Hadis-hadis Kaum Nashiibi yang Dishahihkan oleh Ahli Hadis [Bagian Ketiga]
Sumber: http://almaliky.org/subject.php?id=1684
Oleh: Syeikh Hasan bin Farhan al Maliky
.
Bagi pembaca yang belum mengikuti kajian sebelumnya silahkan klik disini untuk kajian pertama dan disini kajian yang kedua
(Dan saat saya menyebut syiah dalam pembahasan ini, yang saya maksudkan adalah para pecinta ahlul bait bukan syiah imamiyah maupun syiah zaidiyah -Syekh Hasan bin Farhan al Maliky-)
Pada bagian ini saya akan membahas dua atau tiga hadis; topik ini sulit, untuk menghimpun kejahilan (ketidak tahuan) dan kesamaran ilmu, maka anda tidak akan mengetahui apakah ia panjang atau singkat.
Hadis ketiga:
Hadis dari Ibn Umar; yang akan saya sebutkan beserta sanad dan matannya, matannya bersambung dengan orang-orang nashibi, akan tetapi beberapa ahli hadis menshahihkannya – seperti Al-Albani dan lainnya – karena mereka tidak awas terhadap kaum nawashib.
Hadis ini ada dalam Sunan Abu Daud (94/4):
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عُثْمَانَ بْنِ سَعِيدٍ الْحِمْصِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَالِمٍ، حَدَّثَنِي الْعَلَاءُ بْنُ عُتْبَةَ، عَنْ عُمَيْرِ بْنِ هَانِئٍ الْعَنْسِيِّ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ، يَقُولُ: كُنَّا قُعُودًا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ، فَذَكَرَ الْفِتَنَ فَأَكْثَرَ فِي ذِكْرِهَا حَتَّى ذَكَرَ فِتْنَةَ الْأَحْلَاسِ، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا فِتْنَةُ الْأَحْلَاسِ؟ قَالَ: ” هِيَ هَرَبٌ وَحَرْبٌ، ثُمَّ فِتْنَةُ السَّرَّاءِ، دَخَنُهَا مِنْ تَحْتِ قَدَمَيْ رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يَزْعُمُ أَنَّهُ مِنِّي، وَلَيْسَ مِنِّي، وإنَّمَا أَوْلِيَائِي الْمُتَّقُونَ! ثُمَّ يَصْطَلِحُ النَّاسُ عَلَى رَجُلٍ كَوَرِكٍ عَلَى ضِلَعٍ، ثُمَّ فِتْنَةُ الدُّهَيْمَاءِ، لَا تَدَعُ أَحَدًا مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ إِلَّا لَطَمَتْهُ لَطْمَةً، فَإِذَا قِيلَ: انْقَضَتْ، تَمَادَتْ يُصْبِحُ الرَّجُلُ فِيهَا مُؤْمِنًا، وَيُمْسِي كَافِرًا، حَتَّى يَصِيرَ النَّاسُ إِلَى فُسْطَاطَيْنِ، فُسْطَاطِ إِيمَانٍ لَا نِفَاقَ فِيهِ وَفُسْطَاطِ نِفَاقٍ لَا إِيمَانَ فِيهِ، فَإِذَا كَانَ ذَاكُمْ فَانْتَظِرُوا الدَّجَّالَ، مِنْ يَوْمِهِ، أَوْ مِنْ غَدِهِ ” اهـ
Telah bercerita kepada kami Yahya bin Usman bin Sa’id Al-Himshi, telah bercerita kepada kami Abu Al-Mughirah, telah bercerita kepadaku Abdullah bin Salim, telah bercerita kepadaku Al-‘Ala’ bin Utbah, dari Umair bin Hani’ Al-‘Ansi, ia berkata: Aku mendengar Abdullah bin Umar berkata: Saat itu kami sedang duduk bersama Rasulullah, kemudian beliau menyebutkan fitnah-fitnah dan beliau terus menyebutkan banyak tentangnya hingga beliau menyebutkan tentang fitnah Al-Akhlas, lalu seseorang berkata: Wahai Rasulullah apakah fitnah Al-Akhlas itu? Beliau menjawab: Ia adalah peperangan dan pelarian diri, kemudian fitnah “As-Sarra” yang muncul dari bawah kedua kaki seorang laki-laki dari Ahlul Baitku yang mengaku bahwa ia dariku, padahal ia bukanlah dariku, sesungguhnya waliku hanyalah orang-orang yang bertaqwa!Kemudian manusia mengumpamakan orang laki-laki ini seperti “pinggul yang berada diatas tulang rusuk” , kemudian fitnah Ad-Duhaima’, fitnah ini tidak akan membiarkan seorang pun dari umat ini kecuali ia memberikannya tamparan, jika ada yang mengatakan: Fitnah ini telah selesai, ia akan terus berlanjut dan di dalamnya seseorang akan menjadi mukmin di pagi harinya dan menjadi kafir di sore harinya, hingga manusia berada di dua kelompok, yakni kelompok yg di dalamnya hanya Ada keimanan tidak Ada kemunafikan, Dan kelompok yang di dalamnya hanya Ada kemunafikan Tanpa keimanan, jika kalian ada dalam situasi seperti itu maka tunggulah datangnya dajjal pada hari itu juga atau keesokan harinya”.
.
Dan begitulah arah pembicaraan hadis tersebut, ia berbicara tentang seorang laki-laki dari Ahlul Bait Nabi saw. (Dia mengaku bahwa dia adalah dariku padahal dia bukan dariku) dan (sesungguhnya waliku hanyalah orang-orang yang bertaqwa); seperti para spesialis dari “Fiah Al-Baghiyah”, dan bukan seperti Ali bin Abi Thalib! (istilah “Fiah al-Baghiyah” ini merujuk hadis Nabi saw yang mutawatir, yang dimaksud adalah kelompok pimpinan Muawiyah bin Abu sufyan yang disebut oleh Nabi saw adalah kelompok yang mengajak orang ke neraka _red [1])
Hadis ini bersambung dengan orang-orang nashibi, ia menjadikan Imam Ali sebagai target dan berasal dari golongan yang sama -yaitu orang-orang- yang melaknat Imam Ali, namun ahli hadis tidak memperhatikannya (tidak awas dengan orang-orang nashibi/pembenci keluarga nabi).
Terdapat desakan yang mengherankan dari para nashibi dari Syam dan Himsh (pusat kaum nashibi jaman itu) serta orang-orang dari Fiah Al-Baghiyah serta para pengajak kepada api neraka; mereka bersikeras bahwa Ahlul Bait bukanlah termasuk dalam golongan orang-orang-orang bertaqwa, dan bahwa nabi saw. berlepas diri dari mereka! Dan yang lebih aneh lagi adalah bahwa para perawi nashibi ini tidak memahami tentang ketaqwaan kecuali lafadznya saja, sebagaimana para pengikut mereka sekarang, mereka berlebihan dalam agama dan meneriakkan kata-kata dengan mengadopsi syariat setan, dan walaupun kita tidak berlaku zalim dengan menyamaratakan mereka, kami mencatat bahwa sebagian ahli hadis – seperti Ibnu Abi Hatim – mendha’ifkan hadis ini; bahkan ia menyatakannya sebagai hadis palsu, diikuti oleh Syekh Muqbil Al-Wadi’i dalam kitabnya (Ahadits Dzahiruha Shihhah); namun penyebab pendha’ifan mereka terhadap hadis ini – atau menyebutnya sebagai hadis palsu – bukanlah karena di dalamnya ada celaan/cacian terhadap Imam Ali -baik karena makar ataupun sindiran – tapi hanya karena tidak adanya bukti bahwa Al-‘Ansi telah mendengar dari Ibnu Umar.
Dengan artian bahwa ahli hadis – sayangnya – tidak meninjau/mengawasi matan hadis jika bersumber dari orang-orang nashibi, yang didalamnya terdapat dusta/anti terhadap ahlul bait/keluarga nabi saw., tetapi mereka meninjau/mengawasi matan hadis yang bersumber dari orang-orang syiah yang jujur yang di dalamnya terdapat celaan terhadap Bani Umayyah.
Ini adalah bencana yang sangat besar, Yang di atasnya telah terhimpun menjadi budaya, dan sulit untuk memperbaikinya sekarang.
Tidak akan pernah mengikuti apa yang anda ucapkan kecuali sedikit saja, karena setan telah mengukuhkan budaya ini dan selesailah perkara ini.
Kami tekankan sekali lagi; andaikan ia terbukti dari Ibnu Umar, Amr bin Ash dan Mu’adz, maka ketiganya tidak bisa sampai pada posisi kemulian Ali bahkan setengahnya; saya katakan andaikan; namun kita hanya mendapatkan rangkaian orang-orang-orang nashibi dalam sanadnya. Terkadang para ahli hadis memberikan alasan sampai batas tertentu; karena mereka mendapati atmosfer kebudayaan yang begini; yakni mereka tidak menempatkan atmosfer ini kecuali untuk mengkritisi hadis-hadis dari orang-orang yang mencintai Ali; dan tidak pada orang-orang yang membencinya! Dan ini berhubungan dengan kitab “Marasim Muawiyah Al-Arba’ah”, maka sebaiknya anda membacanya.
(Untuk membaca atau mendowload kitab Syekh Hasan bin Farhan al Maliky “Marasim Muawiyah al-Arba’ah” pdf- silahkan download disini:
https://abusalafy.files.wordpress.com/2014/07/marasim-muawiyah.pdf )
Dan mungkin juga berhubungan dengan khilafah-khilafah sebelumnya, wallahu a’lam. Akan tetapi marasim (dekrit/keputusan-keputusan Muawiyah) tersebut sangat berpengaruh terhadap kebudayaan yang ada, sementara yang meriwayatkan dari Ibnu Umar, yakni Umair bin Hani’ Al-‘Ansi; telah meriwayatkan hadis secara mursal, namun Abu Daud dan selainnya melihatnya sebagai hadis yang marfu’, Umair adalah seorang nashibi dan buruh/pegawai Al-Hajjaj (bin yusuf, seorang yang terkenal kedholiman dan kenashibiannya _red), sebelumnya ia adalah kurir Abdul Malik bin Marwan kepada Al-Hajjaj saat ia meletakkan “manjaniq” (pelontar api, senjata zaman dulu _red) di atas Ka’bah lalu menghancurkannya, namun kenashibiannya sangat ringan, dahulu ia bersama Yazid melawan Al-Walid kemudian terbunuh, orang-orang nashibi dari Syam yang kenashibiannya lebih kuat membencinya, seperti Said bin Abdul Aziz dan Ibnu Abu Huwairi dan selainnya, hadis-hadis mereka memenuhi beberapa kitab!
Sementara Umair bin Hani’ adalah seperti orang-orang nashibi lainnya, yang tidak akan pernah bisa anda mengerti, ia waspada terhadap fitnah namun bekerja untuk Al-Hajjaj, Umair mengakui bahwa ia telah meletakkan empat puluh manjaniq di atas ka’bah!
Hal yang sangat mengherankan!
Diantara ucapannya dalam menjauhkan diri dari fitnah adalah (beruntunglah seseorang yang memiliki seekor domba disamping ilmu, ia mengerjakan solat dan menunaikan zakat, serta menjamu tamu, umat tidak mengenalnya dan ia dikenal dengan ketaqwaannya!)
Allah Allah!
Aneh!
Ia membanggakan diri bahwa dirinya berdzikir (mengingat Allah) dan hal itu tidak tersembunyi! Namun saat seseorang menanyainya berapa kali dalam sehari ia bertasbih ia berkata (seratus ribu kali kecuali jika hitungan jarinya salah)! Mereka menganggap agama sebatas omongan dan ocehan!
Budaya kaum nashibi adalah budaya kemunafikan -sebagaimana sudah saya katakan- bukan hanya bermasalah dalam kebenciannya kepada Ahlul Bait, Anshar, pelaknatan Imam Ali, pemotongan kepala Ammar, serta penghancuran Ka’bah saja, tapi merupakan budaya hebat yang penuh tipu daya dan menyesatkan, seseorang yang hanya khawatir jari-jarinya salah menghitung! bertasbih seratus ribu dalam sehari? Hal apakah ini? Apakah dia akan memiliki waktu untuk melaksanakan perintah-perintah Al-Hajjaj untuk membunuh, menyalib, memenjara, Dan memotong pergelangan tangan dan kaki?
Poinnya, adalah orang tersebut yang walaupun kenashibiannya tidak seperti para pendirinya, namun ia ikut serta dalam kezaliman dan budaya mereka, dan ia juga (ironisnya _red) terbunuh secara zalim, ia dibunuh oleh Marwan Al-Himar (Khalifa Bani Umayah _red) karena dukungannya terhadap Yazid an Naqes, dan yang meriwayatkan dari Umair adalah Al-‘Ala’ bin Utbah Al-Yahshabi, adalah dari Syam juga, namun ia adalah seorang yang saleh, saya tidak mencurigainya sebagai seorang nashibi, dan tidak ada bukti bahwa ia ikut serta dalam kezaliman, sebaliknya ia bahkan meriwayatkan keutamaan Ahlul Bait dalam hadis kisa’, ia mengingkari bahwa bani Abbas telah membantai Bani Umayyah secara mengerikan, walaupun dalam hal ini dia punya haq. Bani Abbas adalah orang-orang zalim sebagaimana Bani Umayyah, mereka membunuh anak-anak kecil dan orang-orang tua dari Bani Umayyah yang tidak berdosa. Dan yang mengherankan bagi saya adalah pengingkarannya terhadap pembunuhan Bani Abbas atas sebagian Bani Umayyah yang mana dibunuh hanya karena hubungan kekerabatannya dan bukan karena adanya dosa yang menjadikannya pantas dibunuh, sebagaimana Yang disebutkan dalam kitab At-Tahdzib (340/7):
Suatu hari Al-‘Ala’ bin Utbah Al-Himshi menemui Ali bin Abi Thalhah di bawah Qubah dan berkata kepadanya: Wahai Abu Muhammad saat suatu kabilah dari kaum muslimin direnggut, laki-laki, perempuan dan anak-anak dibunuh, tidak ada seorang pun yang berani berkata, Allah Allah? Demi Allah andaikan Bani Umayyah berdosa pastilah penduduk barat dan Timur telah melakukan dosa yang sama dengan mereka, ia menunjuk pada apa yang dilakukan oleh Bani Abbas saat mereka mendominasi Bani Umayyah dan menghalalkan untuk membunuh mereka berdasarkan pada apa yang telah ia sebutkan.
Ucapannya memang benar; inilah yang kami katakan yakni bahwa Bani Abbas adalah orang-orang yang zalim sebagaimana Bani Umayyah, Bisr bin Abi Artha’ah, Ziad dan Al-Hajjaj telah membunuh wanita dan anak-anak, sama halnya dengan yang dilakukan oleh Bani Abbas.
keluarga Muhammad berbeda dengan kedua kelompok ini.
Maka siapapun dari orang-orang syiah -saat ini- atau pemerintahan melakukan apa yang dilakukan oleh Bani Umayyah dan Bani Abbas maka ia adalah seorang yang zalim sama seperti mereka, dan ia bukanlah seorang yang mengenal tentang Ahlul Bait, tidak pula tentang keadilan dan keilmuan mereka, dan mereka berlepas tangan darinya, hal ini harus dipahami dengan baik; adapun perawi Abdullah bin Salim al Asy’ari, maka ia seorang nashibi yang terkenal;
(Tahdzib At-Tahdzib (5/228)): Al-Ajri mengatakan dari Abu Daud yang mengatakan bahwa Ali telah membantu pembunuhan Abu Bakar dan Umar; itulah yang menjadikan Abu Daud mencelanya), akan tetapi Abu Daud menerima riwayatnya yang mencela Imam Ali, Abu Daud meriwayatkan hadis yang sebelumnya, lalu kenapa ia tidak menjaga diri?
Ali terbebaskan dari tuduhan para nashibi ini, orang-orang nashibi terdahulu telah menuduhnya berusaha membunuh nabi saw. dengan tipu dayanya sendiri; dan kami telah menjawab hal itu, dan di masa sekarang ini orang-orang mengatakan: ia (Ali) telah membunuh nabi saw. dan Fatimah as.! Dan begitulah kaum nashibi adalah munafik dan pendusta; dan sangat disayangkan orang-orang semacam ini banyak menjadi Sumber riwayat-riwayat Bukhari, Abu Daud, Nasa’i dan lainnya, mereka tidak menghindari orang-orang nashibi walaupun mengetahuinya, sebagaimana kalian saksikan yang terjadi pada Abu Daud.
Saya akan tutup pembahasan ini dengan pernyataan Adz-Dzahabi dalam Mizanul I’tidal (2/426) setelah ia menukil ucapan Abu Daud di dalamnya, ia berkata: (yakni bahwa ia adalah seorang nashibi) pada pernyataan terdahulu tidak ada kalimat (nashibi).!
Adapun yang meriwayatkan darinya adalah Abu Al-Mughirah Al-Himshi Abdul Qudus bin Al-Hajjaj, ia adalah seorang nashibi, anda akan mendapatinya senang terhadap hadis-hadis yang mencela Ahlul Bait, Dan ia mengutamakan hadis Muadz. Sememtara Yang meriwayatkan darinya adalah Yahya bin Usman bin Said Al-Himshi, juga seorang nashibi, Ibn Adi telah memasukkannya dalam golongan perawi yang dhaif, namun kebanyakan mereka mentsiqahkannya, bahkan sebagian mereka ada yang menyebutnya sebagai (sebaik-baik syaikh) karena kebiasaan mereka dalam mengagung-agungkan kaum nashibi dan bersikap keras terhadap syiah. Dan ini adalah perilaku kaum nashibi yang ada sampai saat in. Dan saat saya menyebut syiah dalam pembahasan ini, yang saya maksudkan adalah para pecinta ahlul bait bukan syiah imamiyah maupun syiah zaidiyah. Dan pencampur-adukan yang dilakukan oleh kaum nashibi dengan mengatakan bahwa yang saya maksudkan adalah mereka, bisa jadi adalah untuk menutup-nutupi kebenaran atau karena kebodohan mereka.
Dan Abu Daud meriwayatkan darinya juga, Abu Dawud seorang penulis kitab As-Sunan, beliau juga ada kenashibian dalam dirinya; ia adalah satu-satunya penulis kitab sittah (Kitab Enam) yang tidak meriwayatkan hadis al-fi’ah Baghiyah, pembahasan tentang ini sangat panjang dan tidak mungkin kita bahas di sini.
Ringkasnya, hadis ini bersambung dengan orang-orang nashibi kecuali Al-‘Ala’ bin Utbah; dan mereka telah mencampur-adukkannya dengan hadis-hadis lain dalam Al-Fitan agar hadisnya laku, dan kebanyakan yang mereka lakukan ini adalah untuk tujuan makar.
Dan di antara sikap lembut kaum nashibi Yaman yang ada di Syam adalah saat terjadi silang pendapat di antara Bani Umayyah, atau barangkali antara Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah; dan keduanya sama-sama dari Quraisy, yang mana mereka mendambakan kekuasaan, maka mereka akan membuatkan sebuah hadis untuk mereka yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya, yang redaksinya pada Musnad Ahmad (28/35) adalah:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْقُدُّوسِ أَبُو الْمُغِيرَةِ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَرِيزٌ يَعْنِي ابْنَ عُثْمَانَ الرَّحَبِيَّ، قَالَ: حَدَّثَنَا رَاشِدُ بْنُ سَعْدٍ الْمَقْرَائِيُّ، عَنْ أَبِي حَيٍّ، عَنْ ذِي مِخْمَرٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «كَانَ هَذَا الْأَمْرُ فِي حِمْيَرَ، فَنَزَعَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مِنْهُمْ، فَجَعَلَهُ في قريش وس ي ع ود إ ل ي هـ م قُرَيْشٍ» اهـ !! أي وسيعود إليهم، أي إلى حمير، هكذا بتقطيع الحروف!
وقال عبد الله بن أحمد (وكذا وجدته كان في كتاب أبي مقطعاً، وحيث حدثنا به تكلم على الاستواء) اهـ. اي كان ينطقه هكذا (وسيعود إليهم)!
Telah bercerita kepada kami Abdul Qudus Abu Al-Mughirah, ia berkata: telah bercerita kepada kami Hariz yaitu Ibnu Usman Ar-Rahabi, ia berkata: telah bercerita kepada kami Rasyid bin Sa’ad Al-Maqra’i, dari Abu Hayyi dari Dzu Mikhmar, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Perkara ini dahulu dipegang oleh Bani Himyar, lalu Allah Azza Wa Jalla mecabutnya dari mereka, dan menjadikannya berada di tangan Bani Quraisy, dan ia akan kembali kepada mereka (وس ي ع ود إ ل ي هـ م ) Quraisy” yakni akan kembali pada bani Himyar, demikanlah ia menulisnya dengan huruf muqhattha’ (terputus _red)!
Abdullah bin Ahmad berkata (demikianlah aku mendapatinya dalam kitab ayahku tertulis secara terpotong-potong, dan walaupun saat ia bercerita kepada kami, ia berbicara dengan cara yang sama) yakni ia membacakannya seperti ini (سيعود اليهم)!
Orang-orang nashibi Yaman yang ada di Syam merupakan sesuatu yang berharga!
Orang-orang Yaman yang berwilayah kepada Imam Ali – seperti Kumail Ibnu Ziyad An-Nukha’i, ‘Alqamah bin Qais, Hijr bin ‘Adi, Al-Asytar dan Ammar – tidak seperti orang-orang Yaman yang ada di Syam; mereka sama sekali berbeda.
Orang-orang Yaman tidak punya peran dalam kejujuran ini ataupun kebohongan itu; rahasianya hanyalah Muhammad; maka jika kamu Cinta kepada Muhammad dan keluarganya, maka bisa dipastika kondisimu baik secara aqli maupun naqli, dan jika kamu benci kepada mereka, maka kondisimu buruk secara aqli maupun naqli. Benar bahwa kecintaan kepada Muhammad saw. dan keluarganya, adalah yang disertai dengan sikap disiplin terhadap syariat, kecintaan pada kejujuran, serta menjauhkan diri dari khurofat dan rasisme, adalah diperbolehkan untuk semua kaum dan madzhab, sehingga jika kita diperintahkan untuk mencintai Muhammad dan keluarganya maka tidak ada legalisasi bagi seseorang untuk menolong seorang bani Hasyim yang zalim, atau mencela seorang dari bani Umayyah yang Soleh, ia hanya untuk Allah dan karena Allah, jauh dari pertengkaran dan perselisihan.
___________________
[1]. Penjelasan tentang “fiah al baghiyah” Lihat catatan kaki no 1 pada artikel “hadis nashibi” bagian 2 disini: https://abusalafy.wordpress.com/2017/05/16/hadis-hadis-kaum-nashibi-yang-dishahihkan-oleh-ahli-hadis-bagian-kedua/
Filed under: Uncategorized |
Masya Allah, menetes air mata membaca artikel ust abu, tergambar begitu peliknya persoalan-persoalan berbagai kepentingan manusia: kepentingan pribadi, kepentingan kelompok, kepentingan kekuasaan; kesenangan dan kebencian kpd yg lain atau memuja diri sendiri, keadilan serta keberpihakan, dst — bagaiman kompleksitas tsb menyusup masuk kedalam wilayah periwayatan hadis yg sekaligus menjadi bagian dari kompleksitas permasalahan itu tersendiri mengingat hingga hari ini hadis-hadis telah dibukukan dalam kitab-kitab ulama dan nyaris sempurna sebagai penetapan final dari rujukan semua persoalan dlm agama (aqidah maupun sunnah). Namun, manusia tetaplah makhluq yang lemah, sumber berbagai kekurangan & kesalahan alias tidak ada yg final dan sempurna, ibarat pepatah di atas langit ada langit ! Yang sempurna hanya Allah pencipta Makhluq dan yang maksum hanya Hamba Agung yang telah dikmaksumkan oleh Allah SWT: Rasulullah SAW.
Syukron katsiir Ust Abu telah bgt kreatif menyajikan artikel ini dan telah membukakan mata menambah wawasan tentang ilmu hususnya bidang hadis dan jeli menemukan pembahasan ulama spt Syaikh Hasan bin Farhan bin Farhan Al-Maliki dg topik: “Hadis-hadis Kaum Nashiibi yang Dishahihkan oleh Ahli Hadis” .
Wallohu a’lam.