Mana Yang Lebih Terang Petunjuknya Atas Wasiat: Ini Adalah Khalifahmu Setelahku? Atau: Sebagaimana Aku Lebih Berhak Atas Dirimu, Maka Orang Ini Juga Lebih Berhak atas Dirimu?
Oleh: Syeikh Hasan bin Farhan al Maliky
Sumber: http://almaliky.org/news.php?action=view&id=1425
Pengacauan setan itu bersifat umum, ia mendorong penganut Ahlusunnah agar meninggalkan nash yang jelas dan gamblang. Ia mendorong Syiah agar menambah-nambah dan menyajikan hadis-hadis yang tidak relevan, baik ia dha’if ataupun palsu.
Pada hadis-hadis yang shahih sudah cukup, tetapi setan menginginkan agar si Muslim hilang dalam kesia-siaan, siapapun dia. Yang ini hilang/tenggelam dalam pengingkaran dan fanatisme, dan yang itu hilang dalam menetapkan dan berlebih-lebihan!
Mana Yang Lebih Terang Petunjuknya Atas Wasiat: Ini Adalah Khalifahmu Setelahku? Atau: Sebagaimana Aku Lebih Berhak Atas dirimu, Maka Orang Ini Juga Lebih Berhak atas Dirimu?
Tidak diragukan lagi bahwa redaksi kedua lebih jelas dan tegas petunjuknya. Kata Khalifah atau Sultan atau Amir atau Raja tidak berkonotasi lebih utama atas diriku daripada diriku sendiri. Nash kedua khusus untuk Rasulullah saw. saja sesuai dengan firman Allah:
النبي أولى بالمؤمنين من أنفسهم
‘Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri.’ (QS. Al Ahzab;6)
Dan apabila Allah menetapkan kedudukan ini untuk selain Nabi Muhammad saw. –dengan dikecualikan kedudukan kenabian- maka redaksi ini jauh lebih lugas, secara pasti ia mencakup kekhalifahan politis. Dan tidaklah kekhalifahan politis itu melainkan cabang sederhana dari kedudukan ini: Keutamaan kenabian [dalam mengurus] umat.
Seorang Khalifah –baik Penguasa, Raja atau Khalifah- betapapun agungnya dia tidaklah lebih berhak/utama atas diriku melebihi diriku sendiri. Adapun Nabi maka benar adanya demikian. Beliau lebih utama atas diriku, ayahku, ibuku dan semua orang.[1]
Jika kita menghargai petunjuk lafadz/redaksi niscaya kita akan mengetahui bahwa sabda Nabi saw.:
.
من كنت مولاه فهذا مولاه
‘Barang siapa yang aku Maula-nya/lebih utama atasnya maka dia [Ali] juga lebih utama atasnya.’
.
ini lebih kuat dan lebih mencakup serta lebih dalam dan jelas dari sekedar ucapan:
هذا يحكمكم بعدي
‘Dia adalah yang akan memimpinmu sepeninggalku.’
Sebab kepemimpinan, kesultanan/kekuasaan, kekhalifahan administratif tidak memiliki kedahsyatan kedudukan Syar’i seperti kedudukan itu. Boleh jadi yang memimpinmu adalah seorang pemimpin yang shaleh dan bisa saja ia pemimpin yang jahat. Tetapi yang redaksi kedua yaitu: ‘Lebih Utama/Lebih Berhak’ lebih kuat petunjuknya. Allah dan Rasul-Nya tidak akan menjadikan sembarang orang berkedudukan ‘Lebih utama/Lebih Berhak atasmu’, tidak seorang Khalifah, Raja, atau Amir. Yang mereka jalankan itu hanya sekedar tugas-tugas keduniaan, tidak terlalu penting dalam Syari’at. Allah telah mengutus Thalut sebagai Raja padahal saat ada seorang Nabi. Ia tidak akan lebih berhak/lebih utama atas dirimu daripada dirimu sendiri kecuali seorang Nabi atau seorang Washi/pengemban Wasiat kenabian.
Kamu tidak akan tau betapa sulitnya kaum Quraisy untuk beriman sehingga kamu tau betapa sulitnya kita –Ahlu Sunnah- beriman kepada Hadis Ghadir! Kita mampu mengungkap bahwa ternyata beriman itu sangat sulit, tidak seperti yang kita kira.
Berusahalah untuk memahami kekafiran kaum kafir Quraisy; mereka telah kafir kepada sesuatu yang lebih sulit atas hati dan kepentingan-kepentingan mereka. Kita hanya dituntut agar beriman kepada sesuatu yang ringan dibanding apa yang dituntut dari mereka. Perubahan sedikit dan relatif itu lebih ringan daripada perubahan besar yang dituntut dari mereka, tetapi ternyata kita tidak mampu!
Sesunggunya ini adalah ujian yang nyata! Saya tidak berbicara tentang orang yang tidak mengetahui dan tidak memiliki keyakinan, insya-Allah ia dimaafkan, tetapi saya berbicara tentang orang yang saya kenal ia mengetahui dengan yakin tentang keshahihan hadis dan petunjuknya.
Ya Allah belas-kasihanilah kami, kuatkan iman kami, dan ringankan atas kami tekanan manusia serta agungkan di dalam hati kami Dzat-Mu.
Saya mengetahui bahwa banyak dalil-dalil yang menentang dalil-dalil shahih, tetapi begitu kamu mengkaji dan mengujinya satu persatu, maka dalil-dalil penentang itu berguguran. Tempat ini sulit. Dan saya memaklumi setiap penentang. Saya tinggal bertahun-tahun mengkompromikan dua dalil yang saling kotradiktif, sampai-sampai saya menemukan keterangan gamblang yang mutawatir ditentang oleh keterangan palsu, yang terang ditentang dengan yang tidak terang, yang rasional ditentang dengan yang tidak rasional, dan tujuan Ilahi dari ujian ditentang dengan klaim bahwa itu adalah kerajaan, dan Nabi datang dengan membawa agama baru untuk keluarga dan keturunannya .. dll
Pengacauan setan itu bersifat umum, ia mendorong penganut Ahlussunnah agar meninggalkan nash yang jelas dan gamblang. Ia mendorong Syiah agar menambah-nambah dan menyajikan hadis-hadis yang tidak relevan, baik ia dha’if atau palsu.
Pada hadis-hadis yang shahih sudah cukup, tetapi setan menginginkan agar si Muslim hilang dalam kesia-siaan, siapapun dia. Yang ini hilang/tenggelam dalam pengingkaran dan fanatisme, dan yang itu hilang dalam menetapkan dan berlebih-lebihan!
Tentu, sangatlah mudah untuk mengatakan: Ambillah riwayat yang shahih dan jelas petunjuknya, dan tinggalkan yang dzanni/masih belum pasti shahihnya dan tidak jelas petunjuknya. Tetapi hal ini sulit dan tidak mudah dilakukan, sebab yang dzanni/belum pasti shahihnya bisa saja ia menjadi mutawatir di kalangan suatu kaum, dan yang pasti/yaqîni menjadi terabaikan di kalangan kaum lain…
Kita telah digilas oleh setan, seperti seokor sapi menginjak-injak, dan saya tidak melihat ada jalan keluar. Perkaranya telah dikokohkan sejak masa silam!
Setan memperumit masalah di jalan hidayah menuju Allah, sehingga seorang Muslim tidak dapat mengerti kasus parsial agama kecuali dengan memahami total agama… berupa Sunnah-sunnah/ketetapan Allah, proyek setan, pola pikir kemunafikan, pendidikan nurani, mengesploitasi nikmat, ketaqwaan dll.
Masalahnya tidak lagi sederhana seperti ketika dipandang dengan mata telanjang, maka apabila para saksi mata teledor dan merahasiakan serta menakwil.. maka kami menjadi korban mereka.
Kasian kita ini, kita datang ketika perkara-perkara telah bercampur aduk, dan mengenali kebenaran murni hampir-hampir mustahil bagi kebanyakan orang, baik Sunni maupun Syiah kecuali orang yang diberi bantuan Allah.
Pemikiran Atau Mazhab?
Di hadapanmu ada kesulitan yang sangat untuk meyakinkan orang lain tentang sebuah perkara, yaitu kamu sedang memaparkan sebuah pemikiran bukan sebuah mazhab, tetapi tidak bisa dipaparkan kecuali bercampur dengan mazhab, walaupun boleh jadi kamu setuju dalam menentang pemikiran-pemikiran mazhab tertentu, tetapi secara kebetulan kamu menemukan dalam warisan intelektualmu sebuah pemikiran di mana mazhab lawanmu benar dalam masalah itu. Di sini kamu tidak punya kebebasan untuk berkata: Hai rekan-rekan, dalam pemikiran ini mereka [mazhab lawan] benar. Kamu tidak diizinkan mendiskusikan sebuah pemikiran dengan obyektif, pasti akan dikaitkan dengan mazhab…
Yakni, kamu harus menyesuai mazhabmu dalam segala sesuatu, jika tidak maka kamu dari golongan lain… inilah fitnah mazhabiyah, kamu berubah dari penyembah Allah menjadi penyembah mazhab.
Sebagian dari mereka berkata kepadamu: Tetapi pemikiran ini termasuk ciri khas akidah mereka..
Jawabnya: Nash itu khusus untuk pemiliknya, bukan untuk mereka atau selainnya. Kalianlah yang menjadikan nash itu milik mereka [mazhab lawan] dan nash ini milik kita. Tidak! Seluruh nash Syari’at adalah milik Allah, Rasul-Nya. Bukan milik Syiah atau milik Sunni.
Di sini kita berselisih.
Anehnya, mereka sendiri berkata: Kami bersama dalil kemanapun ia berputar kami berputar bersamanya, kami tidak bertaklid dan tidak mengikat diri dengan pendapat mazhab dalam menghadapi nash. Kami percaya dengan kebebasan, khususnya kebebasan dalam bingkai nash…
Mereka tidak mengingkari orang yang menghalalkan riba dan darah-darah serta dosa-dosa yang mencelakakan seperti mereka mengingkari orang yang berpegang teguh dengan nash, dan mereka tidak membatalkan yang batil seperti mereka membatalkan yang hak.
________________
[1] Tentang ayat di atas, Imam ath Thabari berkata menafsirkan:
يقول تعالى ذكره: (النَّبيُّ) محمد (أوْلَى بِالمُؤْمِنِينَ) يقول: أحق بالمؤمنين به (مِنْ أنْفُسِهِمْ)، أن يحكم فيهم بما يشاء من حكم، فيجوز ذلك عليهم.
Allah –Ta’ala- berfirman: ‘Nabi’ Muhammad ‘itu lebih utama bagi orang-orang Mukmin.’ Ia berkata, ‘Lebih berhak atas diri-diri kaum Mukminin ‘daripada diri mereka sendiri.’ Beliau menetapkan keputusan apapun atas mereka sesuai yang beliau kehendaki, maka keputusan itu berlaku. [http://quran.ksu.edu.sa/tafseer/tabary/sura33-aya6.html] (Abu Salafy)
Filed under: Akidah, Hasan Farhan Al Maliky, Kajian Mazhab, Manhaj, Nawashib |
Memang benar ….Kebenaran itu sulit !!?? Kata Imam Ali as. dalam Nahjul Balaghah: “Katakan Kebenaran itu meskipun untuk dirimu sendiri, Katakan kebenaran itu walaupun pahit juga kata beliau kebenaran tidak dilihat dari orang yang berbuat baik, tapi kenalilah kebenaran itu agar anda tahu siapa yang benar dan yang salah.
Adalah benar kebenaran hanya milik Allah SWT., namun harus diakui suka atau tidak suka bahwa kebenaran itu ada dipihak Imam Ali as (hadits Nabi saw) tidak peduli apakah dia berdiri sendiri atau banyak orang bersamanya, beliaulah acuan pihak yang benar atau salah, yang beriman atau munafik, dialah pintu kota ilmu Nabi, beliaulah dan keturunannya sebagai pendamping Al Quran (hadits Tsaqalain)
Jadi ikutilah kebenaran itu meski selama ini kita meragukannya bahkan memusuhi orang yang mengukutinya dikarenakan kejahilan sendiri.
Sadar atau tidak bahwa pahaman umum dari ahl sunnah tentang pentingnya keimanan yang disertai amal kepada imam Ali dan keturunannya para Imam as.(ahl bait) sebagai pemegang wasiat Nabi dan penerus kenabian tidaklah menjadikan mereka sebagai penuntun dalam beragama dalam segala sisi, bahkan menganggap mereka (ahl Bait) sama saja dengan sahabat2 yang lain meski telah disabdakan Nabi SAW “kami Ahl Bait tidak boleh seorangpun di bandingkan dengan kami”
Tidak memuliakan mereka sebagaimana mestinya disebabkan pahaman yang terkesan malu2 atau canggung menyebut keutamaan mereka, mungkin karena tidak mengenalnya dan bisa juga sengaja direndahkan agar kliatan sama dengan sahabat lain, semuanya patut dijadikan teladan dan dibanggakan…begitu katanya..!! itulah karena sistem pembelajaran dalam sunni yang sudah baku dari masa kemasa seakan tdak ada lagi yang perlu dirobah bahwa kita harus patuh dan hormat kepada setiap sahabat dan tutup mulut dengan apa yang terjadi diantara mereka, bahwa sunni harus berdiri ditengah2 tidak boleh memihak tentang perselisihan sahabat, sehingga tenggelamlah sudah kebenaran itu dimata orang awam yang tidak tahu mau ikut siapa,
Karena kebenaran Nash Imam Ali telah disembunyikan atau ditutup-tutupi oleh sebagian para pendakwah dan para ulama sunni atau mungkin mereka tidak mengerti juga,maksudnya maka terjadilah sesat menyesatkan.Timbullah kegoncangan keimanan, disatu sisi mesti ikut ijma ulama tentang kebenaran ahli Saqifah dan para sahabat disisi lain kesahihan Nas tentang Imam Ali sulit di redam.
Dalam hal ini sulit kiranya bahkan tidak mungkin setelah berbagai nash yang sahih malah mutawatir begitu jelas dan gamblang tentang imam Ali dan ahl bait sebagai penerus dan penjaga risalah kenabian dari berbagai makar kaum jahiliyah,.. sebagian orang masih ngotot berdiri dalam barisan sunni (yang dasar keimanannya tidak mengikut Ahl Bait), dalam artian bahwa keyakinannya dalam beragama (fiqih dll) tetap seperti biasa (perspektif sunni) sambil mengakui nash keutamaan beliau as. Ini yang dinamakan mencampur adukkan yang Haq dan Bathil. Padahal Allah telah berfirman:
” Masuklah kalian kedalam Islam (Agama Nabi SAW. dan Ahl baitnya) secara kaffah” bukan sepotong-sepotong sebagian amalannya diambil dari imam lain sebagian dari kejahilannya dan sebagian dari Ahl bait, mungkin ini yang dinamakan islam gado-gado.
Dalam kajian penemuan syeikh bin farhan diatas terhadap salah satu hadits yang mutawatir tentang wasiat Nabi Saw. mengenai Haq Imam Ali as. sebagai penerus riasalah kenabian (kekhalifahan) kiranya tidak hanya dipandang sebagai nash yang mesti diimani saja. Namun lebih daripada itu sebaimana nash-nash yang lain kita dituntut dan diwajibkan mengamalkannya, menjadikan beliau acuan penuntun dalam segala hal dalam beragama pasca kewafatan nabi hingga kiamat.
Kita dituntut membersihkan diri dari selain mereka (Ahl bait as.) yang dapat menggelincirkan manusia kelembah kesesatan, sebab Nabi Saw. sudah menjamin dalam hadits Tsaqalain (Al quran dan ahl bait) sebagai penjaga dari kesesatan bahkan beliau mengingatkan umat sampai berucap tiga kali tentang Ahl bait diakhir sabdanya, Betapa pentingnya Ahl Bat bagi umat sehingga tidak diakui kesempurnaan islam seseorang bila mengabaikan mereka karena merekalah wasiat nabi yang ditinggalkan dan diwajibkan bagi umat untuk mencintai jga memelihara mereka sebagaimana kewajiban kita terhadap Al Quran.
Keimanan seseorang terhadap Ahl bait sejajar dengan keimanan kepada Al Quran, kenabian, hari kiamat, dan setelah keimanan kepada Allah tentunya. Bukti dari kenyataan diatas adalah banyak ayat dalam alquran menjelaskan tentang hak mereka, misalnya ayat Wilayah, ayat tathir, ayat mawaddah, ayat muhabalah, ayat shalawat dll. dengan ini tiada jalan lain untuk sanggahan orang-orang keras kepala dan fanatik buta terhadap kedudukan mereka (ahl bait) kecuali kita menginginkan jalan bengkok atau kesesatan dan berpaling dari jalan lurus setelah petunjuk datang.
Renungan …!! Mengapa dan ada hal apa dalam bershalawat kepada nabi wajib mengikut sertakan keluarganya (ahl bait secara khusus) jika tidak shalawatnya batal atau terputus …!! kenapa tidak ikut para sahabatnya jika mereka patut diikuti dan dicintai!!!? sanggahlah itu wahai orang yang berakal..!!!???
wallahu a’lam
Klu sudah mengakui kedudukan imam Ali r.a dgn dalil yang shohih seperti hadits Manzilah, Ghadir dan Tsaqalain, apa berarti kita harus ikut madzhab Syiah?. Klu begitu Syiah yang mana ya?. Soalnya di Syiah sendiri ada beberapa cabangnya seperti Jakfari/Itsna Asyari. Zaidiyah dan Isma’iliyah dll. Walaupun mereka sepakat ttg Ahlul Bait yang sperti mana di ayat Tathhir (selain yang itu masih diperselisihkan antar mereka). Antar kelompok mengklaim yg paling orsinil dgn yang hak. Seperti di Sunnah juga begitu, ada As’ary, ada Salafy (orang menyebut dgn Wahhabi). Tidak kalah sangarnya soal sesat menyesatkan. Yang adem ayem cuma Ibadhiyah di Oman sono, walaupun katanya turunan khawarij tapi tak obral fatwa takfir dan negaranya tak mau ambil pusing dgn tetangganya yang bam bim bom saling adu kekuatan.
Menurut mas Thom bagaimana ini?.
Kalau ditanya soal pendapat ianya tidak bisa dijadikan acuan kecuali dengan dasar hujjah yang jelas namun saya tidak bisa menyebut salah satu partai atau golongan dalam islam tapi petunjuk tetap ada.
Salah satu nash yang tidak bisa disangkal adalah hadits “12
Pemimpin/ khalifah/imam” karena ianya sahih. Carilah dengan akal dan hati yang merdeka tanpa embel-embel semata karena Allah saja.
Kebenaran pasti akan ditemukan dan menang, tidak peduli sekarang atau nanti karena itu janji Allah.
@tim Tom
Ahli kitab terpecah jadi beberapa golongan, Islam juga sama. Masih adakah jalan yang lurus itu, yaitu jalan yang Engkau ridhoi, bukan jalan yang sesat. Apakah itu dan yang mana? Aduuh ane pusiiiiing. Wuuuz, mending jalan lagi nyari pokémon aaaah.
@ Tim Tom …Kalau anda sedikit saja baca sejarah yang ditulis para ulama kedua mazhab (sunnah – syiah) tentang munculnya beragam aliran/mazhab ditambah hadits2 yang disepakati kesahihannya tentang Imam Ali dan ahl baitnya, akan jelas bagi anda ke partai mana perginya kebenaran itu.
Satu hal yang tidak bisa dipungkiri oleh semua muslim dengan adanya hadits Nabi SAWW. tentang 12 Imam/Khalifah/pemimpin. seperti pintu pengampunan bani israil at 12 mata air dari dalam batu dalam Al-Quran. (semuanya dari Qurays riwayat lain dari bani Hasyim,) Bahkan dalam riwayat sahabat Jabir bin Abdullah (semoga Allah memuliakannya) – yang umurnya paling panjang dari seluruh sahabat nabi sampai kepada zamannya Imam Baqir atau Imam Ja’far, yang mana Rasulullah menyampaikan salamnya kepada Beliau as. lewat Jabir, – telah menyebutkan seluruh nama para imam Ahl bait yang dimulai Imam Ali as. lalu Imam hasan as.kemudian Imam Husain (hadits dua Pemimpin Pemuda Syurga) lalu setelahnya 9 Imam dari Al HUSAIN yang terakhir Imam Al Mahdi bin Imam Al Asyakri. Riwayat ini dalam kitab sunni diantaranya Yanabi’ al-Mawaddah bab 95 Al-Qunduzi al-Hanafi }
Dalam perspektif sunni hadits 12 imam/khalifah para ulama tidak mempunyai gambaran jelas tentang siapa 12 orang yang dimaksud Nabi atau mungkin memberi tafsiran lain walaupun terdapat riwayat-riwayat yang merujuk kepada Ahl bait. Barangkali menurut mereka bila fakta diungkapkan akan mengancam keselamatan mazhabnya seperti penolakan mereka terhadap Hadits “Gadir Khum” tentang pengangkatan Imam Ali.