Kajian Ilmu Hadis (6): Amanat Ahli Hadis… Dalam Timbangan
Sumber: http://almaliky.org/news.php?action=view&id=827
oleh Syaikh Hasan bin Farhan Al Maliky
Ahli hadis memiliki banyak keutamaan, kami berdoa untuk mereka, memohonkan ampunan buat mereka dan mengakui keutamaan mereka. Hanya saja adalah kewajiban kami untuk memperingan sikap berlebihan kelewat batas terhadap mereka.
Sikap berlebihan kelewat batas (al Ghuluw) terhadap mereka penyebabnya adalah Ahli Hadis sendiri. Metode Ahli Hadis telah menguasai pola berpikir manusia dalam memuji dan mencela. Merekalah yang menulis buku-buku akidah berdasarkan sanad kemudian dicetak dan disebar-luaskan lalu berkuasa… Sampai-sampai pihak yang menentang mereka seperti Ahli Ra’yi dan Mu’tazilah lemah di hadapan mereka, bukan dikarenakan kekuatan Ahli Hadis itu sendiri akan tetapi utamanya karena faktor-faktor politis dan kemudian faktor sosial.
Ahli Hadis terdahulu secara global lebih afdhal dari yang datang belakangan setelah mereka. Yang saya maksud dengan “yang terdahulu” adalah hingga akhir abad kedua Hijrah. Adapun yang belakangan adalah kira-kira mulai pertengahan abad ketiga. Masa antara tahun 200 hingga 240 adalah masa barzakh/pertengahan di antara dua masa di atas … Dan masa ini -seperti telah saya katakan- secara global lebih baik. Tentu pada setiap kaidah ada pengecualian.
Pengaruh Politik
Pengaruh politik terhadap Ahli Hadis sangat besar, bahkan di zaman para sahabat pun. Ini yang harus difahami. Dan saya akan fahamkan agar kalian memahami penyebab mengapa sahabat fulan banyak riwayatnya dan sahabat fulan lainnya sedikit riwayatnya … Kemudian generasi Tabi’in.
Andai kita ambil -sebagai contoh- para sahabat pemilik ribuan hadis (maksud saya para sahabat yang hadis riwayat dari mereka berjumlah ribuan) kemudian murid-murid mereka lalu murid-murid dari murid mereka pastilah kita akan menyaksikan keanehan yang mengundang tanya. Sahabat pemilik ribuan hadis berjumlah lima orang -sesuai dengan jumlah riwayat mereka dalam enam kitab Hadis- yaitu:
(1) Abu Hurairah dengan jumlah hadis: 3343 hadis.
(2) Aisyah dengan jumlah hadis: 2081 hadis.
(3) Ibnu Umar dengan jumlah hadis: 1979.
(4)Anas bin malik dengan jumlah hadis: 1584 hadis.
(5) Ibnu Abbas dengan jumlah hadis: 1243 hadis.
-
Abu Hurairah
Kendati terdapat perselisihan tentang Abu Hurairah tetapi mari kita belajar dan bertanya: Misalnya, Abu Hurairah baru memeluk Islam di tahun 7 H. dan mati tahun 57 H., sedangkan Sa’ad bin Abi Waqqash tergolong sahabat yang pertama memeluk Islam ketika Nabi saw. masih di kota Mekkah. Dia juga bergabung membela Nabi saw. dalam semua peperangan beliau melawan kaum kafir. Ia juga mati kurang lebih di tahun yang sama dengan Abu Hurairah yaitu tahun 57 H. Tenpat tinggal mereka berdua juga sama (yaitu kota Madinah), lalu mengapa hadis Sa’ad hanya berjumlah 121 hadis saja?!
Ini Pertanyaan Yang Sah-saha Saja!
Seorang yang bersahabat dengan Nabi saw. hanya dua atau tiga tahun meriwayatkan lebih dari tiga ribu hadis sedangkan seorang yang telah bersahabat dengan Nabi saw. selama dua puluh tiga (23) tahun hanya meriwayatkan seratus sekian hadis saja! Sementara para murid mereka ya sama juga (sama-sama penuntut ilmu yang tinggal atau berhijrah ke kota Madinah_red)!
Dengan kata lain: Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abu Hurairah sama-sama tinggal di kota Madinah. Sama-sama Penuntut ilmu … Tahun wafatnya juga sama. Sa’ad tergolong generasi pertama yang memeluk Islam. Sementara Abu Hurairah tergolong terakhir!! Dan Sa’ad sendiri bukan dikenal sebagai orang yang enggan meriwayatkan hadis. Lalu mengapakah para tabi’in berbondong-bondong menimba hadis dari Abu Hurairah dan mereka meninggalkan Sa’ad seorang sahabat Badri (yang ikut dalam perang Badar membela Nabi saw.) itu?
Jawabnya adalah:
Sesungguhnya Kerelaan Politis!
Sa’ad ibn Abi Waqqâsh ra. menentang politik Mu’awiyah dan mengecamnya serta mengingatkannya dengan keutamaan, Fadhail Ali dan ia menolak menuruti Mu’awiyah agar mencaci-maki/mencela Ali. Sikap politisnya yang menyebabkan hadis-hadis riwayatkan menjadi sedikit (diriwayatkan).
Sebaliknya, Abu Hurairah -yang walaupun kadang-kadang menampakkan ketidak-setujuan atas Mu’awiyah- akan tetapi putra-putranya bergabung dengan pasukan Mu’awiyah untuk memerangi Ali pada parang Shiffîn. (Setelah kekuasaan jatuh ketangan Mu’awiyah _red), Abu Hurairah masuk ke kota Kufah bersama rombongan Mu’awiyah. Ia juga pernah menjabat sebagai Gubernur kota Madinah untuk Mu’awiyah … Jadi kerelaan politis atas Abu Hurairah menyebabkan manusia bersemangat mengambil hadis darinya. Sebagaimana murka politis atas Sa’ad telah menyebabkna hilangnya banyak hadis Sa’ad.
Tentu saya mengatakan perkara-perkara ini secara sangat ringkas. Saya tidak ingin menyebutkan sikap-sikap masing-masing. Saya tidak ingin menyebutkan bahwa Sa’ad mati terbunuh akibat diracum Mu’awiyah -berdasarkan fakta terkuat-. Tidak juga saya bermaksud menyebutkan bahwa Mu’awiyah meragukan kesucian nasab Sa’ad bin Abi Waqqâsh, ia berkata kepada Sa’ad: “Banu Adzrah enggan menyerahkan kekhalifahan kepadamu hai Sa’ad!” Mu’awiyah menuduh Sa’ad bukan anak Abu Waqqâsh tapi anak seorang dari suku Adzrah. Dan mereka itu bukan bagian dari suku Quraisy..
Semua sikap dan peristiwa-peristiwa serta permusuhan antara Sa’ad bin Abi Waqqâsh dan Mu’awiyah sengaja tidak saya ungkapkan dalam kesempatan ini, karena ia akan membawa kita menyimpang dari tema inti yaitu: Mengapa hadis Sa’ad ditinggalkan??
Bahkan di sana ada banyak sahabat Badriyyûn (yang ikut dalam perang Badar membela Nabi saw.) seperti Abu Humaid as Sâ’idi (wafat tahun 60H) dan ia juga tinggal di kota Madinah seperti halnya Abu Hurairah, tetapi anehnya orang-orang tidak meriwayatkan darinya kecuali hanya tiga hadis saja!
Mengapa ini terjadi?
Penyebabnya adalah murka politis !
Bahkan sebagian sahabat Badriyyun -seperti Shaleh Syaqrân budak Nabi saw.-, ia wafat jauh setelah Abu Hurairah yaitu di tahun 70 H. yakni tiga belas (13) tahun setelah wafat Abu Hurairah, mereka (para perawi generasi tabi’în) tidak meriwayatkan darinya kecuali hanya satu hadis saja! HANYA SATU HADIS SAJA yang diriwayatkan para tabi’în dari Shaleh Syaqrân, padahal beliau seorang sahabat yang ikut serta dalam perang Badar dan budak Nabi saw. (dan seorang budak tentu lebih dekat dan menghafal banyak Sunnah), kendati demikian hanya satu hadis saja yang mereka riwayatkan dari beliau…
Mengapa demikian?
Karena Shaleh Syaqrân mempunyai sikap politis menentang Mu’awiyah. Beliau berjuang bersama Imam Ali di Shiffin (menumpas pemberontakan yang dipimpin Mu’awiyah), padahal beliau adalah seorang budak Nabi saw.
Jadi murka politis berperan besar dalam MEMATIKAN HADIS DAN SEJARAH NABI SAW.
Seluruh murid Abu Hurairah tiga belas tahun sepeninggal Abu Hurairah tinggal di kota Madinah (dan tentu hadis Abu Hurairah telah berhenti dengan kematiannya), lalu mengapakah mereka tidak menimba hadis dari para sahabat lain seperti Shaleh Syaqrân?
Kita akan berpanjang-panjang membicarakan Abu Hurairah …
- Ummul Mukminin Aisyah
Mari kita juga bicarakan hadis Ummul Mukminin Aisyah. Beliau telah meriwayatkan dua ribuan hadis. Sedangkan Ummul Mukminin lainnya yaitu Ummu Salamah yang wafat empat tahun setelah Aisyah hanya meriwayatkan 158 hadis saja!.. Bukankah seorang peneliti dan pengkaji berhak berkata:
*) Aisyah sama dengan Ummu Salamah, keduanya adalah dinikahi Nabi saw. dalam waktu yang berdekatan. Aisyah dipersunting Nabi saw. setelah perang Badar pada tahun 2 H. Sedangkan Ummu Salamah dipersunting Nabi saw. tahun 3H.
*) Keduanya memiliki jatah hari yang sama yaitu satu hari persembilan hari (sesuai dengan jumlah istri-istri Nabi saw.). Kendati Aisyah setahun lebih dahulu berumah-tangga dengan Nabi saw. tetapi wafat Ummu Salamah empat tahun setelah wafat Aisyah. Lalu kemanakah para perawi hadis itu?! (mengapa mereka tidak tertarik meriwayatkan hadis dari Ummu Salamah Istri Nabi saw.??)
Karena Ummu Salamah mempunyai sikap politis yang kokoh dan tegas melawan Mu’awiyah;
(#) Ummu Salamah mengecam Mu’awiyah yang men-sunnah-kan (mentradisikan) pelaknatan terhadap Imam Ali itu dan memandangnya bahwa pada hakikatnya Mu’awiyah sedang melaknati Nabi …
(#) Beliau ra. meratapi kesyahidan Al Husain.
(#) Beliau bersemangat meriwayatkan sabda-sabda Nabi saw. (suami tercintanya) tentang keutamaan Ahlulbait..
Jadi penyebab mereka meninggalkan hadis Ummu Salamah adalah murka politis.
Ummu Salamah memeluk Islam sebelum Aisyah.
Berhijtah ke Habasyah bersama suami pertamanya yaitu Abu Salamah.
Keduanya setia bersama Nabi saw. ketika beliau bersama bani Hasyim dikucilkan di lembah Bani Hasyim (dan tidak ada seorang sahabat pun selain mereka berdua yang bergabung bersama bani Hasyim dalam pengucilan yang dilakukan kaum kafir Quraisy itu).
Ya, Aisyah juga mempunyai sikap penentangan terhadap Mu’awiyah seperti terkait kasus pembunuhan Hujur bin Adiy dan ia (Aisyah) menyerupakan Mu’awiyah dengan Fir’aun (seperti diriwayatkan seorang tabi’in terpercaya yang yang rajin beribadah; al Aswad bin Yazid). Hanya saja di sisi lain ia telah keluar memberontak dan memerangi Imam Ali. Dan hal ini memberikan semacam kerelaan politis. Andai bukan karena Aisyah memberontak dan memerangi Imam Ali bersama para pemberontak di perang Jamal tentu Mu’awiyah tidak menjadi sekuat itu dan memiliki “hujjah”/alasan. Karena mereka (Aisyah, Thalhah dan Zubair) memiliki reputasi masa lalu yang baik… Sedangkan Mu’awiyah adalah seorang THALÎQ. [1]
Kemudian hendaknya kalian ingat tentang murid-murid Abu Hurairah, mengapa mereka setelah wafat Abu Hurairah, Aisyah dan Sa’ad tidak mau menimba hadis dari Ummu Salamah? Bukankah Ummu Salamah juga Ummul Mukminin?!
Di sini, seorang pengkaji tidak menuduh Aisyah menambah-nambah hadis, tidak juga Abu Hurairah. Tidak menuduh Sa’ad dan Ummu Salamah menyembunyikan hadis. Pertanyaannya adalah:
Mengapakah orang-orang berbondong-bondong menimba hadis dari mereka (Aisyah dan Abu Hurairah) dan meninggalkan hadis mereka (Sa’ad dan Ummu Salamah)?!
Mungkin di sana ada sebab-sebab lain yang bersifat sekunder. Tetapi sebab utamanya adalah kerelaan politis di sini dan murka politis di sana. Dan ini -sangat disayangkan- yang dilakukan oleh Ahli Hadis, karena kelemahan analisis logis mereka.
Coba bayangkan sekarang -di negeri manapun- bukankah kerelaan politis mengundang kerelaan publik terhadap pribadi/ilmuan tertentu. Sementara seorang ilmuan yang dimurkai dalam ranah politis hampir-hampir dicampakkan dan diabaikan.
Lalu jika kita ambil sebagai fokus kajian para perawi yang banyak meriwayatkan dari Abu Hurairah dan Aisyah… Perawi yang banyak meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah adalah Abu Salamah bin Abdurrahman. Ia seorang polisi dan jaksa yang setia bekerja untuk Mu’awiyah dan Marwan. Sementara Sa’ïd bin Musayyib yang jauh lebih terpercaya dan lebih agung dibanding Abu Salamah dan selainnya adalah menantu Abu Hurairah sendiri, mereka (para Ahli Hadis generasi setelahnya) tidak meriwayatkan hadis Abu Hurairah seperti mereka meriwayatkannya dari Abu Hurairah melalui jalur perawi pendukung Mu’awiyah dan Marwan. Padahal Sa’îd lebih senior/lebih lama dibanding Abu Salamah bin Abdurrahman. Dan keduanya wafat pada tahun yang sama yaitu tahun 94 H.
Karena murka bani Umayyah atas Sa’îd bin Musayyib sangat kuat !
(*) Sa’îd selalu mendoakan keburukan untuk bani Marwan dalam sujudnya.
(*) Beliau menuduh Mu’awiyah bahwa ia orang pertama yang menentang ketetapan Rasulullah saw.
(*) Beliau berterang-terangan dalam mengecam Mu’awiyah.
Semua sikap itu telah diriwayatkan dari beliau dengan sanad yang shahih, bukan sekarang forum yang tepat untuk merincinya.
Kemudian para perawi yang menimba hadis dari murid-murid Abu Hurairah adalah Zuhri. Mengapa ia menjadi perawi paling masyhur dibanding dengan murid-murid lain yang sama-sama menimba hadis Abu Hurairah melalui Sa’îd, Abu Salamah dan Abu Shaleh (mereka semua adalah murid-murid langsung Abu Hurairah)…?
(jawabnya):
Karena Zuhri adalah pendukung bani Umayyah.. Ia telah bekerja di istana Abdul Malik bin Marwan kemudian bekerja untuk al Walid kemudian untuk Sulamian, lalu untuk Yazid bin Abdul Malik dan akhirnya ia bekerja untuk Hisyam. Ia menulis hadisnya di istana Hisyam bin Abdul Malik. Dan para perawi yang menimba hadis darinya adalah para budak Hisyam.
Hampir setengah hadis yang dikoleksi dalam enam kitab standar adalah dari jalur Zuhri dan murid-muridnya seperti Syu’aib bin Abu Hamzah, Yunus bin Yazid al Ailiy dan Aqîl bin Khalid (mereka semua adalah para pendukung berat bani Umayyah). Sebenarnya banyak ulama yang tinggal di kota Madinah yang lebih agung daripada Zuhri yang hidup sezaman dengannya, semantara Zuhri Syami (tinggal di negeri Syam) tetapi guru-guru yang ia menimba hadis dari mereka adalah Madaniyyun (penduduk kota Madinah). Di antara ulama kota Madinah yang hidup sezaman dengan Zuhri adalah Muhammad al Baqir, Zaid bin Ali bin Husain dan Rabi’ah ar Ra’yu!
(Jadi jelas mengapa Ahli Hadis berlompatan meriwayatkan hadis dari Zuhri)?
Ia adalah kerelaan politis di sini dan kemurkaan politis di sana. Siapa yang menjilat penguasa atau diridhai penguasa maka akan banyak muridnya. Dan siapa yang penguasa murka atasnya maka ia akan dicampakkan. Ini penting sekali (untuk diperhatiakan dan direnungkan).
Bahkan perawi hadis terbanyak dari Aisyah yaitu Urwah bin Zubair adalah salah seorang binaan dan pendukung Mu’awiyah. Ahli Hadis telah memujinya. Dan ketika diteliti dialah yang harus dituduh (atas ketidak-beresan) pada hadis-hadis Aisyah. Rata-rata hadis yang dijadikan alasan Syi’ah untuk menolak hadis-hadis Aisyah atau dijadikan dalil para Orientalis dalam mengecam Nabi saw. adalah hadis Aisyah dari jalur Urwah. Saya menuduh Urwah (sebagai penyebabnya).
Hadis-hadis riwayat Urwah dari Aisyah banyak sisi pelecehan dan penghinaan terhadap Rasulullah saw. dan Aisyah sendiri. [2]
Sebagaimana perawi yang banyak meriwayatkan hadis Aisyah dari jalur Urwah adalah putranya sendiri yang bernama Hisyam -teman akrabnya al Manshûr- (penguasa tiran dari dinasti Abbasiyah yang dikenal sangat kikir, kejam dan haus darah_red). Hisyam meriwayatkan hadis dari ayahnya dari Aisyah. Jalur ini (Hisyam dari ayahnya dari Aisyah) menjadi bahan dasar buku-buku dan artikel-artikel yang menjelekkan dan mencoreng nama harum Nabi saw. Andai kita memiliki keberanian pastilah kita mengaktifkan sisi pengaruh buruk politik ini dalam mengadili mereka yang berpihak kepada para penguasa tiran, dan tentu kita tidak akan menerima hadis apapun dari mereka kecuali yang diliputi dengan tanda-tanda dan bukti-bukti kebenaran.
Andai di sana ada dialog terbuka tentang Ilmu Hadis pasti kami akan paparkan di hadapan para pakar Ilmu Hadis -yang bisanya hanya bertaklid buta saja- hadis-hadis riwayat Urwah misalnya, jika itu kami lakukan pastilah kalian menyaksikan bagaimana mereka akan dibuat repot dalam membelanya dan saya pastikah bahwa mereka tidak akan samggup membela hadis-hadis tersebut.
.
.
- Ibnu Umar
Kita langsung saja menuju perawi hadis terbanyak nominasi ketiga yaitu Ibnu Umar. Sikap politisnya sangat diterima dan “diacungi jempol” oleh bani Umayyah. Ia bersungguh-sungguh dalam membai’at Yazid dan mengukuhkan pembai’atan tersebut.[3]
Sementara itu di masa kekhilafahan Ali ia menolak memberilan bai’at setianya untuk Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Di sini saya tidak menuduh Ibnu Umar dalam menyampaikan hadis. Yang saya katakan hanyalah semata tentang sikap politisnya. Artinya sikap politisnya itu mengundang kerelaan politis bani Umayyah kemudian menyebabkan banyak para perawi yang berlomba-lomba meriwayatkan hadis darinya dan pada waktu yang sama mereka bersedikit-sedikit dalam meriwayatkan hadis dari para sahabat senior lainnya khususnya yang ikut serta dalam perang Badar. Ibnu Umar bukan sahabat Badri.
Kemudian perawi hadis darinya adalah Nâfi’ (budaknya sendiri). Dan Nâfi’ adalah seorang Nashibi (pembenci Keluarga; Ahlulbait Nabi Muhammad saw.). Ia menolak menghitung Imam Ali sebagai Khalifah Keempat dan ia tidak memandang sah kekhalifahan Ali. Dalam akidahnya, Mu’awiyah-lah Khalifah Keempat! Lalu apa kira-kira hasilnya?
Hasilnya adalah bahwa kenashibian Nâfi’ dan kecintaannya yang mendalam kepada bani Umayyah menjadikannya didahulukan dalam meriwayatlan hadis dari Ibnu Umar melebihi putra-putra Ibnu Umar sendiri seperti Salim bin Abdullah bin Umar dan saudara-saudaranya yang juga meriwayatkan hadis dari ayah mereka.
Kemudian perawi yang berbanyak-banyak meriwayatkan hadis dari Nâfi’ adalah Malik dan ia berpihak kepada Abu Ja’far al Manshur dan mengarang buku al Muwath’tha’ untuk dipersembahkan kepada al Manahur. Dan jalur: Malik dari Nàfi’ dari Ibnu Umar adalah mata rantai emas di mata Ahli Hadis! Semua perawi dalam mata rantai itu adalah orang-orang yang mendapat dukungan kerelaan politis. Sementara para tokoh ulama -seperti Imam Abu Hanifah, bahkan ia sebelum Malik (ia wafat tahun 150 H. sedangkan Malik wafat tahun 179 H)- dicacat dan dilemahkan oleh Ahli Hadis. Mereka mendha’ifkan Abu Hanifah karena beliau adalah sasaran kecaman politik (para penguasa dan para pendukung mereka _red). Bahkan Ekstrimis Salafy sampai pada batas menuduh Abu Hanifah sebagai:
*) menyengaja berdusta dalam membuat-buat hadis palsu,
*) penyandang bid’ah,
*) sesat,
*) KAFIR,
*) Jahmi (penganut aliran sesat Jahmiyah),
*) Khâriji (seorang Khawarij)…
Semua itu dikarenakan Abu Hanifah menentang kekuasaan tiran dinasti bani Umayyah dan bani Abbas. Yang saya maksud di sini adalah Ekstrimis Salafy di masa Abu Hanifah. Khathib al Baghdadi dalam kitab Târîkh Baghdâd-nya dan Abdullah putra Ahmad bin Hanbal telah memaparkan panjang-lebar kecaman dan tuduhan para Salafy di masa Abu Hanifah atas Abu Hanifah. [4]
Ketika kamu mendapati sanad termasyhur Ahli Hadis yang menyambungkan dari penulis buku Hadis kepada seorang sahabat memiliki kedudukan besar di sisi penguasa, maka tidaklah ini terlihat aneh? Terlebih lagi bahwa di masa mereka terdapat ulama lain yang lebih terpercaya dan lebih agung?!
Para peneliti Barat memantau realita ini. Kaum Mu’tazilah juga memantaunya. Tetapi realita ini tidak mampu dilihat oleh Ahli Hadis karena mereka berada di dalam peti kerelaan politis. Dan siapa yang berada di dalam sesuatu ia tidak mampu melihat sesuatu itu!
- Anas bin Malik
Jika kita menjumpai sahabat terbanyak keempat dalam meriwatakan hadis yaitu Anas bin Malik maka kita akan temukan ia dekat kedudukannya di sisi Hajjaj dan Hakam bin Ayyub ats Tsaqafi pejabat bawahan Hajjaj yang memimpin kota Bashrah, dan ia juga bekerja untuk Ziyad bin Abihi…
Ya benar bahwa di akhir hayatnya Anas bertaubat dari sebagian sikapnya itu dan ia bersaksi memberatkan bani Umayyah -seperti dalam Shahih Bukhari- yaitu ia bersaksi bahwa ia tidak lagi menyaksikan apa yang dahulu ia saksikan di masa Rasulullah kecuali hanya kalimat Lâ Ilâha illallâh saja!
Akan tetapi Anas tidak bisa menegakkan kesaksian dengan apa adanya ketika ia ditanya oleh Yazid bin Na’âm adh-Dhabbi -dan ia juga seorang sahabat Nabi saw.- tentang waktu-waktu shalat, karena penguasa bani Umayyah telah mempermainkan waktu-waktu shalat.
Kemudian perawi yang banyak meriwayatkan hadis dari Anas adalah Qatâdah bin Da’âmah as Sadûsi; teman akrab Bilal bin Abi Bardah Gubernur wilayah Bashrah yang bejat/jahat yang Umar bin Abdul Aziz bertaka tentangnya: “Ia seorang yang khubuts kulluh/busuk total.”!
.
- Ibnu Abbas
Adapun sahabat dengan riwayat terbanyak kelima adalah Ibnu Abbas. Sebab ketersohorannya kembali kepada kekuasaan dinasti Abbasiyyah. Kami tidak menuduhnya -sebagaimana kami juga tidak menuduh para sahabat dengan riwayat terbanyak lainnya-. Hanya saja ketika Rasulullah saw. wafat Ibnu Abbas masih sangat kecil. Kemudian perawi yang banyak menukil hadis darinya adalah Ikrimah; budaknya sendiri. Ikrimah seorang yang tertuduh (dengan banyak tuduhan, di antaranya adalah berbohong atas nama Nabi saw. dan juga atas nama tuannya sendiri; Ibnu Abbas _red).
Ikrimah seorang Nashibi (pembenci Ahlulbait Nabi saw.).
Dan ia penganut aliran Shufriyyah; salah satu sekte cabang Khawarij. Dinasti Abbasiyah tidak memusuhi kaum Khawatij karena aksi mereka sudah berakhir.
Dan perawi yang menukil dari Ikrimah adalah Ayyub as Sakhtiyàni; seorang aparat penguasa dan orang keempat bersama tiga rekannya yang lain (Yunus bin Ubaid, Ibnu ‘Aun dan Yazid bin Zurai’) yang mengancam Syu’bah dengan membanggakan jabatan mereka.
.
- Khulashah/Kesimpulan:
Sesunguhnya jalur-jalur yang menyambungkan kepada para sahabat terbanyak meriwayatkan hadis adalah tempat kerelaan politis, baik oleh pihak dinasti Umawiyyah maupun dinasti Abbasiyah padahal di antara rekan-rekan sejawat mereka masing-masing banyak perawi yang lebih agung dan lebih berilmu.
Tentu kami ulangi di sini apa yang kami telah katakan bahwa ini adalah secara umum… Walaupun kami mengakui bahwa ada pula beberapa ulama oposisi yang juga tersohor, karena tercukupinya kondisi-kondisi sosial dimana tentu penguasa tidak mampu menenggelamkan seluruh orang yang mereka murkai.
Kesimpulan lain adalah bahwa Ahli Hadis tidak berada pada kualitas yang cukup dalam amanat -seperti dikatakan- dan mereka juga itu telah menukil sunnah secara utuh… Ini klaim yang tidak benar. Secara umum mereka adalah hasil politik.
Andai kami paparkan metode Malik dalam kitab Muwath’tha’-nya (pada abad kedua) atau Ahmad dalam kitab Musnad-nya (pada adab ketiga), -dan keduanya ini ditulis sebelum dikarangnya Enam Kitab Hadis standar- niscaya kita akan menemukan cela yang besar.
Pengaruh-pengaruh politik belum kami paparkan secara detail. Kami kanya menyebutnya sambil lalu saja dengan isyarat-isyarat umum karena tema ini sangat besar dan butuh kepada pemuasan intelektual yang memadat. Andai kami paparkan setiap masalahnya pasti kalian akan jemu.
Problem pada Ahli Hadis baik yang terdahulu maupun yang datang belakangan adalah bahwa menganggap diri mereka telah menukil total Sunnah dengan amanat! Bahwa mereka adalah penjaga dan pengawal serta penukil Sunnah. Ini pujian sangat berlebihan. Mereka telah meninggalkan banyak hadis para parawi tsiqat (jujur terpercaya) karena sikap kemazhaban atau permusuhan, sebagaimana mereka telah meriwayatkan dari banyak orang yang dikenal dha’if bahkan mereka meriwayatkan dari perawi-perawi yang telah mengaku bahwa mereka berdusta. Semua itu mereka demi fanatisme kemazhaban.
Ini -seperti telah kami katakan- secara umum. Boleh jadi mereka juga meriwayatkan dari perawi yang berbeda mazhab atau sikap politik tetapi tentu sedikit.
Terkadang mereka menolak hadis seorang yang satu mazhab atau sesuai dalam sikap politiknya tetapi ini juga sedikit. Sebelumnya telah kami sebutkan bagaimana sebagian pembesar Ahli Hadis meninggalkan hadis dari Abu Hanifah dan murid-muridnya dan seluruh Ahli Ra’yu. Dan sebagian pembesar mereka meninggalkan hadis Bukhari!… Sebagian meninggalkan hadis kaum Syi’ah dan Mu’tazilah dan berlebih-lebihan dalam melemahkan mereka. Dan sebagian lain lagi seperti adz Dzuhali meninggalkan hadis seorang perawi tsiqah hanya karena orang itu tidak bangun menghormatinya ketika ia memasuki sebuah majlis.. Dan demikian seterusnya.
Karenanya kami akan berhenti mungkin di masa akan datang kami bisa mengukur peggelembungan pengagungan terhadap Ahli Hadis dan sisi amanat mereka, mungkin kalian akan dikagetkan dengan banyak temuan.
Semoga Allah menutup kekurangan!
(Ajak bicara manusia dengan apa-apa yang mampu mereka mengerti).
_________________
[1] Thalîq, bentuk jamaknya adalah Thulaqâ’ secara bahasa artinya adalah seorang yang telah dibebaskan dari belenggu perbudakan.
Ketika Nabi saw. menaklukkan kota Mekkah karena pengkhianatan para pemimpin kaum kafir Quraisy seperti Abu Sufyan bapak Mu’awiyah, beliau menawan penduduk Mekkah termasuk para pemimpin mereka. Mereka dikumpulkan di halaman Ka’bah dan kemudian Nabi saw. berpidato. Mereka semua -khususnya para pemimpin kekafiran yang Allah gelari dengan AIMMATUL KUFRI, seperti Abu Sufyan, Suhail dan Ikrimah putra Abu Jahal dan Budail-yakin bahwa Nabi saw. akan menghukum dan membalas kejahatan mereka selama ini! Bukankah mereka yang bertahun-tahun mengganggu dan menyakini Nabi saw. dan menyiksa kaum Muslimin?!
Bukankah mereka yang berencana membunuh Nabi saw. sehingga Allah perintahkan Nabi-Nya berhijra ke kota Madinah?!
Bukankah mereka yang memerangi Nabi saw. dan bersekutu dengan suku-suku Arab lainnya dan kaum Yahdi di sekitar kota Madinah untuk memerangi dan menghabisi Nabi dan kaum Muslimin?!
Bukankah mereka yang telah mengkhianati Nabi saw. setalah kesepakatan yang mereka tandatangani dalam kesepakatan Hudaibiyyah dengan Nabi saw.?!
Semua kejahatan mereka itu sudah pantas untuk Nabi saw. menghukum dan membalas mereka. Tetapi sebagai Nabi Rahmatan Lil ‘Âlamîn beliau memaafkan semua kejahatan mereka. Nabi hanya bersabda di hadapan mereka yang sedang ditawan itu: “Pergilah kalian semua! Kalian semua THULAQÂ’.
Nabi saw. membebaskan mereka kendati beliau tau persis bahwa sebagian mereka tidak akan berterima kasih bahkan akan mengkhianati kebaikan sikap beliau saw.
Tetapi telah menetapkan status baru dalam Islam bagi mereka. Mereka adalah KAUM THULAQÂ’. artinya mereka adalah anggota masyarakat Muslimin “kelas dua”. Mereka tidak akan pernah bisa disamakan dengan para sahabat beliau yang setia berjuang, hijrah meninggalkan kampung halaman mereka karena diusir kaum kafir Quraisy (yang kini telah ditaklukkan dan akhirnya memilih memeluk Islam secara formal) yaitu kaum Muhajirin. Dan tidak akan pernah bisa disamakan dengan para sahabat beliau dari penduduk asli kota Madinah yang telah dengan berani dan setia serta ketulusan tiada banding dalam menampung Nabi saw. dan para sahabat Muhajirin yang terusir itu. Allah menyematkan gelar bahwa mereka adalah ANSHÂR para pembela Nabi saw.!
Semasa berkuasa ternyata Mu’awiyah -si Thalîq hina dina itu- ternyata melampiaskan dendam terpendamnya kepada Nabi saw., para sahabat Mujahirin dan Anshar dengan membantai mereka. Demikian juga dengan Yazid -cucu Abu Sufyan dan Hindun si pengunyah jantung Hamzah paman Nabi saw.- juga melampiaskan dendam jahiliyahnya dengan menghalalkan kota suci Madinah dan membantai penduduknya serta mengizinkan para prajurit bejatnya memperkosa putri-putri para sahabat sehingga tidak kurang dari seribu gadis dinodai keperawannya. Itu selain wanita-wanita yang telah bersuami atau janda.
Semua itu fakta sejarah yang mana kaum Salafy Wahhàbi -penyembah bani Umayyah- selalu berusaha menutup-nutupi dan/atau mengingkarinya.
Semoga Allah membalas kejahatan mereka semua.
[2] Seperti hadis-hadis di bawah ini:
(1) Hadis-hadis yang menerangkan bahwa karena keterlambatan datangnya Jibril as. membawa wahyu kepada Rasulullah saw. beliau berkali-kali nekat mau bunuh diri dengan melemparkan diri dari puncak gunung. Hadis ini dapat Anda jumpai dalam Shahih Bukhari dan selainnya.
(2) Hadis-hadis yang menerangkan bahwa Rasulullah saw. menikahi Aisyah ketika ia masih berusia enam (6) tahun dan resmi berumah-tangga ketika Aisyah masih berusia (9) sembilan tahun. Dan karena kecilnya usia Aisyah maka Nabi pun harus sibuk ikut menuruti Aisyah dalam bermain-main. Hadis tentangnya dapat Anda jumpai dalam Shahih Bukhari: 5/70-71 dan lainnya, misalnya pada Bab Tazwîj an Nabi saw. Aisyah wa Qudumuha al Madinah wa Binauhu Biha/Pernikahan Nabi saw. dengan Aisyah dan Ketadangannya di kota Madinah serta Berumah tangga dengannya. Serta beberapa tempat lain dalam Shahih Bukhari dan juga kitab-kitab hadis lain seperti Shahih Muslim, Sunan an Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Sunan Abu Daud dan Musnad Ahmad.
(3) Hadis-hadis yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw. sengaja berlaku zalim terhadap salah satu istri beliau yang bernama Saudah karena sudah tua dan tidak sanggup lagi melayani hasrat birahinya (wal iyadzu billah/kami berlindung kepada Allah dari anggapan seperti itu terhadap Rasulullah saw.). Nabi saw. mau menceraikan Saudah tanpa salah dan dosa apapun selain karena ia sudah tua. Saudah bersedih dan menangis. Akan tetapi setelah Saudah mau mengalah dan memberikan jatah harinya untuk Aisyah barulah Rasulullah saw. mau membatalkan niatan untuk mencerekainnya.
Hadis tentangnya dapat Anda baca dalam Shahih Bukhari pada beberapa kesempatan di antaranya: Kitabu at Tafsir, Bab Inim Ruun Khafat Min ba’liha Nusyuzan aw I’râdhan.
(4) Hadis-hadis yang menegaskan bahwa Rasulullah saw. tidak berlaku adil terhadap istri-istri beliau.
Hadis tentangnya dapat Anda temukan dalam Shahih Bukhari:
*) Kitabul Hibab, Bab Man Ahda ila Shahibatihi/Kitab Pemberian, Bab orang yang memberikan hadis kepada temannya.
*) Kitab Fadhail ash Shahabah, Bab Fadhail Aisyah/Kitab Keutamaan Para Shahabat, Bab Keutamaan Aisyah.
(5) Hadis-hadis yang menggambarkan bahwa Nabi Muhammad saw. tidak tahan berpisah dengan Aisyah. Hal demikian makin nampak di hari-hari akhir menjelang wafat beliau. Beliau tidak betah lagi tinggal dan dirawat di rumah istri-istri beliau yang lain. Beliau saw. tidak sabar berpisah dengan Aisyah sehingga beliau ungkapkan seluruh perasaan itu dengan kata-kata beliau: “Di mana aku hari ini dan di mana aku besok?”
Hadis-hadis tentangnya dapat dijumpai dalam Shahih Bukhari: Kitabul Maghazi, Bab Maradhu an Nabi saw. wa Wafathu/Kitab Peperangan-peperangan, Bab Sakit dan wafat Nabi saw.
Selain Bukhari hadis seperti itu juga diriwayatkan para Ahli Hadis lain seperti Muslim, at Turmudzi, an Nasa’i dan Ibnu Majah serta Ahmad.
Serta masih banyak lagi contoh-contoh hadis yang menghinakan dan melecehlan kehormatan Rasulullah saw. demi mengutamakan atau mengagungkan Aisyah misalnya atau sahabat lain.
Kami cukupkan menyajikan sekelumit contoh untuk menjadi pelajaran berharga. Sengaja kami tidak melanjutkan mencecer contoh-contoh hadis seperti itu agar kita semua dapat menikmati sajian dan analisis Syeikh Hasan bin Farhan al Maliky. Semoga beliau dan kita selalu dalam lindungan Allah Yang Maha Kuasa.
Kami menulis komentar dan catatatn ini di saat beliau masih dalam penjara karena ditahan oleh Rezim Kerajaan Wahhâbi Salafy Arab Saudi tanpa dosa kecuali menyuarakan ide-ide segarnya demi mencerdaskan umat Islam khususnya masyarakat Arab Saudi sendiri yang hidup dalam keterbelakangan pemikiran akibat dipasung oleh Ekstrimis Salafy Wahhâbi. Semoga Allah menyegerakan kekebasan beliau dari pemenjaraan zalim itu. Amin. (Abu Salafy)
[3] Ibnu Umar telah mendukung dan memberikan bai’at setianya kepada Yazid sebagai Khalifah Rasulullah saw. dan menentang pemberontakan atasnya dengan dua alasan:
Pertama: Ia takut mati jahiliyyah karena tidak mengikat dirinya dengan memberikan bai’at setia kepada seorang Imam/Khalifah. Dalam hal ini ia membawakan hadis Nabi saw. yang mengancam mati jahiliyah atas siapa yang mati tanpa memiliki ikatan bai’at dengan seorang Imam.
Kedua: Memberontak terhadap seorang Khalifah yang sudah kita bai’at itu artinya ghadr/berkhianat. Dan bagi si pengkhianat kelak di hari kiamat akan dibedakan dengan bendera khusus. Demikian Ibnu Umar sekali lagi membawa-bawa sabda Nabi saw. ketika ia mengecam penduduk kota suci Madinah yang memberontak terhadap Yazid di bawah pimpinan putra-putra para sahabat mulia setelah mereka menyaksikan langsung dengan mata kepala mereka sendiri kebejatan dan kefasikan Yazid. Maka terjadilah pembantaian atas penduduk Madinah; kota mulia Rasulullah saw., dan pemerkosaan wanita-wanita kota tersebut sehingga banyak bayi lahir tanpa diketahui siapa ayahnya… Semua itu adalah kejahatan yang selalu dibela kaum Salafy Wahhâbi!
Tidak cukup memberikan teguran keras dan kecamannya atas penduduk kota suci Madinah yang mencopot Yazid sebagai Khalifah, Ibnu Umar mengamcam keluarganya dan para budaknya bahwa siapa yang melepas ikatan bai’at dari Yazid maka itu artinya putus hubungan dengannya. Ia berlepas diri dari mereka. (Abu Salafy)
[4] Dalam beberapa artikelnya Syeikh Hasan bin Farhan al Maliky telah membongkar kecaman Ekstrimis Salafy atas Abu Hanifah. Sebagiannya telah kami terjemahkan di blog ini. Sebagaimana abu Salafy juga pernah menurunkan catatan dan artikel khusus tentang masalah ini. Silahlan dirujuk. (abu Salafy)
______________
Kajian Sebelumnya
- Kajian Ilmu Hadis (Bag.1) : Lima Belas Renungan Untuk Ahli Hadis
- Kajian Ilmu Hadis (Bag.2): Tolok Ukur Agama Bukan Kemazhaban!
- Kajian Ilmu Hadis (Bag. 3) Abu Hurairah, Sekedar Contoh!
- Kajian Ilmu Hadis (Edisi Khusus): Peringatan Pembesar Ahli Hadis Akan Fitnah Hadis!
- Kajian Ilmu Hadis (Bag. 4): Abu Hurairah Dan Pengaruh Politik
- Kajian Ilmu Hadis (Bag. 5): Pengaruh Ahlul Kitab Terhadap Ahli Hadis!
- Kajian Ilmu Hadis (6): Amanat Ahli Hadis… Dalam Timbangan
Filed under: Bani Umayah, Hasan Farhan Al Maliky, Kajian Hadis, Kajian Sejarah, Manhaj, Nawashib |
Bukan cuma ahli hadis yang mendapatkan murka politis, ustad pun bisa kena dampak buruknya sampai dipenjara bahkan. Intinya adalah kalau mau selamat jadi ustad harus dekat dengan penguasa?…mengapa banyak mahzab yang punah dan tersisa sedikit yang bertahan hingga saat ini.
apa ustadz tahu ibn umar menarik kembali baiatnya terhadap yazid setelah terjadi peristiwa pembantaian di mekah dan madinah atau tetap berbaiat sampai meninggal
Abusalafy:
Itu yang belum kami ketahui secara persis. Walaupun sepertinya beliau tidak menarik baiatnya untuk Yazid.
Dan juga Ibnu Umar telah mnyesal tidak bergabung dgn pasukan Imam Ali kwj, sebelum meninggalnya akibat ditusuk kakinya dgn tombak beracun yg diduga pelakunya suruhan penguasa bani Umayah, akibat beliau mengingatkan penguasa tsb untuk sholat ashar . Tolong klarifikasi…….(Wallahu yatawalla as-sarair)
………….Meski kami memahami kritik bukan lah hujatan, menjelaskan bukan merendahkan……yang beruntung adalah yg dapat mengambil i’tibar fenomena bukan yang mengikut2kan/tanattu’
@mufid
Benar dapat dilihat dalam kitab
1. Al Isti’ab-Ibnu Abdil Barr
2. Umdat al-Qari Al ‘Aini
Kalau kita baca jawaban dari Ibnu Umar alasan beliau untuk tidak ikut berperang bersama dengan Imam Ali seperti yang tertulis dalam kitab Umdat al Qari jawaban beliau sedikit membingungkan atau ambigu. Pertanyaan lebih jauh lagi apakah penyesalan beliau itu juga dapat disinonimkan dengan pembatalan baiat beliau atas Yazid
Dari beberapa riwayat, selepas tragedi karbala datang ke istana Yasid memprotes keras kejadian itu, namun setelah beliau diperlihatkan “surat rahasia” oleh Yasid yang mana surat tersebut ditulis oleh bapaknya sendiri yg ditujukan kepada Muawiayah, mengenai perjanjian rahasia maka emosi ibnu umar yg tadinya memuncak langsung reda seketika dan puas dengan kenyataan yg terjadi dan memuji Yasid dengan pembantaian itu lalu mengecup kepalanya. Maka Yasid memberinya banyak hadiah.
Jadi Ibnu Umar untuk menarik baiatnya kepada Yasid sulit atau tidak mungkin bahkan mendukung yg dilakukan Yasid.
Maaf karna beberapa pertimbangan riwayat dimaksud tidak dapat dicantumkam.. namun jika akhi abu berminat boleh lah diemail.
Hai semua! Apa ada yang tau nggak kalau ibnu umar itu menu kesukaanya ketika buka puasa itu jima’ alias menggauli wanita?
sukran ustad Abu, telah mmbuka wawasan sya selbar-lebarnya tentang ilmu hadis yang penuh dngan campur baur kebusukan politik.. dan trus bongkar smua konspirasi hadis2 yang katanya shahih seperti dlm kutubussittah, namun hrs dipertanyakan lagi.. dan perlu adanya ulama yang mampu melakukan REVOLUSI ILMU HADIS utk kembali mendudukan jalur-jalur hadis pada tempat yg semestinya..