Dalam pemetaan mazhab-mazhab teologi Islam, khusunya dalam masalah pemahaman terhadap sifat-sifat Allah SWT. kita akan menemukan beberapa aliran yang saling berseberangan. Di antara aliran-aliran tersebut adalah:
A) Musyabbihah, yaitu aliran yang meyakini bahwa Allah SWT. menyandang berbagai sifat yang juga disandang oleh makhuk-Nya, seperti keyakinan bahwa Allah berpostur seperti layaknya makhkuk; memiliki tangan, mata, betis, wajah seperti tangan, mata, betis, wajah makhluk-Nya, dll. Maha suci Allah dari menyerupai makhluk-Nya.
B) Mu’aththilah, yaitu kelompok yang menafikan semua sifat dari Allah SWT. dengan anggapan bahwa menetapklan sifat bagi Dzat Allah menyalahi kemaha sucian-Nya. Semua ayat dan hadis yang menyebut sifat Allahpun mereka tolak.
C) Mufawwidhah, yaitu mengimani adanya sifat itu sebagaimana datang dalam Al Qur’an atau nash shahih, tetapi tidak melibatkan diri dalam usaha memahami atau menafsirkannya. Makna sesungguhnya dari sifat-sifat itu mereka serahkan kepada Allah SWT.
D) Muawwilah, yiatu kelompok yang melibatkan diri dalam mena’wilkan ayat-ayat atau nash shahih yang berbicara tentang sifat Allah SWT. yang secara lahir mengesankan adanya keserupaan dengan sifat makhluk-Nya. Mereka tidak menetapkan untuk Allah SWT. sifat-sifat makhluk-Nya tetapi tidak juga menolak berbagai sifat yang telah tetap bagi Dzat Allah SWT. Mereka meyakini bahwa Dzat Allah memiliki berbagai sifat indah dan asmâ’ yang mulia yang layak bagi kemaha agungan dan kemaha sucian-Nya. Sifat-sifat itu tidak menyerupai sifat makhluknya. Setiap ayat atau hadis yang mengesankan adanya keserupaan sifat Allah SWT. dengan sifat makhluk-Nya maka akan dita’wîl agar sesuai dengan kemaha sucian Allah.
Kelompok terakhir ini sekarang lebih diwakli oleh kelompok teologi Ahlusunnah wal Jama’ah; Asy’ariyah (yang dipelopori oleh Abul Hasan al Asy’ari) dan Al Maturidiyah yang dipelopori oleh Al Maturidi), dan oleh mazhab teologi Mu’tazilah dan teologi Syi’ah.
Kelompok Musyabbihah selalu memamahi nash-nash dengan pemahaman leteralis, dangkal, jumud dan menolok memasukkan unsur majazi dalam memahami nash… karenanya mereka terjatuh dalam tasybîh, menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Sampai-sampai mereka menetapkan semua sifat yang disandang makhluk untuk Allah Sang Khaliq yang Maha Suci dan Maha Agung. Sebagian dari penganut paham ini menyederhanakan unsur tasybîhnya dengan mengatakan setelah menyebut sifat tertentu Allah, seperti Allah mempunyai dua mata, tetapi tidak seperti mata makhluk-Nya… Allah turun ke langit terdekat dengan dunia di sepertiga terakhir malam, tetapi tidak seperti turunnya makhluk-Nya … Allah mempunyai betis, tetapi tidak seperti betis makhluk-Nya… dan dmikian seterusnya.
Kelompok terakhir ini sekarang lebih diwakili oleh teologi Wahhabiyah yang diadopsinya dari Ibnu Taimiyah!
Artikel ini tidak bermaksud meneliti latar belakang dan argumen masing-masing aliran di atas, hanya saja ia ingin menginformasikan bahwa para tokoh Sekte Wahhabiyah yang Musyabbihah itu telah mengklaim bahwa mereka-lah yang mewakili paham Ahlusunnah wal Jama’ah, sementara aliran teologi Asy’ariyah yang Ahlusunnah justru dituduhnya sebagai Mu’aththilah yang merupakan anak dari faham Bid’ahnya Jahm ibn Shafwân!
Mulai dari pendiri sekte Wahhabiyah hingga para menerusnya, tak henti-hentinya mereka menuduh bahwa aliran teologi Asy’ariyah bukan dari Ahlusunnah…. Asy’ariyah adalah adalah Ahlusunnah Gadungan… Asy’ariyah adalah Mu’aththilah yang sesat. Dan seperti kita ketahui bersama, bahwa di tanah air tercinta kita, kelompok yang menganut aliran Asy’ariyah adalah NU. Jadi kini gelar Ahlusunnah telah dirampas dari NU untuk dijadikan hak paten Wahhabiyah/Salafiyah. NU adalah Ahlusunnah Gadungan…. NU adalah Mu’aththilah yang berseberangan dengan ajaran Nabi saw. dan para sahabat mulia –radhiyallah ‘anhum-.
Dalam kitab at Tauhid, pada bab tentang firman Allah:
حَتَّى إِذَا فُزِعَ عَنْ قُلُوبِهِم قالوا ماذا قال رَبُّكُمْ، قالوا الحَقَّ و هُو العليُّ الكبيرُ.
“Sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata “Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan-mu?” mereka menjawab: (perkataan) yang benar”, dan Dia-lah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Muhammad ibn Abdil Wahhâb, pendiri Sekte Wahhabiyah berkata, “Pada ayat di atas terdapat beberapa masalah…. Masalah kedua puluh: Adanya penetapan sifat, berbeda dengan (faham) Asy’ariyah yang Mu’arththilah itu! [1]
Jadi jelas dalam klaim pendiri sekte Wahhabiyah bahwa Asy’ariyah adalah kelompok Mu’aththilah!
Tokoh besar, penerus Da’wah Wahhabiyah, Ibnu Utsaimin (1421H) kembali mempertegas klaim Ibnu Abdil Wahhâb di atas. Ketika menysarahi kitab al Aqidak al Wasithiyah karya Ibnu Taimiyah ia menegaskan bahwa Asy’ariyah bukan bagian dari Ahlusunnah. Mereka adalah Mu’aththilah!
Ibnu Utsaimin berkata, “Maka diketahui dari ucapan penulis bahwa tidaklah masuk dalam kelompok Ahlusunnah siapa yang menyalahi mereka dalam cara mereka. Maka Asy’ariyah dan al Maturidiyah, misalnya tidak bisa dikelompokkan dalam kelompok Ahlusunnah dalam hal ini, sebab mereka menyalahi agama Nabi saw. dan para sahabat dalam memberlakukan sifat Allah SWT. sesuai dengan hakikatnya. Maka dari itu salahkah orang yang mengatakan bahwa Ahlusunnah itu ada tiga: Salafiyûn, Asy’ariyûn dan al Maturidiyûn. Anggapan ini salah. Kami berkata, ‘Bagaimana mereka semua digolongkah Ahlusunnah padahal mereka saling bersesilih?! Tiada setelah haq kecuali kesesatran, dhalâl…[2]
Dalam kesempatan lain ia menegaskan bahwa Asy’ariyah bukan Ahlusunnah, ia berkata, “Asyâ’irah dan al Maturidiyûn menetapkan sifat, tetapi mereka menyahali Ahlusunnah dalam banyak permasalahan sifat.”[3]
Jadi jelas Asy’ariyah bukan Ahlusunnah, mereka telah menyalahi ajaran Ahlusunnah dalam banyak permasalahan sifat!!
Dalam kesempatan ketiga ia mempertegas bahwa Asy’ariyah adalah kelompok ahli ta’thîl, Mu’aththliah!
Pada pembahasan keenam, Ibnu Utsaimin menegaskan, “Tolok ukur penetapan atau penafian asmâ’ dan sifat itu adalah nash/sam’u, akal-akal kita tidak mampu menetapkan atas Allah apapun. Jadi penentunya adalah sam’u, berbeda dengan Asy’ariyah, Mu’tazilah dan Jahmiyah dan selain mereka dari aliran-aliran ahli ta’thîl.”[4]
Dalam kesempatan lain ia menguraikan ucapan Ibnu Taimiyah yang mengatakan bahwa mazhabnya (yang ia aku sebagai representatif ajaran Salaf dan Ahlusunnah) sebagai mazhab yang moderat, wasath dalam masalah sifat Allah SWT. yang berdiri tegak di antara dua faham menyimpang yaitu Ahli Ta’thîl al Jahmiyah dan Ahli Tamstîl al Musyabbihah. Dalam kesempatan itu Ibnu Utsaimin mengatakan, “Ini adalah dua tepi yang ekstrim; Ahli Ta’thîl al Jahmiyah dan Ahli Tamstîl al Musyabbihah.
§ Jahmiyah yang mengingkari sifat-sifat Allah Azza wa Jalla….
§ Mu’tazilah mengingkari sifat-sifat Allah dan menetapkan asmâ’-Nya.
§ Asy’ariyah menetapkan asmâ’-Nya dan tujuh sifat bagi-Nya.
Semua mereka ini tercakup dalam kelompok Ahli Ta’thîl, hanya saja sebagian dari mereka Mu’aththil total seperti kelompok Jahmiyah, sementara yang lainnya berfaham Mu’aththilah tetapi tidak total (relatif) seperti Mu’tazilah dan Asyâ’irah.”[5]
Dan ajaran Asy’ariyah, seperti juga Mu’tazilah, kata Ibnu Utsaimin, Imam besar Wahhabiyah di masanya adalah perusak agama. Mereka mentahrif/ membelokkan nash-nash suci kemudian menamakan pembelokan mereka itu dengan istilah ta’wîl. Dan semua itu merupakan akibat dari virus bid’ah yang disebarkan musuh-musuh Islam, seperti bid’ahnya Jahm.[6]
Jadi dalam pandangan Ibnu Utsaimin, Asy’ariyah adalah ahli bid’ah dan sengaja memplesetkan nash Qur’ani dengan nama ta’wîl.[7] Andai bukan karena berkedok dengan kedok ta’wîl palsu itu pastilah mereka sudah layak disebut telah kafir, sebab mereka telah berbohong atas nama Allah.[8]
Kelompok Mu’aththilah Adalah Kafir!!
Syeikh Abdurrahman ibn Hasan Âlu Syeikh menegaskan bahwa kelompk Mu’aththilah adalah telah kafir, ia berkata:
وَ أُلئك المُعَطِّلَةُ كَفَرُوا بما في الكتابِ و السنَّةِ مِنْ ذلكَ، وَتناقَضُوا فبَطَل قولَ المعطِّلِيْنَ بالعقلِ و النقلِ، و للهِ الحمدُ وَ الْمِنَةُ، و إجماعِ أهلِ السنَّةِ مِنَ الصحابَةِ و التابعين و تابِعِيهِمْ و أئمَةِ المسلمينَ.
“Mereka kaum Mu’aththilah telah kafir dengan Al Qur’an dan Sunnah dalam ayat-ayat sifat, dan saling bertentangan, maka –dengan puji dan anugerah Allah- batilah ucapan kaum Mu’aththilah berdasarkan dalil akal dan naqli, dan ijmâ’ Ahlusunnah dari Sahabat, tabi’în, tabi’ut tabi’în dan para imam kaum Muslimin.”[9]
Setelah mengklaim bahwa hanya Wahhabiyah yang Muwahhid, dan selain mereka adalah Musyrik, kini mereka mengklaim hanya Wahhabiyah saja yang Ahlusunnah dan selain mereka adalah Ahli Bid’ah!!
Inilah hakikat Wahhabiyah!
Filed under: Akidah, Fatwa Pensesatan, Fatwa Wahabi-Salafy, Kenaifan Kaum Wahhabi, Manhaj, Mengenal Pemimpin Wahabi, Ulama Salafy-Wahabi Bicara, Wahhabi Versus Ulama Islam |
Walah….
Kalok Wahabbi nyang paling bener, Berarti madzab sayah sesat donk….???
***Imam dari Madzab Mbelgedez….***
Assalamu alaikum pak abu,
Assalamu alaikum juga buat teman-temanku Salafiyun.
Saya pikir, wahabi alias salafi alias khawarij modern ini sudah kelewat batas, selalu mengaku yang paling benar dan lebih dari itu ngaku satu-satunya yang benar, selainnya sesat bin bid’ah bin kafir bin musyrik.
aneh kan kawan-kawan, ahli bid’ah malah ngaku paling ahlusunnah!
sepertinya neraca dunia ini sudah jungkir balik… ibnu Taimiyah yang disepakati penyimpangannya malah disebut syeikhulislam dan dipegangi sebagai panutan dalam segalanya… ulama terpercaya islam dibilang mu’aththilah.
wahai teman-temanku salafi, aku tidak ada dendam kusumat lho pada kalian, aku sebenarnya kasihan aja dengan kalian yang ogah mengikuti metodenya para ulama islam dalam menimbang masalah sifat… kalian bersikeras mengartikan apa adanya, sehingga kalian menetapkan bagi Dzat Allah berbagai sifat, seperti wajah, tangan, betis, mata, turun lalu naik lagi ke langit setipa malam, duduk di atas arsynya dan lain sebagiannya. aku mau tanya ada ya, ada ayat yang mengtakan segala sesuatu akan halikun/binasa kecuali wajhahu yang dalam tafsiran kalian wajah ya wajah kan?! lah sekarang apakah maksud ayat itu bahwa yang akan tersisa tidak ikut halikun itu hanya wajah Allah saja, sementara betis , tangan akan ikut sirna… aku pikir kalian perlu menimbang kembali pengertian agama kalian.
Wassalam.
Salam, buat semua
Alangkah indahnya jika umat Islam dalam menyikapi perbedaan dilakukan dg lapang dada dan ukhuwah.
setiap manusia memiliki kapasitas akal berbeda-beda, karenanya persepsipun berbeda-beda, hal ini terjadi sejak zaman sahabat hingga kini.
setiap golongan mengaku mengamalkan dan mengikuti al-Qur’an dan Hadis/Sunnah nabi-Nya. tapi yang harus kita sadari ketika mereka kembali kepada keduanya. disitu terjadi perbedaan dalam memahami keduanya.
al-Qur’an saja yang kebenaran MUTLAQ-nya diyakini semua umat Islam akan tetapi disitu terjadi perbedaan penafsiran.
nah ketika kembali ke Hadis/as-Sunnah maka lebih rumit lagi, disamping perbedaan penafsiran, disitu masih TERJADI PERSELISIHAN MANA SHAHIH MANA YANG BUKAN.
karenanya silahkan kita saling kritik atau menasehati tapi hindari sifat sok “paling benar sendiri” atau “pokoknya golonganku” !!
ini ada situs “pendekatan antar madzhab” mungkin bermanfaat buat pak abu dan pengunjung blog-nya.
silahkan dibuka
1. bhs Ingggris
THE WORLD FORUM FOR PROXIMITY OF ISLAMIC SCHOOLS OF THOUGHT
http://www.taghrib.org/english/index.htm
2. bhs arab
AL-MAJMA’ AL-ALAMI LIT-TAQRIB BAINA AL-MADZAHIB AL-ISLAMIYAH
http://www.taghrib.org/arabic/index.htm
salam buat semua silahkan berdiskusi dengan santun dan lapang dada.
saya juga 😦
hemm….
kalo mbelgedez sesat.
lalu gimana aku ya?!
sambil pegang-pegang kepala mikirin sadisnya aliran “pokoknya” 🙂 !!
+++kulo sih tumut madzhab Dalgombes+++
sauadara-saudaraku, fikirkanlah, alangkah menyedihkan, dan kita harus segera Memikirkan dan mencari pemecahannya jika:
1. info-info dari abu salafy tentang wahabi benar adanya.
2. paham wahaby /kaum wahaby ternyata menjadi salah satu sumber perpecahan yang membuat umat islam tidak bersatu
3. paham itu memperlemah dan ,menghancurkan potensi2 umat islam
4. Jadi yang obyektif: Kaji, uji, buktikan: benarkah info-info dari abu salafy, trus kalau benar bagaimana mengatasinya?
5. perlu ditegaskan: tidak setuju pada ajaran salafy wahaby bukan berarti setuju pada kemusrikan, bid’ah, klenik, takhyul dan khurafat, semua ini memang harus dibasmi.
6. Hanya sesuatu yang dinilai syirik, bidah, klenik, takhyul, sesat, jahil, tasyabuh dll harus benar-benar bisa dibuktikan, jangan sampai menjadi mengklaim. memvonis, atau menuduh.memfitnah, dan mencemarkan.
7. Bahwa syirik, bidah, klenik, dan hal2 yang merusak agama harus dibasmi. Tapi bukan berarti harus dengan paham wahaby, dan tidak mendukung wahaby bukan berarti pro syirik dan bid’ah. Tolong ini dicamkan
6. Maaf. semoga sikap anda-anda yang mencela abu salafy atau mengaburkan persoalan yang sedang coba diatasi abu salafy bukan karena iri hati: kok bukan aku yang bisa mencounter wahaby ya? wah aku nggak suka ada yang lebih hebat dari aku, (maaf semoga tidak begitu)
ass. wr
buat semua yang mau tau soal ajaran wahabi dan tokoh2nya silahkan mampir dan tengok tautan-tautan ini.
dan bagi para wahabi yang taqlid buta kepada imam-imamnya dianjurkan mampir juga sekalian kalo mampu bisa berdiskusi disitu.
1. Ahli hadis andalan sekte wahabi & salafy ternyata juga banyak mendhoifkan hadis-hadis bukhari dan muslim? penasaran lihat disini:
http://sidogiri.com/modules.php?name=Forums&file=viewtopic&t=187&start=0&postdays=0&postorder=asc&highlight=
2. Fitnah wahabi dan salafi dan kesesatannya
http://ihwansalafy.wordpress.com/2007/09/04/kesesatan-wahabi-i/
3. Ketika Celaan dalam Kitab “Membongkar Kedok Al-Qaradhawy” Dianggap Nasihat
http://ihwansalafy.wordpress.com/2007/12/05/ketika-celaan-dalam-kitab-membongkar-kedok-al-qaradhawy-dianggap-nasihat/
4. Argumen Mentah Pengikut Salafy Yang Merasa Benar Sendiri
http://secondprince.wordpress.com/2007/11/09/argumen-mentah-pengikut-salafy-yang-merasa-benar-sendiri/#comments
5. Imam Wahabi Ibnu Taymiah ternyat suka bohong dalam buku dan tulisannya? penasaran? silahkan bantah disini
http://ibnutaymiah.wordpress.com/2007/08/06/38/#more-38
6. melencengnya Ibnu Taymiah silahkan diskusi disini
http://sidogiri.com/modules.php?name=Forums&file=viewtopic&t=163&sid=1dec8d1e92d82bb1ec4ba7aa8ccfe111
lain-lainnya tunggu aja, the boy will be back!
salam kenal pak abu maju terus dan sukses selalu
amin!
Salam
untuk menambah bukti TULISAN DIATAS bahwa faham “pokok”nya ini suka aku-aku. ini aku kasi fatwa mufti wahabi/salafi IBIN UTSAIMIN yang mengatakan madzhab asy’ari yang dianut banyak umat Islam bukan termasuk ahlus-sunnah.
sumber fatwa dari situs “pokonya” yang paling senang nyalahkan orang (sori situs bahasa arab, sengaja biar dak dianggap palsu oleh pengikut “pokok” nya)
http://www.sahab.com/go/fatwa.php?id=92
السؤال
سُئلَ فضيلةُ الشيخ:
عما يتعلمه طلبةُ المدارس في بعض البلادِ الإسلامية مِن أن مذهبَ أهل السنة هو ” الإيمان بأسماء الله تعالى، وصفاته، مِن غير تحريف، ولا تعطيل، ولا تكييف، ولا تمثيل”.
وهل تقسيمُ أهلِ السنة إلى قسمين: مدرسةِ ابن تيمية وتلاميذه، ومدرسةِ الأشاعرة والماتريدية؛ تقسيمٌ صحيح ؟
وما موقف المسلم مِن العلماء المؤوِّلِين ؟
الجواب
لا شكَّ أنَّ ما يتعلمه الطلبةُ في المدارس مِن أن مذهبَ أهل السنة هو: (الإيمان بأسماءِ الله تعالى وصفاتِه، مِن غير تحريف، ولا تعطيل، ولا تكييف، ولا تمثيل): هو المطابقُ للواقع بالنسبة لِمذهب أهل السنة، كما تَشهد بذلك كتُبُهم المطوَّلةُ والمختصرة، وهو الحقُّّ المُوافِقُ لِما جاء في الكتاب والسنة، وأقوالِ السلف، وهو مُقتضى النظرِ الصحيح، والعَقل الصريح.
ولسنا بصددِ سَرد أفرادِ الأدلة في ذلك، لِعدم طلبه في السؤال، وإنما نُجيبُ على ما طلب؛ وهو تقسيم أهل السنة إلى طائفتين في مدرستين:
إحداهما: مدرسة ابن تيمية وتلاميذه، المانِعين لِصرف النصوص عن ظواهرها.
الثانية: مدرسة الأشاعرة والماتريدية، المُوجِبين لِصرفها عن ظواهرها في أسماء اللهِ وصفاته.
فنقول:
مِن المعلوم: أنَّ بين هاتين المدرستين اختلافـًا بيِّنـًا في المنهاج فيما يتعلقُ بأسماء الله وصفاته. فالمدرسةُ الأولى: يقرِّرُ مُعَلِّموها وجوبَ إبقاءِ النصوص على ظواهرها فيما يتعلق بأسماء الله وصفاته، مع نفي ما يجبُ نَفيُهُ عن الله تعالى، مِن التمثيل أو التكييف. والمدرسةُ الثانية: يقرِّرُ مُعَلِّموها وجوبَ صَرف النصوص عن ظواهرها فيما يتعلقُ بأسماء الله وصفاتِه.
وهذان المنهاجان متغايران تمامًا، ويَظهر تغايرُهما بالمثال التالي: قال الله تعالى: {بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنْفِقُ كَيْفَ يَشاءُ}، وقال فيما حكاه عن مُعاتبةِ إبليس حين أبَى أن يسجدَ لآدم بأمْر الله: {يَا إبْليسُ مَا مَنَعَكَ أنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ}: فقد اختلف مُعلمو المَدرستين في المرادِ باليَدَيْن اللَّتَيْن أثبتَهما اللهُ تعالى لنفسه. فقال أهلُ المدرسة الأولى: يجبُ إبقاءُ معناهما على ظاهره، وإثباتُ يَدَيْنِ حَقيقيتين للهِ تعالى، على وجه يليق به. وقال أهل المدرسة الثانية: يجبُ صرفُ معناهما عن ظاهره، ويحرمُ إثباتُ يَدَيْن حقيقيتين لله تعالى. ثم اختلفوا في المراد بهما هل هو القوة، أو النعمة. وبهذا المثال: يتبينُ أن منهاجي أهل المدرستين مختلفان مُتغايران، ولا يمكنُ بعد هذا التغايُر أن يجتمعا في وصف واحد، هو “أهل السنة”.
إذًا:
فلا بُد أن يختصَّ وصفُ أهل السنة بأحدِهما دون الآخر، فلنحكم بينهما بالعدل، ولنعرضْهما على ميزانِ القسط: وهو كتابُ الله تعالى، وسنةُ رسوله – صلى الله عليه وسلم -، وكلامُ الصحابة، والتابعين لهم بإحسان مِن سلف الأمة وأئمتها. وليس في هذا الميزان ما يدلُّ بأي وجهٍ مِن وجوه الدلالة، المطابقة، أو التضمن، أو الالتزام صريحًا أو إشارة على ما ذهب إليه أهل المدرسة الثانية، بل في هذا الميزان ما يدل دلالة صريحة، أو ظاهرة، أو إشارية على ما ذهب إليه أهل المدرسة الأولى، وعلى هذا فيتعين أن يكون وصف أهل السنة خاصاً بهم لا يشاركهم فيه أهل المدرسة الثانية، لأن الحكم بمشاركتهم إياهم جور، وجمع بين الضدين، والجور ممتنع شرعًا، والجمع بين الضدين ممتنع عقلاً.
وأما قول أهل المدرسة الثانية – المؤوِّلِين -: لا مانع مِن تأويل أسماءِ الله وصفاته إذا لم يتعارض هذا مع نص شرعي.
فنقول:
مجردُ صرفِ اللفظ عن ظاهره بلا دليل شرعي: مخالفٌ للدليل، وقولٌ على الله تعالى بلا عِلم؛ وقد حرَّم اللهُ تعالى ذلك في قوله: {قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ}، وقوله: {وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا}. وهؤلاء المؤوِّلون لأسماءِ الله تعالى وصفاتِه ليس لهم عِلم مأثورٌ فيما أوَّلُوها إليه، ولا نظرٌ معقول، سِوى شُبَهٍ يَحتجون بها يُناقض بعضُها بعضًا، ويلزم عليها من النقص في ذاتِ الله تعالى وصفاته، ووحيه أكثر مما زعموه من النقص في إثباتها على ظاهرها.
وليس هذا موضع البسط في ذلك، وإنما المقصود:
بيان أنَّ وصفَ (أهل السنة) لا يمكنُ أن يُعطَى لِطائفتين يَتغاير منهاجُهما غايةَ التغاير، وإنما يستحقه مَن كان قوله موافقًا للسنة فقط. ولا ريب أن أهلَ المدرسة الأولى (غير المؤولين): أحقُّ بالوصف المذكور مِن أهل المدرسة الثانية (المؤولين) لِمَن نظر في منهاجيهما بعلم وإنصاف؛ فلا يصح تقسيم أهل السنة إلى الطائفتين، بل هم طائفة واحدة.
وأما احتجاجهم بقول ابن الجوزي في هذا الباب؛ فنقول:
أقوال أهل العلم يُحتَجُّ لها ولا يحتج بها؛ فليس قولُ واحد مِن أهل العلم بحجة على الآخرين.
وأما قولهم:
إن الإمامَ أحمد أوَّل في حديث: ” قلوبُ بَنِي آدمَ بين أصبعينِ مِن أصابع الرَّحمن”، وحديث: “الحَجَرُ الأسْوَدُ يَمينُ اللهِ فِي الأرض”، وقوله تعالى: {وَهُوَ مَعَكُمْ أيْنَمَا كُنْتُم}.
فنقول:
لا يصحُّ عن الإمام أحمد – رحمه الله – أنه تأوَّل الحَديثين المذكورين. قال شيخ الإسلام ابن تيمية – رحمه الله – في “الفتاوى”، (ص 398 ج 5) مِن مجموع ابن القاسم: ” وأما ما حكاه أبو حامد الغزالي مِن أنَّ أحمد لم يتأوَّل إلا في ثلاثة أشياء: “الحجر الأسودُ يَمينُ الله في الأرض”، و”قلوبُ العباد بين أصبعين مِن أصابع الرحمن”، و”إني أجِدُ نَفَسَ الرحمن مِن قِبل اليمن”؛ فهذه الحكاية كذِبٌ على أحمد، لم ينقلها أحدٌ عنه بإسناد، ولا يعرف أحد من أصحابه نقل ذلك عنه”. اهـ. وأما قوله تعالى: {وَهُوَ مَعَكُمْ أيْنَمَا كُنْتُم}: فإن الإمامَ أحمد لم يتأوَّلها، وإنما فسَّرها ببعض لوازمها، وهو العلم؛ ردًّا على الجهميةِ الذين فسَّروها بخلافِ المرادِ بها، حيث زعموا أنها تقتضي كونَ اللهِ تعالى في كلِّ مكان بذاتِه – تعالى اللهُ عن قولِهم -، فبين – رحمه الله تعالى – أن المعيَّةَ هنا: بمعنى الإحاطةِ بالخَلْق؛ التي مِن جُملتها: العِلم بهم.
وذلك أنَّ المعيةَ لا تقتضي الحلولَ والاختلاط، بل هي في كل مَوضِع بحسبه؛ ولهذا يُقال: (سقاني لبنـًا معه ماء)، ويقال: (صليت مع الجماعة)، ويقال : (فلان معه زوجته).
ففي المثال الأول: اقتضت المزج والاختلاط، وفي الثاني: اقتضت المشاركة في المكان والعمل بدون اختلاط، وفي الثالث: اقتضت المصاحبة وإن لم يكن اشتراك في مكان أو عمل. وإذا تبيَّن أن معنى المعية يختلف بحسب ما تضاف إليه؛ فإن معيةَ الله تعالى لِخلقه تختلف عن معية المخلوقين لِمِثلهم، ولا يمكن أن تقتضيَ المزجَ والاختلاط أو المشاركة في المكان؛ لأن ذلك ممتنعٌ على الله عز وجل؛ لِثبوت مباينتِه لِخلقه، وعُلوِّه عليهم. وعلى هذا: يكون مَعنا وهو على العرش فوق السماوات؛ لأنه محيط بنا عِلمًا، وقدرة، وسلطانـًا، وسمعًا، وبصرًا، وتدبيرًا، وغير ذلك مما تقتضيه ربوبيتُه. فإذا فسَّرها مفسِّرٌ بالعلم؛ لم يخرجْ بها عن مُقتضاها، ولم يكن متأوِّلاً إلا عند مَن يفهم مِن المعية المشاركة في المكان أو المزج والاختلاط على كل حال. وقد سبق أن هذا ليس بمتعيِّن في كل حال. هذا بالنسبة لما نُقِل عن الإمام أحمد في تأويل هذه النصوص الثلاثة.
أما بالنظر لها مِن حيث هي: فقد تقدَّم – قريبًا – أنه لا تأويلَ في الآية الكريمة إذا فسَّرها مُفسِّر بالعلم؛ لأنه تفسيرٌ لها ببعض مقتضياتِها، لا تقل لها عن المعنى الذي تقتضيه.
وأما حديث: ” إن قلوبَ بَنِي آدمَ كلَّها بين أصبعينِ مِن أصابع الرحمنِ كَقَلب واحِدٍ يُصرفُهُ حَيث يشاء “؛ فقد رواه مسلم في: “صحيحه”، في (كتاب القدر) في الباب الثالث منه (رقم 17، ص 2045)، وليس فيه تأويلٌ عند أهل السنة والجماعة حيث يؤمِنون بما دلَّ عليه مِن إثبات الأصابع لله تعالى على الوجهِ اللائق به، ولا يلزم من كَون قلوبنا بين أصبعين منها أنْ تماس القلب؛ فإن السحابَ مُسخر بين السماء والأرض، ولا يمس السماءَ ولا الأرض، فكذلك قلوب بني آدم بين أصبعين مِن أصابع الرحمن، ولا يستلزم ذلك المماسة.
وأما حديث: ” الحجرُ الأسوَدُ يمينُ اللهِ في الأرض”: فقد قال فيه شيخُ الإسلام ابن تيمية في “الفتاوى”: (ص 397 ج 6) من مجموع ابن قاسم: قد روي عن النبي -صلى الله عليه وسلم – بإسناد لا يثبت، والمشهور إنما هو عن ابن عباس. قال: “الحجرُ الأسوَدُ يمينُ اللهِ في الأرض، فَمَن صافحَه وقبَّله؛ فكأنما صافَحَ اللهَ وقبَّلَ يَمينه”، وفي: (ص 44 ج 3) من المجموع المذكور: “صريحٌ في أن الحجرَ الأسودَ ليس هو صِفةُ الله، ولا نفْس يَمينه؛ لأنه قال :”يَمين اللهِ في الأرض”؛ فقَيَّده في الأرض، ولم يُطلِقْ فَيَقُلْ: يمين الله. وحُكمُ اللفظ المقيَّد يُخالِف المطلَق. وقال: “فمن قبَّله وصافحَه؛ فكأنما صافحَ اللهَ وقبَّل يمينَه”، ومعلومٌ أن المشبَّه غير المُشبَّه به” . اهـ.
قلت:
وعلى هذا: فلا يكون الحديثُ مِن صفاتِ الله تعالى التي أوِّلَت إلى معنى يُخالِف الظاهر، فلا تأويلَ فيه أصلاً.
وأما قولهم: إن هناك مدرستين: إحداهما: مدرسة ابن تيمية؛ فيُقال: نسبةُ هذه المدرسة إلى ابن تيمية تُوهِمُ أنه لم يُسبَقْ إليها، وهذا خطأٌ؛ فإن ما ذهب إليه ابنُ تيمية هو ما كان عليه السلفُ الصالح وأئمةُ الأمة، فليس هو الذي أحدثَ هذه المدرسة كما يُوهِمُه قولُ القائل الذي يريدُ أن يقللَ مِن شأنها، والله المستعان.
وأما موقفُنا مِن العلماء المؤوِّلِين: فنقول:
مَن عُرف منهم بحسنِ النية، وكان لهم قَدَمُ صِدق في الدين، واتباع السنة؛ فهو معذورٌ بتأويله السائغ، ولكن عُذرَه في ذلك لا يَمنع مِن تخطئةِ طريقتِه المخالِفة لِما كان عليه السلفُ الصالح مِن إجراء النصوص على ظاهرها، واعتقادِ ما دلَّ عليه ذلك الظاهرُ مِن غير تكييف، ولا تمثيل، فإنه يجبُ التفريق بين حُكم القول وقائله، والفعل وفاعِلِه. فالقولُ الخطأ إذا كان صادرًا عن اجتهاد وحُسن قصد؛ لا يُذمُّ عليه قائلُه، بل يكونُ له أجرٌ على اجتهادِه؛ لقول النبي – صلى الله عليه وسلم -: ” إذا حَكَم الحاكمُ فاجتهدَ ثم أصاب؛ فله أجران، وإذا حكَمَ فاجتهَدَ ثم أخطأ؛ فله أجر” [متفق عليه]. وأما وصفُه بالضلال؛ فإنْ أريدَ بالضلال الضلالُ المطلقُ الذي يُذَمُّ به الموصوف، ويُمقَت عليه؛ فهذا لا يتوجه في مثل هذا المجتهد الذي عُلِمَ منه حُسن النية، وكان له قدم صِدق في الدين واتباع السنة، وإنْ أريدَ بالضلال مخالفةُ قولهِ للصواب من غير إشعار بذم القائل؛ فلا بأسَ بذلك؛ لأن مثل هذا ليس ضلالاً مطلقـًا؛ لأنه مِن حيث الوسيلة صواب، حيث بذل جهدَه في الوصول إلى الحق، لكنه باعتبار النتيجة ضلال حيث كان خلافَ الحق.
وبهذا التفصيل يزول الإشكال والتهويل، والله المستعان.
[مجموع فتاوى ورسائل الشيخ ابن عثيمين: المجلد الأول، السؤال الخمسون].
المفتي : الشيخ محمد بن صالح العثيمين
udah coba berdialog dan tabayun ama orang NU pak ?
yah..bagaimanapun, kita semua ini sama – sama mencari kebenaran..Baik NU, wahabi, ikhwani, Tahriri, Tablighi, Muhammadiy, dll..
marilah budayakan saling nasehat menasehati dalam kebaikan dan kesabaran..
menyalahkan, mensesatkan, dan mengkafirkan apalagi pada sesama kelompok keislaman yang notabene mencari hidayah dan rahmat Allah pula adalah tindakan yang kurang terpuji dan kurang santun..
saya usul, gimana kalo bapak diskusi dengan tokoh – tokoh seperti Dien Syamsuddin, Hasyim Muzadi, Hidayat Nur Wahid, Ismail
(lanjut) yusanto..dan berbagai tokoh agama lainnya. kalau bisa sih, mencari titik temu dalam mencapai persatuan umat.
@mr.fajarsyah
assalamu alaikum,
saya setuju dengan statement anda diatas mas mr.fajarsyah, sebenarnya kita jangan mengulang kesalahan masa lampau, dimana berbagai pengikut madzhab yang fanatik saling merasa “benar sendiri” dan menyalahkan/mengkafirkan kelompok lain. sampai bunuh-bunuhan. Itu harusnya menjadi pelajaran bagi kita ummat Islam
tapi persoalannya, dengan munculnya pengikut wahabi/salafy yang ekstrim, klaim-klaim dan hujatan menyalahkan kelompok lain dengan vonis-vonisnya yang keras (baca pensesatan, pengkafiran dll) ditimbulkan lagi.
dalam konteks Indonesia sebenarnya konflik khilafiah NU-Muhammadiyah boleh dibilang sudah redah, tapi sekarang isu-isu klasik persoalan khilafiah dibumi tercinta ini ditimbulkan kembali oleh para pengikut “ekstrim” Ibnu Taymiah dan Ibin Abdul wahab (pelanjut faham hanabilah yang ekstrim). Ironis memang mereka mengusung dan menghidupkan kembali faham “takfiri” dalam dunia Islam!
kalau melihat dari sikpa orang-orang wahabi sih ya memang begitu. Mereka mengaku bahwa yang ahlusunnah hanya kelompoknya aja, selain mereka ya dihukumi sebagai ahli bid’ah, jahmiyah, sesat dll.
Ini benar-benar sikap brutal mereka.
semoga mereka cepat sadar, biar nggak bikin suruh &resah. Amin ya Allah.
Ahlus sunnah adalah lawannya ahlul bid’ah.
Maksudnya tidak ada ceritanya ahlus sunnah mengamalkan amalan bid’ah.
Yang jadi pertanyaan tahu atau merasa nggak seseorang bahwa amalan yang dilakukan itu bid’ah.
Sesuai kesepakatan para ulama ushul fiqih, asalnya semua ibadah itu hukumnya haram. Kecuali yang dituntunkan/dicontohkan oleh Rasulullah.
Bagaimana kita tahu suatu amalan dituntunkan/ dicontohkan oleh Rasulullah apa tidak, jawabnya cari di Hadits yang sohih.
Mari kita koreksi diri kita masing-masing, yang semuanya mengklaim ahlus sunnah.
Tidak perlu kita mengoreksi diri/kelompok orang lain yang akan membuat perpecahan.
Karena sesungguhnya sudah jelas dan sejelas-jelasnya siapa ahlus sunnah dan siapa ahlul bid’ah.
Yang saya tahu (krn saya bukan kelompok Salafy tapi beberapa kali mengikuti kajian yang diasuh oleh ustadz Salafy), ustadz Salafy sangat melarang bahkan haram mengkafirkan sesama muslim. Lha kok ini ada Salafyun yang mengkafirkan sesama muslim. Jangan-jangan ini orang dari kelompok lain yang disusupkan ke kelompok Salafy untuk membuat citra Salafy rusak di mata sesama muslim.
Karena akhir-akhir ini manhaj Salaf memang berkembang cukup pesat, dan yang terlihat, beberapa kelompok merasa ketakutan jama’ahnya akan lari meninggalkannya.
Jangankan kajian yang jelas-jelas manhaj Salaf, Kajian Islam yang independent-pun (yang hanya mengkaji Qur’an dan Hadits) mulai dihalang-halangi. Tidak boleh pakai masjidnya (krn bukan dari kelompoknya)..
Subhanallah….
Masjid itu kan Rumah Allah….
Dipakai untuk mengkaji ilmu dari Allah dihalang-halangi… trus apakah ini sifatnya orang muslim atau bukan….? masak Jahilliyah……. ya bukanlah…
Saudaraku, sadarlah……
Jangan sampai Allah menurunkan Azab atas perilaku kita itu….
Abu Salafy:
Memang benar di antara teman-teman Salafiyyun ada yang mu’tadil/moderat, tetapi pada kenyataannya kita tidak bisa menuutp mata dari adanya doktrin pengafiran dalam urat nadi ajaran Salafy/Wahabi, seperti yang ditegaskan pendiri sekte tersebut. Baca ulsannya dalam blog ini, biar Anda tidak berkesimpulan keliru terntang kami.
udeh rukun aje jangan pada ribut
Assalamualaikum Wr. Wb
Semoga kita tetap dalam lindungan Allah SWT dalam agama kita di dunia dan akhirat.
Saya orang yang kurang dalam pemahaman agama saya, ingin mengajukan pertanyaan?.
– Tahun berapa ibn Taimiyah lahir dan menyebarkan pahamnya?
– Tahun berapa ibn Abdil wahab lahir dan tahun berapa menyebarkan pahamnya?
– Tahun berapa paham Asy-ariyah muncul dan berkembang?
– Dan fahanm/Mazhab siapa yang hidup/berkembang pada fase antara Syeihk Abu Hasan ‘Ali al Asy’ariy dengan inb Taimiyah?
– Apakah semuanya orang yang menganut faham Asy – ariyah sebelum kelahiran ibn Taimiyah berarti faham sesat karena belum ada yang mengikuti faham ibn Taimiyah?
– Apakah juga demikian sebelum kelahiran ibn Adil Wahab? Karena sebelum dia lahir tidak semua orang menganut/sepaham dengan ibn Taimiyah?
– Jadi kalau begitu bagaimana nasib Ulama Ulama besar yang menyebarkan Islam sebelum kelahirannya? Pasti juaga lah semua sesat/neraka?
Begitu heeeeeeeeebatnya ibn Taimiyah dan ibn Abdil Wahab hampir-hampir mengalahkan Rosulullah SAW dan dapat melangkahi para Shohabat Nabi SAW.
– Walau demikian kita tetap berharap dan memohon kepada Allah SWT agar Ulama Ulama yang telah menyampaikan Islam kepada kita sampai sekarang ini tetap mendapat curahan rahmat karena dari para ulama itulah kita juga bisa dan dapat mengenal Islam dan bukan dari ibn Abdil Wahab.
– Dan bagaimana dengan orang orang yang jelas kekafirannya apakah sudah mendapat da’wah Mereka?
Assalamualaikum Wr. Wb
Semoga kita tetap dalam lindungan Allah SWT dalam agama kita di dunia dan akhirat.
Saya orang yang kurang dalam pemahaman agama saya, ingin mengajukan pertanyaan?.
– Tahun berapa ibn Taimiyah lahir dan menyebarkan pahamnya?
– Tahun berapa ibn Abdil wahab lahir dan tahun berapa menyebarkan pahamnya?
– Tahun berapa paham Asy-ariyah muncul dan berkembang?
– Dan fahanm/Mazhab siapa yang hidup/berkembang pada fase antara Syeihk Abu Hasan ‘Ali al Asy’ariy dengan inb Taimiyah?
– Apakah semuanya orang yang menganut faham Asy – ariyah sebelum kelahiran ibn Taimiyah berarti faham sesat karena belum ada yang mengikuti faham ibn Taimiyah?
– Apakah juga demikian sebelum kelahiran ibn Adil Wahab? Karena sebelum dia lahir tidak semua orang menganut/sepaham dengan ibn Taimiyah?
– Jadi kalau begitu bagaimana nasib Ulama Ulama besar yang menyebarkan Islam sebelum kelahirannya? Pasti juaga lah semua sesat/neraka?
Begitu heeeeeeeeebatnya ibn Taimiyah dan ibn Abdil Wahab hampir-hampir mengalahkan Rosulullah SAW dan dapat melangkahi para Shohabat Nabi SAW.
– Walau demikian kita tetap berharap dan memohon kepada Allah SWT agar Ulama Ulama yang telah menyampaikan Islam kepada kita sampai sekarang ini tetap mendapat curahan rahmat karena dari para ulama itulah kita juga bisa dan dapat mengenal Islam dan bukan dari ibn Abdil Wahab.
– Dan bagaimana dengan orang orang yang jelas kekafirannya apakah sudah mendapat da’wah Mereka?
Menunggu Jawaban/ulasan dari semua pihak untuk pencerahan.
saya kira salafi(wahabi)aliran yang pola pikirnya sempit kaku dan kurang luwes dalam memahami ajaran qur’an dan sunnah yang selama ini di gembor-gemborkan oleh mereka dengan bukti kelakuan mereka sungguh sangat keterlaluhan dan jauh dari siroh salaf assholih yang sangat hati-hati dalam menvonis seseorang KAFIR SYIRIK BID’AH .
wes Mboh ndasku koplak mikiran antum smua……kpn Endingnya kapan……?pusiiiing aku sejak dulu ngga ada titik temu…….ya Alloh tunjukkan kepd kami keyakinan yg engkau ridloi….jauhkaan km dari siksa api nerakamu….byuh byuh mummet ndasku.
NU ? Ahlu Bid’ah wal Jamaah
Assalamualaikum wr. wb
Wah rumit ya ….
Saya berharap agar nantinya Islam tidak terpecah belah, masih …
jangan jadikan perbedaan ataupun ide menjadi jurang pecahnya Islam.
Sungguh Allah yang maha tahu …
Wassalamualaikum wr. wb
berikan jalan berantaz kebodohan wahabi [ sekte payah bikin resah ]