Sanad [Hadis] Wasiat Berdeba dengan Dalil-dalil Wasiat!

Sanad [Hadis] Wasiat Berdeba dengan Dalil-dalil Wasiat!

Pembacaan Atas Sebagian Dalil Wasiat.

Oleh: Syeikh Hasan Farhan al Maliki

Sumber: http://almaliky.org/news.php?action=view&id=1424

Hasan Farhan

Kami bersaksi bahwa Nabi saw. telah menyampaikan Risalah, melaksanakan amanat dan menjalankan perintah-perintah Allah dengan jelas seperti diperintahkan Allah. Perselisihan para pendahulu-lah yang menyeret terjadinya perselisihan di kalangan generasi pelanjut, dan kami tidak harus bertanggung jawab atas mereka; tidak berkewajiban membela siapapun dan mencarikan uzur untuk seorang pun. Kami -pertama-tama – hanya berkewajiban mengikuti nash, kemudian mengimani nash, petunjuk dan penjelasan dan keterangannya…

Yang saya maksud dengan Sanad-sanad Wasiat dalam artikel sebelumnya adalah sanad-sanad [hadis] yang menyebut redaksi ‘Wasiat’ secara terang, seperti:

.

 هذا وصيي

 علي وصيي

‘Orang ini adalah Washi [pengemban Wasiat] ku’,

‘Ali adalah Washi-ku.’ dll

Adapun yang saya maksud dengan dalil-dalil ‘Wasiat’ [Kepemimpinan] maka ia jauh lebih luas. Bahkan Wasiat itu boleh jadi datang dengan redaksi-redaksi lain yang lebih luas, lebih shahih dan lebih tegas, seperti Hadis Ghadir misalnya. Hadis Ghadir dan Hadis Manzailah itu mutawatir.

Atau hadis:

هو وليكم بعدي

‘Ali adalah Wali kalian setelahku.’

Dan ia adalah hadis yang sahahih sanadnya.

Hadis-hadis seperti itu tidak menyebut redaksi Wasiat secara terang tidak pula terambil dari akar kata tersebut, tetapi ia lebih kuat sanad-sanadnya [ia mutawatir] dan lebih jelas petunjuknya.

.

.

Contoh Kejelasan Petunjuk Hadis Ghadir

Di antara contoh kejelasan petunjuk Hadis Gadir (1), dan khususnya sebagian redaksi dalam hadis itu, seperti:

.

من كنت مولاه فهذا علي مولاه

‘Barang siapa yang aku Maula-nya maka Ali ini adalah Maula-nya.’

setelah sabda:

ألست أولى بكم من أنفسكم؟

‘Bukankah aku lebih utama atas kalian daripada diri kalian sendiri atasnya?’

 

Sabda ini gamblang sekali dan mudah dimengerti jika kamu terbebas dari belenggu pemikiran-pemikiran yang sudah terbangun duluan dan terbebas dari rasa takut menyalahi mazhab. Petunjuk hadis Ghadir atas penunjukan pemimpin umum dan universal lanjutan sepeninggal Nabi saw. sangatlah jelas sekali. Benar-benar penjelasan gamblang! Andai bukan karena [belenggu] mazhab-mazhab dan kegandrungan mencarikan uzur/alasan pembenaran untuk para sahabat yang menyalahinya atau yang tidak mau berpegang teguh dengannya… tentulah hadis ini paling jelasnya nash…

Khayalkan sekarang bahwa hadis yang mutawatir itu disabdakan Nabi untuk Abu Bakar, misalnya Nabi saw. bersabda: ‘Telah dekat masa aku akan dipanggil [Tuhanku] dan aku akan penuhi panggilan itu –di sini Nabi mengabarkan akan dekatnya ajal beliau-, dan sesungguhnya aku telah tinggalkan di tengah-tengah kalian sesuatu yang apabila kalian berpegang teguh dengannya niscaya kalian tidak akan tersesat selamanya; Kitab Allah dan para sahabatku.

Bukankah aku lebih utama atas diri kalian lebih dari para diri kalian sendiri?’

Mereka menjawab: Iya, benar.

Lalu beliau mengangkat tangan Abu Bakar dan bersabda:

من كنت مولاه فهذا أبو بكر مولاه؛ اللهم وال من والاه وعاد من عاداه

‘Barang siapa yang aku Maula-nya maka Abu Bakar juga adalah Maula-nya. Ya Allah bimbinglah orang yang menjadikan Abu Bakar Maula-nya dan musuhi yang memusuhinya.’

Andai hadis itu demikian bunyinya; saya bertanya kepada Anda dengan nama Allah: Tidakkah hadis itu paling jelasnya dalil-dalil Wasiat/Kepemimpinan Abu Bakar?

Hati nuranimu mengatakan: Iya benar. [tetapi] lisanmu enggan [mengakuinya] disebabkan perkara-perkara di luar redaksi hadis itu, bukan karena [redaksi] nash/hadis!

Demikian pula andai beliau bersabda:

أبو بكر مني بمنزلة هارون من موسى إلا أنه لا نبي بعدي

‘[Kedudukan] Abu Bakar di sisiku seperti [kedudukan] Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku.’

.

Tidakah redaksi itu menunjukkan bahwa Nabi saw. hanya mengecualikan kenabian saja, adapun [kedudukan] lainnya maka ia masih tetap?

Hati nuranimu mengatakan: Iya benar. Tetapi lisanmu enggan [mengatakannya].

Jadi, yang mempengaruhi atas dali-dalil itu bukan karena adanya kesamaran pada nash, keshahihannya, tidak pula pada lemahnya penjelasan Nabi saw. dan ketidak-fashihan beliau. Allah telah menugasi beliau untuk menyampaikan dengan jelas, dan tentu beliau telah melaksanakan tugas itu dengan sempurna.

Kami bersaksi bahwa Nabi saw. telah menyampaikan Risalah, melaksanakan amanat dan menjalankan perintah-perintah Allah dengan jelas seperti diperintahkan Allah. Perselisihan para pendahulu-lah yang menyeret terjadinya perselisihan di kalangan generasi pelanjut, dan kami tidak harus bertanggung jawab atas mereka; tidak berkewajiban membela siapapun dan mencarikan uzur untuk seorang pun.

Kami -pertama-tama – hanya berkewajiban mengikuti nash, kemudian mengimani nash, petunjuk dan penjelasan dan keterangannya… Iya, mungkin kita bisa saja mencarikan uzur yang masuk akal –tentu setelah kita mengimani akan kebenaran nash- untuk mereka yang tidak mengimani hadis itu atau menentangnya atau tidak berpegang teguh dengannya.. boleh jadi kita terima atau kita carikan uzur, seperti: kekhawatiran mereka bahwa suku Quraisy akan menentangnya, atau nash itu belum sampai kepada mereka, atau mereka tidak memahaminya demikian, atau samar atas mereka atau mereka bertaubat setelah menentangnya… dll.

Uzur-uzur sangat banyak, bisa saja dikatakan –Allah Maha mengetahuinya- tetapi, harus diakui bahwa ia [mencarikan uzur itu] adalah masalah lain.

Benar, kamu boleh saja mencarikan uzur untuk orang yang menyalahi nash ini, dengan kamu melibatkan bukti-bukti pendukung berupa jihadnya, kebaikannya, infaqnya atau awal islamya.. dll, tetapi setelah kamu mengimani kebenaran nash dan memeliharanya. Yang harus diutamakan adalah nash. Memelihara nash lebih penting dari memelihara person. Allah membebani kamu [tugas mengimani dan memelihara] nash, dan Allah tidak menugasi kamu membela person, sebagaimana Allah tidak menugasimu dengan nash itu agar kamu melebur dalam akidah Syi’ah; tidak Syi’ah Imamiyah, Zaidiyah ataupun Ismailiyah. Boleh jadi mereka telah menambah atau mengurangi atau menisbatkan banyak akidah.

Jangan kamu takut menjadi Syi’ah apabila kamu beriman dengan nash. Nash itu di atas mazhab-mazhab. Kamu hanya harus terikat dengan nash yang kamu imani.

Yaitu kamu bisa saja beriman dengan nash Hadis Ghadir, petunjuknya atas Wasiat/ Kepemimpinan universal tetapi kamu tetap menjadi seorang Sunni, itu jika kamu meresa bersemangat menetapkan nama kemazhaban. Selain itu bukankah hadis Ghadir itu bagian dari Sunnah? Bukankah ia adalah keterangan Nabi yang umum, jelas dan gamblang? bukankah ia Balâghun Mubîn?

Jawabnya: Nabi saw. adalah manusia paling fashih, dan penjelasan Nabi itu sangat jelas sekali. Ia bagian dari Sunnah, bahkan ia adalah inti Sunnah dan yang paling jelas, paling tegas dan paling berkah. Jadi keteledoran bukan dari Nabi saw. dalam menjelaskan, tetapi dari hawa nafsu kita, kerakusan kita, dari taklid buta kita, dan dari takut kita untuk menyalahi doqma yang kita tumbuh besar di atasnya… ini penyebabnya. Dan tidak perlu kita bersikap menentang atas realita ini.

Nash tidak berdosa, jadi jangan persalahkan nash dalam perselisihan itu. Saya berharap, jangan tuduh nash. Dosa itu adalah dosa kita… dosa para pendahulu kita dan para fukaha’ kita dan ciutnya nyali mereka untuk menyalahkan orang yang menyalahi nash..

Tidak mesti kamu menyalahkan siapapun, apalagi mengafirkan atau menfasikkan. Tetapi jangan kamu menuduh nash. Yang dituntut dari kamu adalah imani nash, cintai nash karena ia kelaur dari mulut Nabi-mu dan merupakan wasiat teragung beliau sebelum beliau meninggal dunia… ia adalah amanat [Nabi] Muhammad yang diletakkan di atas lehermu. Dan setelah itu kamu tidak mesti mengafirkan siapapun atau mengecamnya.

Iya, benar, kamu dapat menyalahkan manusia karena mereka meniggalkan dan tidak melaksanakan nash, tetapi kamu tidak berkeharusan untuk mengkhususkan person tertentu. Mungkin di sana ada kondisi rumit yang menekan… atau sesuatu lain. Bukanlah penting mencari-cari uzur/pembenaran sebelum kamu mengimani nash itu…

Teguhkan sikapmu bersama nash, ambil waktumu… jangan sampai rasa takutmu kepada manusia melebihi rasa takutmu atas nash. Rasa takutmu agar jangan sampai nash itu tidak hilang terlantar itu lebih utama daripada rasa takutmu atas terlantarnya umat; umat ini sudah terlantar dan terlantar…

Dan ini bukan satu-satunya wasiat yang diabaikan umat.

Nabi saw. telah berwasiat agar jangan saling berbunuh-bunuhan satu sama lain, lalu peringatan itu dilanggar! Nabi saw. telah memperingatkan aka bahayanya dunia, lalu umat melanggarnya. Nabi saw. telah mewasiatkan banyak hal dan umat mengabaikannya dan tidak konsekuen menjalankannya. Lalu mengapakah isykal/keberatanmu hanya pada hadis Ghadir ketika umat mengabaikannya??

Jangan kamu menipu dirimu sendiri, puluhan wasiat Qur’an dan puluhan wasiat Nabi tidak dijalankan dengan baik, maka tidaklah mengenamu dosa orang yang melanggarnya.. dosa akan mengenamu jika kamu mengingkari, bersikap congkak, fanatik buta dan sesak napas menerima apa yang sebenarnya kamu yakini kebenarannya kemudian kamu tolak… di sini letak bahayanya. Di sini kamu harus waspada.

Kami ulang sekali lagi, yang penting adalah nash, tetaplah kamu berada di sisinya. Teguhkan pikiranmu, bukanlah hal penting pelanggaran orang yang melanggar. Kamu harus konsentrasi dan memfokuskan perhatianmu kepada Sang Penyampai wasiat, yang telah menjelaskan dan menerangkannya.. jangan sekali-kali kamu mengkhianati nash dan juga Penyampai nash… ini yang penting!

Jangan kamu berkata: Tidak… wasiat itu tidak jelas.. jangan kamu berkata bahwa keterangan Rasulullah tidak jelas, bukan balâghun mubîn.. di sini kamu telah melampau batas menentang Rasulullah saw. hanya demi menjaga kehormatan orang yang lebih rendah dari beliau kedudukannya. Menjaga kehormatan Nabi saw. itu lebih utama..

Jangan sekali-kali kamu menuduh Nabi saw. sengaja membuat samar dan kabur perkara ini atasmu. Tidak! Nash [wasiat yang beliau sampaikan] sangat jelas, gamblang, universal dan mutawatir. Petunjuknya pun lugas..

Tinggalkanlah berdebat tanpa arti dan rasa takut menyalahi pandangan umum yang mengelilingimu.. Allah tidak memerintahkanmu untuk selalu mengikuti dan bersejalan dengan oponi umum, tidak juga bersejalan dengan mazhab atau syeikh anu…. Allah hanya membebanimu taklif mengikuti nash, memahami dan beriman kepadanya. Bas, hanya itu.

Jangan kamu berbanyak mengada-ngada isykal [pertanyaan-pertanyaan dengan tujuan lari dari kenyataan]. Perkaranya sederhana. Nashnya gamblang.. katakan saja: Kami beriman kepadanya, dan Maha Benar Allah dan Rasul-Nya.

Setan mempersulit atasmu untuk beriman dengan hal-hal yang sangat gamblang, dan ia membebanimu agar mengimani hal-hal yang sangat samar/mutasyâbihât. Setan akan membuat heboh ketika kamu hendak beriman dengan hal-hal yang jelas, jangan kamu taati dia, sujud dan mendekatlah kepada Allah [dengan melawan bisikan setan], dan setelah itu biarlah terjadi apa yang akan terjadi…

Kamu tidak akan dimintai pertanggung-jawaban atas sikap orang lain, perelisihan mereka, mazhab-mazhab dan takwil-takwil mereka… dll kamu hanya akan bertanggung jawab atas dirimu sendiri. Kamu selalu diuji dan dicoba. Maka bersiap-siaplah untuk meraih kesuksesan dalam ujian itu.

Kita tidak belajar tunduk kepada nash; kita hanya belajar tunduk kepada person… kepada mazhab… kepada politik dll sementara nash jauh lebih agung dari itu semua..

Lawan dan baliklah apa yang dimaukan setan darimu. Agungkan apayang diremehkan setan di matamu, dan remehkan apa yang diagungkan setan di hadapan matamu… jangan takut setan, juga manusia. Allah lebih berhak kamu takuti.

Ini semua untuk orang yang mengimani nash dan petunjuknya. Adapun orang yang tidak mengimaninya maka kamu tidak bisa memaksanya; tetapi hendaknya ia perhatikan! Ia harus mencurahkan segenap upayanya, karena Allah akan memintainya pertanggung-jawaban atas kemampuannya [untuk menemukan kebenaran]. Dan Allah tidak membebani manusia kecuali sekuat kemampuannya.

Pertanyaannya di sini:

Apakah kamu telah mencurahkan segenap usahamu? Siapkan jawaban untuk itu. Tidak untuk menjawab aku atau selainku. Siapkan jawaban untuk [menjawab pertanyaan] Allah. Hanya Allah. Wassalam.

________________

(1). Hadis Ghadir ini banyak di shahikan oleh para ulama suni, termasuk ahli hadis kondang andalan kaum salafy Syekh Al Albani dalam bukunya Silsilah al Akhadits ash Shahihah 4/330, penjelesan Syekh al Albani tentang hadis ini bisa dilihat disini: http://islamport.com/d/1/alb/1/19/140.html (Abu Salafy)

4 Tanggapan

  1. sip artikelnya kang abu

  2. Hadits Ghadir akan tetap up to date untuk dibicarakan terutama di madzhab Syiah. Bagi yg gerah dgn Hadits ini perlu dipertanyakan ada apa dgn mu. Dulu tak tahu apa itu hadits Tsaqalain atau hadits Ghadir, Hadits Manzilah dll. Klu pun pernah baca perasaannya biasa2 sj, shahabat2 lain juga tinggi derajatnya, Jadi posisi imam Ali tak begitu istimewa pikirku di masa lalu.
    Kesanku skrg bahwa cahaya Ahlu Bait as mulai terang memancar menerangi hati dgn pesonanya yang indah meskipun orang2 munafik membencinya. Pertanyaannya bagaimana kita manyambutnya………?.

  3. Jadi yang namanya manusia tidak mudah, selalu diberi oleh Allah pilihan² yang “sulit”

  4. Petunjuk Allah tidak datang kepada orang yang tidak ingin meraih petunjuk itu, walau kebenaran berputar-putar di depan matanya, hanya berkata “belum datang petunjuk itu, !!?? tidak sulit mencari kebenaran itu jika hati yang ikhlas ingin mengetahuinya sebab Allah SWT mengetahui isi hati yang cenderung kepada kebenaran, Dia akan memudahkannya, begitu pula hati yang cenderung kepada kesesatan karena nafsu yang dijadikan Tuhan, Allah akan membiarkan hatinya dimainkan oleh nafsu dan syetan, semoga kita selamat dari perangkap nafsu dan syetan dalam mencari kebenaran itu. Perhatikan ayat ini

    Firman Allah, “Mereka yang telah mendengar berbagai pendapat lalu ikut mana yang terbaik darinya, maka mereka adalah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka adalah Ulul Albab (orang yang berpikir).”

Tinggalkan komentar