bertoabt. Begitu jika Anda yang salah dan sesat Anda bisa bertobat!
Bukankah begitu?
kali ini betul neh Abu Salafy, tapi apa iya orang seperti Anda bisa bertobat dengan pemikiran menyimpang yang sudah kronis pula?
eh jangan marah dulu kang mas….pis..pis..pis ^_^
Gak usah dijawab mas bro. cukup renungkan saja!!!
Lugas dan mengena
Mantap , , telak . lugas dan mengena
saudara fathan santri di sana nantang pak abu mubahalah.. eeh di sini minta pengadilan akhirat aja!
sama sekali nggk ilmiah bung!
Sudahlah bantah saja pak abu! kelamaen nunggu di akhirat!
Di sini saja udah jelas kok!
bantah si boleh bantah mas bro, la tapi dengan seenak udelnya si Abu Salafy mengatakan mubahalah itu bid’ah. emang sih pada jaman kenabian hal itu hanya sekali terjadi.
Tapi ya jangan asbun gitu loh, bantah dengan ilmiah juga dong. La ini malah ngawur sampe kang abu salafy bilang mubahalah itu bid’ah.!!
apa bener abu fachri itu ustadznya wahabi ya? kasian kalau punya ustadz kayak gini, bikin malu, g rasional dan g cerdas…..belajar lg mas abu fachri…kasian.
Firanda dan semacamnya sebetulnya sangat tidak pantas menukil-nukil perkataan para ulama semisal Ibnu Hajar, Imam Nawawi,apalagi Imam Ahlussunnah Imam Syafi’i.
Bagaimana mungkin Firanda dan semacamnya bisa benar sesuai yg dimaksud para Imam tersebut.
Bagaimana mungkin Firanda dan semacamnya bisa mengambil manfaat dari Kitab2 susunan para kekasih Allah ini.
Bahkan sangat mungkin menyesatkan kaum muslimin sebab FIRANDA DAN SEMACAMNYA BUKAN PENGIKUTNYA.
Ibarat begini : seorang syeh membawa gelas bertangkai diisi air yg sangat jernih ,tangkainya disisi kanan dan diletakan diatas meja, lalu memanggil para muridnya untuk melihat gelas tersebut. para muridnya ada yg duduk disisi kanan ada yg dikiri ada yg jauh dan ada yg dekat.
Apa pendapatmu tentang sesuatu yg sy letakan diatas meja.
1.Yg duduk disisi kanan : wahai syeh ini gelas bertangkai dan berisi air
2.Yg duduk disisi kiri : wahai syeh ini gelas tdk bertangkai dan berisi air
3.Yg duduk kanan tapi jauh : dengan penuh keyakinan murid menjawab dg mantabnya gelas bertangkai tetapi kosong wahai syeh
4.Yg duduk kiri tapi jauh : yg satu ini dg tersenyum manis sambil menggerutu temen2ku kok pada goblok banget ya ,wahai syeh buat apa gelas tak bertangkai kosong lagi diletakan diatas meja,sia2 saja.
Nah bisa jadi Firanda dan pengagumnya termasuk golongan yg selain ke-1.
Imam Bukhori saja bermadzab Syafi’i, apakah merasa lebih berilmu orang2 yg tak bermadzab macam Firanda.
Semoga kita tdk seperti 2,3 apalagi ke-4 yg dg lantangnya syirik kamu kafir neraka ahlul bid’ah padahal mereka TIDAH PERNAH MENGAJI KEPADA PARA ULAMA’ YG BERSANAD KEPADA PARA IMAM TERSEBUT. Ibarat melihat wanita cantik dilihatin saja, bengong ah..ahh. andaikan.. tetapi tidak mau mendatangi orangtuanya.
malah tetangganya yg didatangi, kasihan deh lo..
kas mas Alqudsy, katanya wahabi tukang tuduh tukang vonis!!
Anda juga tukang vonis mas. berarti kalo begitu jangan2 anda ini wahabi juga kali ya.
betul kang mas Alqudsy aku setuju banget
sudah terkena takiyah abu talafi rupanya org2 yg bodoh2 ini
kl anda gentleman berhadapan langsung dengan Ustadz firanda, jgn hanya menipu didunia maya….. pengecut abu talafi
kata2 tak pantas sumpah serapah dari ucapan syeh albani terkumpul dalam sebuah buku KAMUS CACIMAKI ALBANI. antum cocok membacanya .
Umpatan sudah menjadi kebiasaan
itulah penurut nafsu dan syetan
kata2 kotor menjadi dzikirnya
sambil mencela selain golonganya
inilah tanda hati yang berdebu
dan lebih baik diam membisu
daripada hanya berkatakata apalah guna
seperti orang bodoh dungu dan nista
pepatah mengatakan: Celana boleh cingkrang tetapi pikiran tdk boleh kurang.
yang barusan ente cakap ni, apa gak termasuk
sumpah serapah
Umpatan
penurut nafsu dan syetan
kata2 kotor menjadi dzikirnya
sambil mencela selain golonganya
lalu Anda membuat pepatah : Celana boleh cingkrang tetapi pikiran tdk boleh kurang.
yang tidak terdapat dalam kamus besar bahasa indonesia.
jadi termasuk jenis yang mana selain yang di atas?
ujang ujang bisanya gituan doang…. berhadapan langsung… memangnya tinju atau gulat… kalau gulat pasti firanda menang sebab kelihatan sekali orang berotot.. tahan banting dan biasa angkat berat di Arab Saudi!!!
Sudaah.. jawab aja kalau ustadz nt mampu….
salafitobat jgan gt kena laknatullah nanti…………
buat apa ketemu muka… paling paling ujung ujungnya ribut… maklum wahabi sukanya bikin ribut di mana mana.
kelihatan ini orang tukang vonis, tapi bilang cuma wahabi yang tukang vonis.
berarti maling teriak maling dong.
Syeikh Abu, kalau nelanjangi Firanda kira-kira aja… kasian kan sampai kebukan semua auratnya…. dia kan pemalu!!!!!!
beri dia sedikit napas biar legah… nanti baru telanjangi lagi… biar makin kelihatan aib dan kejahilan murokkabnya!
Hai wahabi tau nggak apa itu jahil murokkab? ya yang seperti kamu itu,,,,,, maaf lho ini bukan esmosi tapi nasihat… yang namanya nasihat yang boleh patih kan?
Bah cemana pula kang abu salafy ini, masa pula
Allah berfirman dalam surah al Kahfi ayat 94-95 ketika menceritakan kisah Dzul Qarnain:
قالُوا يا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَ مَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجاً عَلى أَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنا وَ بَيْنَهُمْ سَدًّا* قالَ ما مَكَّنِّي فيهِ رَبِّي خَيْرٌ فَأَعينُوني بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَ بَيْنَهُمْ رَدْماً
“Mereka berkata: “Hai Zulkarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Makjuj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka.
Zulkarnain berkata: “Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka.
ini menjadi bukti. kayak mana pula seperti di Singapur yang bisa bikin paulau buatan. itu perkara yang nampak dan jelas yang bisa dilakukan manusia.
dengan sendirinya buktimu yang pertama tidak valid!!!
Abu Salafy:
Akhi Abu Fachri, sebelumya maafkan saya apabila saya harus memaklumi ketidak pahaman saudara terhadap apa yang kami sajikan di sini…. Maha suci Allah yang telah menganugerahkan akal kepada manusia dan membaginya bertingkat-tingkat!
jadi sekali lagi saya minta maaf!
gak perlu minta maaf pak abu salafi… semoga Allah memberi petunjuk.
Sebaiknya Anda beri saja bukti yang valid jadi tidak perlu melakukan pembodohan intelektual
bertobat lah abu salafy… saya awam agama tp semakin baca artikel ini saya semakin yakin antum tidak membela sunnah……….. smua isi hanya hujatan terhadap sodara antum sendiri………..
Abu Salafy menulis ini, adalah sebagai bantahan atas hujatan, caci makian, mengkafirkan, membid’ahkan yang dilakukan ustadz Firanda dalam bukunya tersebut.
Jadi ini klarifikasi yang perlu dilakukan. SAling mengingatkan saudaranya yang salah…agar tidak menyesatkan orang lain.
temen-temen wahabi semoga faham ya….
Bang ABu Fachri, kalau saya perhatikan sepertinya syahwat kritik kamu kebeb balasan deh…. jangan asalh bantah aja… nanti ketauan lho kualitas kamu!!!
gak usah kepanasan dong mas bro, nyantai aja kale.
Kang Abu Salafy, hepi-hepi aja tuh.
Oke mas bro, monggo!
cintaabuya… nt bener juga… kalau Firanda telanjang bisa2 mirip salafnya yang di papua sana!
bener kang ibratan… buat apa pakai ketemu segala emangnya kencan… udah diskusi aja di sini…. bebas berdalil,,,,,
Anda sebenarnya sudah tahu namun pura2 tidak tahu. berlagak intelek tapi ilmu cetek.
Saya berbicara ke utara lalu Abu Salafy berbicara ke selatan :
Coba perhatikan petikan berikut ini :
“Setelah Anda perhatikan bersama bagaimana dua perkara dari perkara-perkara yang dinasihatkan Ustadz Firanda agar diperhatikan dan direnungkan oleh mereka yang hendak beristghatsah kepada penghuni kuburan sebenarnya tidak ada kaitannya masalah itu sendiri! Selain perkara-perkara itu ternyata tidak ada kaitannya, ia juga tidak terdukung oleh dalil yang tepat.”
Mengapa tidak ada kaitannya? Justru ini sangat terkait sekali. Dan Anda sendiri yang tidak nyambung.
Apakah bisa Anda meminta tolong kepada mayit? penghuni kubur?
Lalu Anda beri bukti benda yang hidup. Ini ngawur namanya!!!
Abu Salafy:
Sekali lagi maafkan saya jika dengan terpaksa memaklumi pemahaman Anda!
nanti juga akan makin jelas apa yang menjadi keberatan Anda di sini sekaitan dengan meminta kepada yang Anda sebut dengan istilah mayyit! penghuni kuburan!
Tolong sabar Akhi ya.
Sudahlah, akan menjadi sulit berdiskusi dengan Anda sebab itu tadi, ketika saya berbicara ke utara Anda malah berbicara ke selatan!!!
gak usah pake acara ngeles istilah inteleknya berapologi
Bener juga Abu fachri, pasti tidak ada manfaatnya meminta kepada mayyit atau penghuni kuburan!!! benar2x… sebab kalau wahabi mati apalagi yang terorois ngobom kaum Muslim ya langsung jadi bangkai…
Tapi kalau yang mati para syuhada, para wali apalagi para nabi as yang tentu ada gunanya… sebab mereka hidup di sisi Allah….
hanya wahabi aja yang bilang Nabi sudah jadi bangkai tdk ada gunanya lagi tidak bisa mmeberi manafat…
aijb bukan akidah para wahabiyun
coba tunjukkan kepadaku satu dalil yang sohih bahwa orang mati bisa membawa manfaat kepada orang yang hidup, bisa memberi berkah, memberi perlindungan misalnya.
Kayak mana bisa, la wong untuk menyelamatkan dirinya sendiri aja harus dengan izin Allah.
Ato ente berpikiran karena mereka soleh jadi dapet izin Allah. sapa yang jamin wak?
Ato malah si mayyit lebih berkehendak dari Allah, hatta seorang Nabi, sehingga menjadi keharusan bagi Allah megijabahnya.
wah lebih hebat dong berarti kuasa si mayyit.
ada gak.
“Tapi kalau yang mati para syuhada, para wali apalagi para nabi as yang tentu ada gunanya… sebab mereka hidup di sisi Allah….”
inikan hanya persangkaanmu saja. Buktikan dalilnyas bro….!!!
________________
Abu Salafy:
Akhi fillah Ustadz Abu Fachi…. sepertinya makin hari makin tampak kualitas asli saudara. kami prihatin sekali dengan Anda… bicara Anda makin tidak mencerminkan keilmuan dan orang yang bertanggung-jawab… hanya dipicu oleh nafsu dan semangat “asal bantah”
Ketika kami katakan:”Tapi kalau yang mati para syuhada, para wali apalagi para nabi as yang tentu ada gunanya… sebab mereka hidup di sisi Allah….”
Anda segera tanggapi dengan kata-kata:
inikan hanya persangkaanmu saja. Buktikan dalilnyas bro….!!!
Apa Anda tidak pernah membaca ayat ini:
وَ لا تَحْسَبَنَّ الَّذينَ قُتِلُوا في سَبيلِ اللَّهِ أَمْواتاً بَلْ أَحْياءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
Janganlah kamu mengira bahwa orang- orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.(Ali Imran;169)
dan ayat:
وَ لاَ تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُقْتَلُ فِيْ سَبيْلِ اللهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَ لَكِنْ لاَّ تَشْعُرُوْنَ
Dan janganlah kalian mengatakan (baca : berpendapat) tentang orang-orang yang telah gugur di jalan Allah (bahwa mereka itu) mati. Bahkan, (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kalian tidak merasakan (baca : memahami). (Al Baqarah;154)
Apa ayat ini belum pernah Anda baca?
Apa maknanya menurut Anda ya Ustadz? Jangan biarkan dirimu terseret jauh oleh hawa nafsu!
ya benar bahkan mereka para syuhada itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki, tapi bukan berarti mereka bisa memberi manfaat seperti meminta berkah dan sebagainya. Coba apa hubungan antara hidup di sisiNya dengan memberi manfaat kepada orang yang hidup.
pernyataan mereka hidup di sisiNya itu adalah masalah ghaib. Hal ihwal bagaimananya mereka hidup kita tidak tahu, jangan disamakan atau dibayangkan seperti kehidupan manusia pada umumnya di dunia ini.
kalau demikian cara berpikir Anda berarti Anda hanya menduga-duga, padahal tidak ada kaintan langsung pernyataan tersebut. Hanya Anda saja yang coba-coba mengaitkannya. Yang berarti Anda terjebak dengan logika Anda sendiri, padahal hal tersebut memerlukan dalil untuk membuktikan persangkaan Anda.
Contoh Analoginya :
Si Badu itu orang kepercayaan Raja, dia selalu mendampingi Raja kemanapun Raja pergi.
Si Badu punya sahabat namanya Budi. Suatu ketika si budi punya masalah dengan Raja, dimana Raja menganggap Budi adalah pembangkang.
Lalu apakah yang terjadi, apakah Budi selamat dari kemurkaan Raja.
Kemudian timbul beberapa opsi :
1. Karena Badu orang kepercayaan Raja, dan selalu hidup di sisi Raja maka sahabatnya Budi akan selamat dari kemurkaan Raja.
2. Karena Badu orang kepercayaan Raja, ia memohon kepada raja agar membebaskan sahabatnya, sehingga terpaksa Raja menyetujuinya.
3.Karena Badu orang kepercayaan Raja, ia memohon kepada raja agar membebaskan sahabatnya, namun Raja menolaknya sebab, kesalahan si Budi yang fatal meski Badu adalah sahabatnya.
4. Kemungkinan Budi akan selamat, karena ia sahabat Badu
5. Tidak mungkin Budi akan selamat, meski ia sahabat Badu
Dari Analogi ini kira2, Anda termasuk tipe yang mana, Akhi?
Sebab pernyataanmu bahwa para syuhada itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki itu benar adanya. Tapi apakah dengan demikian mereka dapat memberi manfaat kepada hidup, mana dalilnya?
Artinya:
وَ لا تَحْسَبَنَّ الَّذينَ قُتِلُوا في سَبيلِ اللَّهِ أَمْواتاً بَلْ أَحْياءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah, itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. (3: 169)
berikut tafsir ayat tersebut :
Setelah terbunuhnya 70 orang Muslimin dalam perang Uhud, orang-orang Munafikin Madinah menunjukkan sikap keprihatinan mereka kepada keluarga mereka. Saat melayat mereka menyebut Rasul dan para sahabatnya yang bertanggung jawab atas kematian para mujahidin. Di sisi lain, Abu Sufyan, pembesar Musyrikin Mekah di akhir perang Uhud menyatakan bahwa tujuh puluh orang yang terbunuh ini adalah sebagai ganti 70 orang dari orang-orangnya yang terbunuh dalam perang Badr.
Allah Swt menurunkan ayat ini untuk menghadapi propaganda Musyrikin dan Munafikin yang menganggap sama orang muslim dan musyrik yang terbunuh di medan perang. Sebagai jawaban atas pernyataan Abu Sufyan itu, Allah menjelaskan satu poin penting yang membedakan kedua. Disebutkan bahwa orang muslim yang meninggal di medan perang disebut syahid dan tempatnya di surga. Sementara orang musyrik yang tewas tempatnya di neraka.
Dalam riwayat disebutkan, “Selalu ada kebaikan yang lebih tinggi dari setiap kebaikan, kecuali syahadah. Karena tidak dapat dibayangkan kebaikan apa lagi yang lebih tinggi dari mati syahid.” Oleh karenanya, para nabi dan wali dalam doa mereka, memohon syahadah dari Tuhan dan banyak dari mereka yang mati syahid.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Syahadah merupakan nikmat yang paling besar dan tidak ada kata rugi bagi orang yang syahid.
2. Syahadah bukanlah akhir kehidupan syahid, tapi permulaan kehidupan ilahinya.
sudah jelaskan bahwa pengetian ayat tersebut tidak seperti dugaan Anda!!!
وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.(QS. 2:154)
penjelasanya :
Mempertahankan agama Islam itu suatu perjuangan. Setiap perjuangan akan meminta pengorbanan. Akan ada yang kehilangan harta benda atau keluarga dan akan ada yang gugur di medan perang dan sebagainya.
Mereka yang gugur di medan perang adalah syuhada di jalan Allah. Mereka itu menduduki tempat yang amat mulia. Maka janganlah dikira bahwa mereka itu mati, bahkan mereka itu hidup di alam lain. Hanya saja manusia tidak menyadari kehidupan mereka itu dan tidak mengetahui hakikatnya. Mereka hidup dalam kehidupan gaib di mana arwah para syuhada diistimewakan dari arwah manusia lainnya. Juga semangat dan cita-cita perjuangan mereka itu akan tetap hidup selama-lamanya pada generasi-generasi sesudahnya.
Apakah Anda tetap mempertahankan logika usang Anda, yang tak punya landasan???
saya yg awam baca ayat tersebut berulang2 kali, tetapi TIDAK MENDAPATKAN KATA ” BERMANFAAT UNTUK ORANG LAIN ” melainkan ” HIDUP DI SISI TUHAN NYA DENGAN MENDAPAT REZEKI”
Gimana Abu Salafy ini……?????!!!!!!!!
sampe mati pun di cari.. dalil yg membolehkan bertawasul ke orang yg sudah mati.. itu tidak akan pernah ada.. yg sahihah.. tak akan pernah ada.. tp bertawasul atau meminta doa.. hanya boleh di lakukan tuk orang yg masi hidup…
abu fachri bener lagi pak abu!!!
pak abu ke selatan abu fachri ke utama.. ke korea utara….
Pak abu pakai dalil kang fachri nggak pakai dalil alias pakai modal kebodohan!
jadi ya sulit ketemu… sama dengan ngajak bicara mayyit!
nah itukan tau tuh, yang namanya mayit ya gak bisa apa2 kan. tidak terkecuali seorang yang solih sekalipun tidak akan memberi respon apapun. jadi tidak pengecualian.
gak usah emosi dong mas. mana dalilnya kok merepet aja bisanya sampean. ^_^
_____________
Abu Salafy”
Apa pendapat Anda tentang ayat di bawah ini:
وَ لا تَحْسَبَنَّ الَّذينَ قُتِلُوا في سَبيلِ اللَّهِ أَمْواتاً بَلْ أَحْياءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
Janganlah kamu mengira bahwa orang- orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.(Ali Imran;169)
dan ayat:
وَ لاَ تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُقْتَلُ فِيْ سَبيْلِ اللهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَ لَكِنْ لاَّ تَشْعُرُوْنَ
Dan janganlah kalian mengatakan (baca : berpendapat) tentang orang-orang yang telah gugur di jalan Allah (bahwa mereka itu) mati. Bahkan, (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kalian tidak merasakan (baca : memahami). (Al Baqarah;154)
Kami tunggu jawaban Anda!
Saya, tanya apakah Anda pernah berbicara kepada mayyit, lalu ia membalas pembicaraan Anda,
Kalau dalil yang Anda sebutkan itu akhi, adalah masalah ghaib, hanya Allah yang tahu.
Apakah ente tahu hal ihwal mereka disana secara detil? terkecuali hal itu sudah dijelaskan pula dengan dalil bukan dengan akal-akalan.
sudah dijawab di atas kang mas, monggo!!!
cinta abuya, fitrah anda masih lurus,, dengan perkataan anda “jadi ya sulit ketemu… sama dengan ngajak bicara mayyit!” nah bicara dengan mayit ga guna, ga efek, ga bermanfaat.
itu anda tahu, berarti fitrah anda salim atau selamat atau bagus.
Ustadz Abu Fachri keliatannya nafsu benar ya nyerang Ustadz Abu Salafy!!! Suruannya Firanda ya?
Ustasz ABu Fachri, jangan asal bantah aja… renungkan baik2 dulu apa yang dukatakan Ustadz Abu ttn Dul Qarnain… sepertinya kamu gegabah!
Firanda bilang meminta tolong kpd yang hidup dan pada perkara yang dimampuinya saja itu tercela! ini kata-katanya Firanda, lalu Uatadz Abu bantah dengan mengahdirkan Dzul Qarnain sebagai contoh! Apa itu kamu anggap nggak pas?!
Ya kamu yang perlu dipertanyakan kepahamanmu! jangan2 kamu yang low akalnya!
Maaf, kalau agak kasar… sebab wahabi baru faham kalau agak kasar2. maklum sdh tdk sensitif lagi layar sentuhnya!
jangan naif gitu dong mas bro. analogi anda terlalu jauh. terlalu banyak persangkaan. yang real aja mas, hidup di dunia nyatakan? jadi jangan banyak terlalu berkhayal yang enggak2. Jadi semakin ketahuan kualitasnya kaum anti nasyibi. ya cuma segitu doang kemampuannya!!!
Uastadz Abu saya tunggu lanjutan buktinya lagi… biar kang mas abu fachri cs biar nggak kowar2 kaya’ sporter bola
Buat Mostofa Ahda! Kamu tidak usah nakut nakuti dengan laknat segala… yang bakal terkutuk adalah yang menentang al Haq!
yang al Haq sapa yah…??? antum ma abu salafy… ato ustadz Firanda dan abi fachri yang Al haq itu…??? mohon penjelasannya…..????
Alhamdulillah.. saya legah ketemu situs ini.. kajian di sini memintarkan… tidak dangkal dan arguemntatif… seneng banget,,,
himbauan: Buat yang mau komentar di sini, tolong jangan gontok gontokan… kami tidak suka….
Pak Admin, komentar yang tidak berakhlak sebaiknya jangan ditampilkan…
baik dari wahabi maupun selainya….
mudha mudahan Allah membawa kita ke jalan haq. Amin Ilahal Haq Amin.
Abu Fachri makin keliatan BODOHNYA… JAHIL YANG SOK ALIM..SOK ILMIAH…. TERNYATA WAHABI TULEN YANG ILMU CETEQ!
BENER PAK ABU… YANG JAHIL MUROKKAB JGN DILADENI.. HEMAT ENERGI AJA!!!
BUAT YANG LAINNYA
jangan cepat marah pak fathan.diskusi dg akhlak.tunjukan anda punya ilmu untuk membantah pak abu
Alhamdulillah bisa ketemu blog seperti abusalafy,ummati,dll……saya yang bodoh ini banyak mengambil manfaatnya……termakasih ustad…
Subhanallah ! Degil amat abu fahcri… syhada’ Allah katakan hidup… abu fachri katakan syuhada’ tidak bisa apa-apa.. tdk bisa meberikan manfaat?
yang namanya orang hidup itu ya bisa berbuat… memberi manfaat untk orang lain… seperti apa bentuknya itu tidak mesti kita ketahui!
abu fachri main tafsir ayat aja… tapi pertanyaan Pak abu tdk dijawab dengan baik!
Kalau nt yakin syuhada’ itu hidup… lalu mengapa nt memastikan bahwa mayyit (syuhada’ tentunya maksud nt) tidak bisa memberikan kemanfaatan apapun?!
Ini tdk logis kang mas!!!!!!!!!!
Akhi, jefrybukhary, Anda belum pernah baca tafsir ya? Apa gunanya tafsir agar kita gak menafsirkan seenak udelnya dewe pake logika kita sendiri!
Ente udah baca tafsirnya kan? apakah mau ayat tersebut seperti pemikiran Anda atau Anda maunya Al qur’an yang ikut gaya pemikiran Anda.
Bisakah Anda bedakan antara fakta dengan opini.
faktanya : para syuhada hidup di sisi Allah
Lalu Anda beropini : oh.. kalo gitu berarti mereka bisa memberi manfaat dong!
Padaha jika Anda termasuk orang yang benar, Adakah dalil khusus yang mendukung pendapat Anda. Atau Anda berusaha mencari-cari dukungan!!!
orang hidup juga tdk bisa memberikan manfaat tanpa ijnNya.
Pengekor IbnuTaimiyah yg terkenal dg cendikiawan lahiriyah simaklah baik2 dialog antara CENDIKIAWAN LAHIRIYAH dg CENDIKIAWAN BATHINIYAH atau ANTARA KULIT dan ISI
Bismillahi ar-rahmani ar-rahiim.
Abu Fadl Ibn Athaillah Al Sakandari (wafat 709), salah seorang imam sufi terkemuka yang juga dikenal sebagai seorang muhaddits, muballigh sekaligus ahli fiqih Maliki, adalah penulis karya-karya berikut: Al Hikam, Miftah ul Falah, Al Qasdul al Mujarrad fi Makrifat al ism al-Mufrad, Taj al-Arus al-Hawi li tadhhib al-nufus, Unwan al-Taufiq fi al Adad al-Thariq. Juga sebuah biografi: Al-Lataif fi manaqib Abi al Abbas al Mursi wa sayykhihi Abi al Hasan, dan lain-lain. Beliau adalah murid Abu al Abbas Al-Musrsi (wafat 686) dan generasi penerus kedua dari pendiri tarekat Sadziliyah: Imam Abu Al Hasan Al Sadzili.
Ibn Athaillah adalah salah seorang yang membantah Ibn Taymiyah atas serangannya yang berlebihan terhadap kaum sufi yang tidak sefaham dengannya. Ibn Athaillah tak pernah menyebut Ibn Taymiyah dalam setiap karyanya, namun jelaslah bahwa yang disinggungnya adalah Ibn Taymiyah saat ia mengatakan dalam Lataif: sebagai “cendekiawan ilmu lahiriyah”. Satu HalamanPostingan berikut ini merupakan terjemahan dari bahasa Inggris untuk pertama kali atas dialog bersejarah antara kedua tokoh tersebut.
Naskah Dialog : Dari Usul al-Wusul karya Muhammad Zaki Ibrahim
Ibn Katsir, Ibn Al Athir, dan penulis biografi serta kamus biografi, kami memperoleh naskah dialog bersejarah yang otentik. Naskah tersebut memberikan ilham tentang etika berdebat di antara kaum terpelajar (berpendidikan keislaman). Di samping itu, ia juga merekam kontroversi antara pribadi yang bepengaruh dalam tsawuf: Syaikh Ahmad Ibn Athaillah Al Sakandari, dan tokoh yang tak kalah pentingnya dalam gerakan “Salafi”: Syaikh Ahmad Ibn Abd Al Halim Ibn Taymiyah selama era Mamluk di Mesir yang berada dibawah pemerintahan Sulthan Muhammad Ibn Qalawun (Al Malik Al Nasir).
Kesaksian Ibn Taymiyah kepada Ibn Athaillah yang Notabene adalah Imam Sufi:
Ibn Taymiyah ditahan di Alexandria. Ketika sultan memberikan ampunan, ia kembali ke Kairo. Menjelang malam, ia menuju masjid Al Ahzar untuk sholat maghrib yang diimami Syaikh ibn Athaillah. Selepas shalat, Ibn Athailah terkejut menemukan Ibn Taymiyah sedang berdoa dibelakangnya. Dengan senyuman, sang syaikh sufi menyambut ramah kedatangan Ibn Taymiyah di Kairo seraya berkata: Assalamualaykum, selanjutnya ia memulai pembicaraan dengan tamu cendekianya ini.
IBN ATHAILLAH: “Biasanya saya sholat di masjid Imam Husein dan sholat Isya di sini. Tapi lihatlah bagaimana ketentuan Allah berlaku! Allah menakdirkan sayalah orang pertama yang harus menyambut anda (setelah kepulangan anda ke Kairo). Ungkapkanlah kepadaku wahai faqih, apakah anda menyalahkanku atas apa yang telah terjadi?”
IBN TAYMIYAH: “Aku tahu, anda tidak bermaksud buruk terhadapku, tapi perbedaan pandangan di antara kita tetap ada. Sejak hari ini, dalam kasus apa pun, aku tidak mempersalahkan dan membebaskan dari kesalahan, siapapun yang berbuat buruk terhadapku”
IBN ATHAILLAH: Apa yang anda ketahui tentang aku, syaikh Ibn Taymiyah?
IBN TAYMIYAH: Aku tahu anda adalah seorang yg saleh, berpengetahuan luas, dan senantiasa berbicara benar dan tulus. Aku bersumpah tidak ada orang selain anda, baik di Mesir maupun Syria yang lebih mencintai Allah ataupun mampu meniadakan diri di (hadapan) Allah atau lebih patuh atas perintah-Nya dan menjauhi laranganNya. Tapi bagaimanapun juga kita memiliki perbedaan pandangan. Apa yang anda ketahui tentang saya? Apakah anda atau saya sesat dengan menolak kebenaran (praktik) meminta bantuan seseorang untuk memohon pertolongan Allah (istighatsah)?
IBN ATHAILLAH: Tentu saja, Rekanku, anda tahu bahwa istighatsah atau memohon pertolongan sama dengan tawassul atau mengambil wasilah (perantara) dan meminta syafaat; dan bahwa Rasulullah saw, adalah seorang yang kita harapkan bantuannya karena beliaulah perantara kita dan yang syafaatnya kita harapkan.
IBN TAYMIYAH: Mengenai hal ini saya berpegang pada sunnah rasul yang ditetapkan dalam syariat. Dalam hadits berbunyi sebagai: Aku telah dianugerahkan kekuatan syafaat. Dalam ayat al Qur’an juga disebutkan: “Mudah-mudahan Allah akan menaikkan kamu (wahai Nabi) ke tempat yang terpuji (Q.S Al Isra : 79). Yang dimaksud dengan tempat terpuji adalah syafaat. Lebih jauh lagi, saat ibunda khalifah Ali ra wafat, Rasulullah berdoa pada Allah di kuburnya: “Ya Allah Yang Maha Hidup dan Tak pernah mati, Yang Menghidupkan dan Mematikan, ampuni dosa-dosa ibunda saya Fatimah binti Asad, lapangkan kubur yang akan dimasukinya dengan syafaatku, utusanMu, dan para nabi sebelumku. Karena Engkaulah Yang Maha Pengasih dan Maha Pengampun”.
Inilah syafaat yang dimiliki rasulullah saw. Sementara mencari pertolongan dari selain Allah, merupakan suatu bentuk kemusyrikan; Rasulullah saw sendiri melarang sepupunya, Abdullah bin Abbas, memohon pertolongan dari selain Allah.
IBN ATHAILLAH: Semoga Allah mengaruniakanmu keberhasilan, wahai faqih?! Maksud dari saran Rasulullah saw kepada sepupunya Ibn Abbas, adalah agar ia mendekatkan diri kepada Allah tidak melalui kekerabatannya dengan rasul melainkan dengan ilmu pengetahuan. Sedangkan mengenai pemahaman anda tentang istighosah sebagai mencari bantuan kepada selain Allah, yang termasuk perbuatan musyrik, saya ingin bertanya kepada anda, ”Adakah muslim yang beriman pada Allah dan rasulNya yang berpendapat ada selain Allah yang memiliki kekuasaaan atas segala kejadian dan mampu menjalankan apa yang telah ditetapkanNya berkenaan dengan dirinya sendiri?”.
”Adakah mukmin sejati yang meyakini ada yang dapat memberikan pahala atas kebaikan dan menghukum atas perbuatan buruk, selain dari Allah? Di samping itu, seharusnya kita sadar bahwa ada berbagai ekspresi yang tak bisa dimaknai sebatas harfiah belaka. Ini bukan saja dikhawatirkan akan membawa kepada kemusyrikan, tapi juga untuk mencegah sarana kemusyrikan. Sebab, siapapun yang meminta pertolongan Rasul berarti mengharapkan anugerah syafaat yang dimilikinya dari Allah, sebagaimana jika anda mengatakan: “Makanan ini memuaskan seleraku”. Apakah dengan demikian makanan itu sendiri yang memuaskan selera anda? Ataukah disebabkan Allah yang memberikan kepuasan melalui makanan?
Sedangkan pernyataan anda bahwa Allah melarang muslim untuk mendatangi seseorang selain DiriNya guna mendapat pertolongan, pernahkah anda melihat seorang muslim memohon pertolongan kepada selain Allah? Ayat Al qur’an yang anda rujuk, berkenaan dengan kaum musyrikin dan mereka yang memohon pada dewa dan berpaling dari Allah. Sedangkan satu-satunya jalan bagi kaum muslim yang meminta pertolongan rasul adalah dalam rangaka bertawassul atau mengambil perantara atas keutamaan (hak) rasul yang diterimanya dari Allah (bihaqqihi inda Allah) dan tashaffu atau memohon bantuan dengan syafaat yang telah Allah anugerahkan kepada rasulNya.
Sementara itu, jika anda berpendapat bahwa istighosah atau memohon pertolongan itu dilarang syariat karena mengarah pada kemusyrikan, maka kita seharusnya mengharamkan buah anggur karena dapat dijadikan minuman keras. Dan (seharusnya) mengebiri (melumpuhkan kemapuan besetubuh) laki-laki yang tidak menikah untuk mencegah zina.
(Kedua syaikh tertawa atas komentar terakhir ini, sebab konon Syaikh Ibnu Taymiyah adalah pria yang tidak menikah)).
Lalu IBN ATHAILLAH melanjutkan: “Saya kenal betul dengan segala inklusifitas dan gambaran mengenai sekolah fiqih yang didirikan oleh syaikh anda, Imam Ahmad, dan saya tahu betapa luasnya teori fiqih serta mendalamnya “prinsip-prinsip agar terhindar dari godaan syaitan” yang anda miliki, sebagaimana juga tanggung jawab moral yang anda pikul selaku seorang ahli fiqih.
Namun saya juga menyadari bahwa anda dituntut menelisik di balik kata-kata untuk menemukan makna yang seringkali terselubung dibalik kondisi harfiahnya. Bagi sufi, makna laksana ruh, sementara kata-kata adalah jasadnya. Anda harus menembus ke dalam jasad fisik ini untuk meraih hakikat yang mendalam. Kini anda telah memperoleh dasar bagi pernyataan anda terhadap karya Ibn Arabi, Fususul Hikam. Naskah tersebut telah dikotori oleh musuhnya bukan saja dengan kata-kata yang tak pernah diucapkannya, juga pernyataan-pernyataan yang tidak dimaksudkannya (memberikan contoh tokoh islam).
Ketika syaikh al-Islam Al Izz ibn Abd Salam memahami apa yang sebenarnya diucapan dan dianalisa oleh Ibn Arabi, menangkap dan mengerti makna sebenarnya dibalik ungkapan simbolisnya, ia segera memohon ampun kepada Allah swt atas pendapatnya sebelumnya dan menokohkan Muhyiddin Ibn Arabi sebagai Imam Islam.
Sedangkan mengenai pernyataan al Syadzili yang memojokkan Ibn Arabi, perlu anda ketahui, ucapan tersebut tidak keluar dari mulutnya, melainkan dari salah seorang murid Sadziliyah. Lebih jauh lagi, pernyataan itu dikeluarkan saat para murid membicarakan sebagian pengikut Sadziliyah. Dengan demikian, pernyataan itu diambil dalam konteks yang tak pernah dimaksudkan oleh sang pembicaranya sendiri. “Apa pendapat anda mengenai khalifah Sayyidina Ali bin Abi Thalib?”
IBN TAYMIYAH: Dalam salah satu haditsnya, rasul saw bersabda: “Saya adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya”. Sayyidina Ali adalah merupakan seorang mujahid yang tak pernah keluar dari pertempuran kecuali dengan membawa kemenangan. Siapa lagi ulama atau fuqaha sesudahnya yang mampu berjuang demi Allah menggunakan lidah, pena dan pedang sekaligus? Dialah sahabat rasul yang paling sempurna-semoga Allah membalas kebaikannya. Ucapannya bagaikan cahaya lampu yang menerangi sepanjang hidupku setelah al quran dan sunnah. Duhai! Seseorang yang meski sedikit perbekalannya namun panjang perjuangannya.
IBN ATHAILLAH: Sekarang, apakah Imam Ali ra meminta agar orang-orang berpihak padanya dalam suatu faksi? Sementara faksi ini mengklaim bahwa malaikat jibril melakukan kesalahan dengan menyampaikan wahyu kepada Muhammad saw, bukannya kepada Ali! Atau pernahkah ia meminta mereka untuk menyatakan bahwa Allah menitis ke dalam tubuhnya dan sang imam menjadi tuhan? Ataukah ia tidak menentang dan memberantas mereka dengan memberikan fatwa (ketentuan hukum) bahwa mereka harus dibunuh di manapun mereka ditemukan?
IBN TAYMIYAH: Berdasarkan fatwa ini saya memerangi mereka di pegunungan Syria selama lebih dari 10 tahun.
IBN ATHAILLAH: Dan Imam Ahmad- semoga Allah meridoinya-mempertanyakan perbuatan sebagian pengikutnya yang berpatroli, memecahkan tong-tong anggur (di toko-toko penganut kristen atau dimanapun mereka temukan), menumpahkan isinya di lantai, memukuli gadis para penyanyi, dan menyerang masayarakat di jalan.
Meskipun sang Imam tak memberikan fatwa bahwa mereka harus mengecam dan menghardik orang-orang tersebut. Konsekuensinya para pengikutnya ini dicambuk, dilempar ke penjara dan diarak di punggung keledai dengan menghadap ekornya. Apakah Imam Ahmad bertanggung jawab atas perbuatan buruk yang kini kembali dilakukan pengikut Hanbali, dengan dalih melarang benda atau hal-hal yang diharamkan?
Dengan demikian, Syaikh Muhyidin Ibn Arabi tidak bersalah atas pelanggaran yang dilakukan para pengikutnya yang melepaskan diri dari ketentuan hukum dan moral yang telah ditetapkan agama serta melakukan pebuatan yang dilarang agama. Apakah anda tidak memahami hal ini?
IBN TAYMIYAH: “Tapi bagaimana pendirian mereka di hadapan Allah? Di antara kalian, para sufi, ada yang menegaskan bahwa ketika Rasulullah saw memberitakan khabar gembira pada kaum miskin bahwa mereka akan memasuki surga sebelum kaum kaya, selanjutnya kaum miskin tersebut tenggelam dalam luapan kegembiraan dan mulai merobek-robek jubah mereka; saat itu malaikat jibril turun dari surga dan mewahyukan kepada rasul bahwa Allah akan memilih di antara jubah-jubah yang robek itu; selanjutnya malaikat jibril mengangkat satu dari jubah dan menggantungkannya di singgasana Allah. Berdasarkan ini, kaum sufi mengenakan jubah kasar dan menyebut dirinya fuqara atau kaum “papa”.
IBN ATHAILLAH: “Tidak semua sufi mengenakan jubah dan pakaian kasar. Lihatlah apa yang saya kenakan; apakah anda tidak setuju dengan penampilan saya?
IBN TAYMIYAH: “Tetapi anda adalah ulama syariat dan mengajar di Al Ahzar.”
IBN ATHAILLAH: “Al Ghazali adalah seorang imam syariat maupun tasawuf. Ia mengamalkan fiqih, sunnah, dan syariat dengan semangat seorang sufi. Dan dengan cara ini, ia mampu menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama. Kita tahu bahwa dalam tasawuf, noda tidak memiliki tempat dalam agama dan bahwa kesucian merupakan ciri dari kebenaran. Sufi yang tulus dan sejati harus menyuburkan hatinya dengan kebenaran yang ditanamkan ahli sunnah.
Dua abad yang lalu muncul fenomena sufi gadungan yang anda sendiri telah mengecam dan menolaknya. Dimana sebagian orang mengurangi kewajiban beribadah dan peraturan keagamaan, melonggarkan berpuasa dan melecehkan pengamalan sholat wajib lima kali sehari. Ditunggangi kemalasan dan ketidakpedulian, mereka telah mengklaim telah bebas dari belenggu kewajiban beribadah. Begitu brutalnya tindakan mereka hingga Imam Qusyairi sendiri mengeluarkan kecaman dalam bukunya ar Risalah ( Risalatul Qusyairiyah ).
Di sini, ia juga menerangkan secara rinci jalan yang benar menuju Allah, yakni berpegang teguh pada Al Quran dan Sunnah. Imam tasawuf juga berkeinginan mengantarkan manusia pada kebenaran sejati, yang tidak hanya diperoleh melalui bukti rasional yang dapat diterima akal manusia yang dapat membedakan yang benar dan salah, melainkan juga melalui penyucian hati dan pelenyapan ego yang dapat dicapai dengan mengamalkan laku spiritual.
Kelompok diatas selanjutnya tersingkir lantaran sebagai hamba Allah sejati, seseorang tidak akan menyibukkan diriya kecuali demi kecintaannya pada Allah dan rasul-NYA. Inilah posisi mulia yang menyebabkan seorang menjadi hamba yang shaleh, sehat dan sentosa. Inilah jalan guna membersihkan manusia dari hal-hal yang dapat menodai manusia, semacam cinta harta, dan ambisi akan kedudukan tertentu.
Meskipun demikian, kita harus berusaha di jalan Allah agar memperoleh ketentraman beribadah. Sahabatku yang cendekia, menerjemahkan naskah secara harfiah terkadang menyebabkan kekeliruan. Penafsiran harfiahlah yang mendasari penilaian anda terhadap Ibn Arabi, salah seorang imam kami yang terkenal akan kesalehannya. Anda tentunya mengerti bahwa Ibn Arabi menulis dengan gaya simbolis; sedangkan para sufi adalah orang-orang ahli dalam menggunakan bahasa simbolis yang mengandung makna lebih dalam dan gaya hiperbola yang menunjukkan tingginya kepekaan spiritual serta kata-kata yang menghantarkan rahasia mengenai fenomena yang tak tampak.
IBN TAYMIYAH: “Argumentasi tersebut justru ditujukan untuk anda. Karena saat Imam al-Qusyairi melihat pengikutnya melenceng dari jalan Allah, ia segera mengambil langkah untuk membenahi mereka. Sementara apa yang dilakukan para syaikh sufi sekarang? Saya meminta para sufi untuk mengikuti jalur sunnah dari para leluhur kami (salafi) yang saleh dan terkemuka: para sahabat yang zuhud, generasi sebelum mereka dan generasi sesudahnya yang mengikuti langkah mereka.
Siapapun yang menempuh jalan ini, saya berikan penghargaan setinggi-tingginya dan menempatkan sebagai imam agama. Namun bagi mereka yang melakukan pembaruan yang tidak berdasar dan menyisipkan gagasan kemusyrikan seperti filososf Yunani dan pengikut Budha, atau yang beranggapan bahwa manusia menempati Allah (hulul) atau menyatu denganNya (ittihad), atau teori yang menyatakan bahwa seluruh penampakan adalah satu adanya/kesatuan wujud (wahdatul wujud) ataupun hal-hal lain yang diperintahkan syaikh anda: semuanya jelas perilaku ateis dan kafir”.
IBN ATHAILLAH: “Ibn Arabi adalah salah seorang ulama terhebat yang mengenyam pendidikan di Dawud al Zahiri seperti Ibn Hazm al Andalusi, seorang yang pahamnya selaras dengan metodologi anda tentang hukum islam, wahai penganut Hanbali! Tetapi meskipun Ibn Arabi seorabg Zahiri (menerjemahkan hukum islam secara lahiriah), metode yang ia terapkan untuk memahami hakekat adalah dengan menelisik apa yang tersembunyi, mencari makna spiritual (thariq al bathin), guna mensucikan bathin (thathhir al bathin).
Meskipun demikian tidak seluruh pengikut mengartikan sama apa-apa yang tersembunyi. Agar anda tidak keliru atau lupa, ulangilah bacaan anda mengenai Ibn Arabi dengan pemahaman baru akan simbol-simbol dan gagasannya. Anda akan menemukannya sangat mirip dengan al-Qusyairi. Ia telah menempuh jalan tasawuf di bawah payung al-quran dan sunnah, sama seperti hujjatul Islam Al Ghazali, yang mengusung perdebatan mengenai perbedaan mendasar mengenai iman dan isu-isu ibadah namun menilai usaha ini kurang menguntungkan dan berfaedah.
Ia mengajak orang untuk memahami bahwa mencintai Allah adalah cara yang patut ditempuh seorang hamba Allah berdasarkan keyakinan. Apakah anda setuju wahai faqih? Atau anda lebih suka melihat perselisihan di antara para ulama? Imam Malik ra. telah mengingatkan mengenai perselisihan semacam ini dan memberikan nasehat: Setiap kali seseorang berdebat mengenai iman, maka kepercayaannya akan berkurang.”
Sejalan dengan ucapan itu, Al Ghazali berpendapat: Cara tercepat untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah melalui hati, bukan jasad. Bukan berarti hati dalam bentuk fisik yang dapat melihat, mendengar atau merasakan secara gamblang. Melainkan, dengan menyimpan dalam benak, rahasia terdalam dari Allah Yang Maha Agung dan Besar, yang tidak dapat dilihat atau diraba.
Sesungguhnya ahli sunnahlah yang menobatkan syaikh sufi, Imam Al-Ghazali, sebagai Hujjatul Islam, dan tak seorangpun yang menyangkal pandangannya bahkan seorang cendekia secara berlebihan berpendapat bahwa Ihya Ulumuddin nyaris setara dengan Al Quran. Dalam pandangan Ibn Arabi dan Ibn Al Farid, taklif atau kepatuhan beragama laksana ibadah yang mihrab atau sajadahnya menandai aspek bathin, bukan semata-mata ritual lahiriah saja.
Karena apalah arti duduk berdirinya anda dalam sholat sementara hati anda dikuasai selain Allah. Allah memuji hambaNya dalam Al Quran:”(Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam sholatnya”; dan Ia mengutuk dalam firmanNya: “(Yaitu) orang-orang yang lalai dalam sholatnya”. Inilah yang dimaksudkan oleh Ibn Arabi saat mengatakan: “Ibadah bagaikan mihrab bagi hati, yakni aspek bathin, bukan lahirnya”.
Seorang muslim takkan bisa mencapai keyakinan mengenai isi Al Quran, baik dengan ilmu atau pembuktian itu sendiri, hingga ia membersihkan hatinya dari segala yang dapat mengalihkan dan berusaha untuk khusyuk. Dengan demikian Allah akan mencurahkan ilmu ke dalam hatinya, dan dari sana akan muncul semangatnya. Sufi sejati tak mencukupi dirinya dengan meminta sedekah.
Seseorang yang tulus adalah ia yang menyuburkan diri di (hadapan) Allah dengan mematuhiNya. Barangkali yang menyebabkan para ahli fiqih mengecam Ibn Arabi adalah karena kritik beliau terhdap keasyikan mereka dalam berargumentasi dan berdebat seputar masalah iman, hukum kasus-kasus yang terjadi (aktual) dan kasus-kasus yang baru dihipotesakan (dibayangkan padahal belum terjadi).
Ibn Arabi mengkritik demikian karena ia melihat betapa sering hal tersebut dapat mengalihkan mereka dari kejernihan hati. Ia menjuluki mereka sebagai “ahli fiqih basa-basi wanita”. Semoga Allah mengeluarkanmu karena telah menjadi salah satu dari mereka! Pernahkan anda membaca pernyataan Ibn Arabi bahwa: ”Siapa saja yang membangun keyakinannya semata-mata berdasarkan bukti-bukti yang tampak dan argumen deduktif, maka ia membangun keyakinan dengan dasar yang tak bisa diandalkan. Karena ia akan selalu dipengaruhi oleh sangahan-sangahan balik yang konstan. Keyakinan bukan berasal dari alasan logis melainkan tercurah dari lubuk hati.” Adakah pernyataan yang seindah ini?”
IBN TAYMIYAH: “Anda telah berbicara dengan baik, andaikan saja gurumu seperti yang anda katakan, maka ia sangat jauh dari kafir. Tapi menurutku apa yang telah ia ucapkan tidak mendukung pandangan yang telah anda kemukakan.”
*****
pak jefry bukhary.. yg di katakan fachri itu bnar.. bahwa yg meninggal sudah tidak bisa menolong yg hidup.. klo dalil yg mati itu bisa menolong yg hidup, sudah pasti ada hadist dan Alquran.. tp ternyata itu tidak ada..klo tidak ada .. dan di ada2 kan oleh kita.. itu di sebut bid’ah..
dan bid’ah itu tidak bid’ah hasanah.. karena semua bid’ah itu sesat..
bukan saya yg berpendapat.. tp rosul yg bersabda..
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam suatu khutbahnya:
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan sejelek-jelek perkara adalah perkara yang di ada-adakan dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim no 2042 dari Jabir bin Abdullah)
sahih..
kalau saya amati ya… ustaz abufachri itu ngotot menuduh pak abu mengatakan kalau mubahalah itu bid’ah… padahal Pak abu tidak bilang begitu… dan sudah juga dijawab…. tapi eeh ia ulangi lagi tuduhan itu!!!! kok begitu ya orang wahabi itu? ngeyel…. ngotot… sulit paham omongan lawan bicara… ada gangguan komunikasi mungkin?!
saya minta kamu abufachri baca ulang lagi jawsaban Pak abu untuk kamu biar kamu ttidak ngulang-ngulang terus barang basi!!!!
Jangan esmosi gitu dong kang somad efendi!
saya bukan nuduh tapi itu fakta mas bro.
tapi nampaknya mas abu salafy seperti yang ente bilang : ngeyel…. ngotot… sulit paham omongan lawan bicara… ada gangguan komunikasi mungkin?!
saya jawab : mungkin sekali, sebab seringkali abu salafy argumentasinya mutar2 dan ujungnya gak nyambung, kalo istilah medisnya ini tipe gangguan sirkumtansial!!!
memang lidah tdk bertlang… jadi banyak orang asal ngomong aja.. seperti si abu fachri…..
hidup ini sementara bung…. akan ada mahkamah Allah…
saya balikin untuk abu salafy “memang lidah tdk bertlang… jadi banyak orang asal ngomong aja.. seperti si abu fachri…..
hidup ini sementara bung…. akan ada mahkamah Allah…”
memang perkataan anda disertai dalil , tapi pemakaian dalilnya salah.
Ana mau nanya, Salafy wahaby itu Zionis yahudi atau missionaris nasroni brbaju islam?
Salafy wahabi itu harus diperangi atau dibasmi?? Mohon jawabannya
yen ta’ renung2ke kang abu fachri super ngeyel super asbun kentel akhlak wahabinya……….
bosen baca komennya… nggak ada bobotnya…. pak abu ojo diladeni si fachri peang itu!
hai abu fachri bin abu sufyan… ini blog terhormat jangan kaum kotori dengan komentar sampai begituan….
Mantap kang abu fachri…pantesan salafy banyak di terima di kampus kampus top…yang mahasiswanya orang-orang pilihan
Saya selama 32 th adalah seorang sunni yg suka memakai celana diatas mata kaki, alhamdulillah hanya 1 jam saja saya memakai akal pikiran dan nurani anugerah Allah Ta’ala untuk menyikapi peristiwa mangharukan di Padang Karbala yang saya baca baik dari sumber Sunni atau Shi’i, akhirnya saya diteguhkan oleh Allah Ta’ala melalui Istikharoh dan pembuktian nyata dohir maupun batin untuk belajar, memahami dan mengamalkan mazhab ahlul bait tanpa pengaruh dari siapapun. Dari peristiwa Karbala itulah saya harus memilih salah satu pihak : Imam Hussein as yang mengorbankan diri, keluarga beserta pengikuti setia beliau demi kelanggengan Islam atau Pasukan suruhan Yazid bin Muawiyah yang mengorbankan Islam demi kelanggengan kekuasaan. Ya Allah, teguhkanlah raga dan hati kami untuk mencintai dan menta’ati Al Qur’an dan Itrah RosulMu SAAW. Amiiin.
mungkin orang2 Wahabi belum pernah baca hadist berikut, makanya mereka menganggap Nabi Saw sudah wafat sudah tidak bisa memberi manfaat apa-apa lagi bagi yg hidup.
Namun kenyataannya Nabi Saw masih memberikan manfaat meski beliau sudah meninggal, krn beliau masih mendoakan umatnya di alam barzakh
—->
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
حياتي خير لكم ومماتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم , تعرض أعمالكم عليّ فإن وجدت خيرا حمدت الله و إن وجدت شرا استغفرت الله لكم.
“Hidupku lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat kalian. Kalian bercakap-cakap dan mendengarkan percakapan. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah. Namun jika menemukan keburukan aku memohonkan ampunan kepada Allah buat kalian.” (Hadits ini diriwayatkan oelh Al Hafidh Isma’il al Qaadli pada Juz’u al Shalaati ‘ala al Nabiyi Shallalahu alaihi wasallam. Al Haitsami menyebutkannya dalam Majma’u al Zawaaid dan mengkategorikannya sebagai hadits shahih
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
(ما من أحد يمربقبر أخيه المؤمن كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا عَرَفَهُ ورد عليه السلام)
“Tidak seorang pun melewati kuburan saudaranya yang mukmin yang dia kenal selama hidup di dunia, lalu orang yang lewat itu mengucapkan salam untuknya, kecuali dia mengetahuinya dan menjawab salamnya itu.” (Hadis Shahih riwayat Ibnu Abdul Bar dari Ibnu Abbas di dalam kitab Al-Istidzkar dan At-Tamhid).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات فإن كان خيرا استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا)
“Sesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata: “Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.” (HR. Ahmad dalam musnadnya).
——
Begitu juga para kaum kerabat yg telah wafat merek masih memberikan manfaat bagi yg hidup dengan mendoakan yg hidup di alam barzakh…
Kalau Wahabi terus-terusan mengatakan bahwa Nabi Muhammad Saw sudah menjadi mayit lantas tidak ada lagi manfaatnya bagi yg hidup…..saya kuatir mereka akan kualat….
Jadi habib Munzir tidak salah, karena habib Munzir mengetahui hadist2 di atas….
Sedang Wahabiyyun ini yg hafal hadistnya cuma sedikit merasa paling pinter trus menghakimi habib Munzir seolah-olah beliau minta2 sama mayat…
penyakit hati koq dipelihara
satu lagi….sampai detik ini Nabi
Muhammad Saw masih
mendatangi umatnya dan ahlulbait dalam mimpi2 mereka. Apakah itu tidak
memberikan manfaat bagi yg masih hidup??
@MANTAN KHALAF:
Nanti Bro….nunggu muncul Imam Mahdi, krn yg akan diperangi pertama kali Oleh Imam Mahdi adalah Arab.
CANTIK BETUL DONGENGAN MU…..?????KW….KW….KW
TIDAK BACA KAH DIALAOG DIATAS SOAL TENTANG MAYIT!!!!!!!!
hehehe…
seperti halnya kafir qurais yg selalu mempertahankan pembenarannya ketimbang menerima kebenaran,sunah saja sdh berat kok lakuin bidah,mungkin hanya orang2 super saja yg gemar berbuat bidah,..
Akhi Abu Fachri,semoga Allohselalu melindungi antum.
Ana liat tidak ada seorangpun disini yang menentang pendapat antum tanpa berkata kasar terdahap antum. Semoga Alloh mengurangi pahala-pahala mereka dan menambah pahala kepada antum. Amiin.
Benar seperti perkataan Al Akhi Abu Fahcri.. setiap beliau mengutarakan sesuatu.. yg lain membantah dengan dalil atau pemikiran yg ke arah lain..atau cari pendapat lain. Abu Fachri ke utara kalian ke selatan.
Lebih lucunya buat yg ga bisa bantah.. sibuk maki-maki Abu Fahcri…yah jadinya makin keliatan mana yang nggak pinter.
untuk abu fachri…..bagaimana kalau kita adakan diskusi ilmiah tentang
isu-isu yang bersebrangan antara sunni vs wahabi. kami dari sunni menantikan kesediaan anda dari pihak wahabi untuk melakukan dialog yang lebih intelek ketimbang anda membantah secara kasar terhadap tulisan-tulisan Abu Salafy. Diskusi ini mungkin bisa kita lakukan di kampus perguruan tinggi atau dalam forum terbuka yang dihadiri oleh banyak orang. Agar audiens nanti yang menilai mana dalilnya yang lebih kuat, kami atau anda. kalau abu fahri setuju dengan ide kami, silahkan jawab iya sebagai balasan komentarnya. Dan kapan akan dilaksanakan, juga nanti kita tentukan bersama lokasinya.