Cukuplah Satu Kebohongan!
SUMBER: http://almaliky.org/news.php?action=view&id=759
.
oleh Syaikh Hasan bin Farhan Al Maliky
Tidaklah penting bagi Salafy mutilasi yang dilakukan terhadap Imam Ahlusunnah di kota Mosul (Irak) karena ia menolak membai’at ISIS… Yang penting adanya sebuah dusta berkata bahwa ia adalah antek-anteknya Nuri Al Maliki (PM Irak_red)
Dusta ini lebih mahal bagi mereka dari agama dan dunia!
Tidak penting bagi para pendukung yang bertepuk tangan untuk ISIS apakah ISIS membunuh ulama Ahlusunnah di kota Mosul... Yang penting bagi mereka adalah isu yang mengatakan bahwa yang terbunuh itu adalah hanya orang-orang Syi’ah!
Yang penting adanya satu kebohongan saja…
Tidaklah penting bagi para pendukung yang bertepuk tangan untuk kaum Ekstrimis di Suriah peledakan masjid Syeikh Buthi dan membunuhnya bersama jamaah shalatnya... Semua itu tidak penting... Yang penting adalah adanya sebuah dusta bahwa rezim Basysyâr Asad lah yang membunuhnya!
Adanya dusta itulah yang penting!
Dusta itu bagi mereka lebih mahal dari agama dan dunia mereka!
Tidaklah penting bagi mereka membunuh orang-orang sakit, bocah-bocah, para wanita dan kaum manula di rumah sakit di Shan’a‘... Tidak! Tidak! Yang penting mengada-ngada kebohongan bahwa kaum Khûtsiyûn lah yang melakukannya… Setelahnya beras!
Kamu bisa menyebutkan ratusan contoh kasus… Kamu bisa menyelami sejarah untuk menemukan contoh bahwa Syi’ah lah yang membunuh Husain dan bukan bani Umayyah yang membunuhnya… Sebuah dusta saja akan membuat rehat mereka!
Tidak penting bagi mereka dihancurkannya Ka’bah dengan bom batu berapi sebanyak dua kali di masa Yazid dan di masa Abdul Malik… Tidak. Tidak. Tidak. Yang penting adanya kebohongan bahwa ada percikan api terbang dari tungku api Ibnu Zubair lalu terbakarlah Ka’bah!
Tidak penting bagi mereka bahwa Ali telah dilaknati bani Umayyah di atas mimbar-mimbar... tidak! Yang penting dilontarkannya kebohongan bahwa isu itu hanya pendapat Syi’ah saja! (Syekh Al bani mengakui bahwa Muawiyah/Bani Umayah mencaci maki Ali ra lihat disini, dan disini )
Kebohongan ini sudah cukup menjadi alasan dilupakannya riwayat-riwayay shahih dalam dua kitab Shahih dan selainnya!!
Sebuah kebohongan saja sudah cukup untuk menjadikan kaum Ekstrimis Salafy mengadakan pesta kegembiraan dan malam-malam pesta ria dan membangun barak militer beradab-abad…
Sekarang ini saya ingat kebohongan yang dilontarkan Ibnu Katsir tentang Imam Zaid bin Ali... (seorang tokoh keturunan Nabi saw. yang bangkit memerangi kezaliman dan penyimpangan serta kesesatan penguasa Bani Umayyah_red) … Ibnu Katsir mengklaim dalam kitab Tafsirnya -kendati saya menghormati orang ini- bahwa bani Umayyah memutilasi dan memotong-motong kaki Zaid bin Ali dan para pengikutnya yang gugur syahid bersamanya itu dikerenakan mereka dalam berwudhu’ hanya mengusap kaki-kaki mereka (bukan membasuhnya_red)!
Ibnu Katsir menyebut ini ketika menafsirkan ayat tentang wudhu’:
… و امسحوا برؤسكم و أرجلكم
Maka dengan kebohongan ini ia (Ibnu Katsir) telah memberikan uzur dan legalitas kejahatan bani Umayyah yang mereka lakukan enam ratusan tahun sebelum Ibnu Katsir!
Tetapi kaum Ghulat (yang dungu itu) tidak menyadarinya!!
Dan demikianlah seterusnya, andai saja Nabi saw. terbunuh di Aqabah (puncak gunung di sebuah lembah sepulang beliau dari perjalanan jihad seperti yang direncanakan sebagian kaum munafik dari sahabat beliau yang berencana membunuh beliau saw._red) pastilah terbunuhanya Nabi saw. bukan hal penting bagi mereka… Yang penting ada sebuah kobohongan yang dirajut untuk menyedarhanakan masalah... bahwa unta yang dikendarai Nabi lepas kendali karena takut melihat sebuah pohon besar yang ia kira seekor gajah besar!!!
Itu saja yang penting bagi mereka.
Kaum Ghulat, Ekstrimis Salafy -anak-anak didik budaya kemunafikan- selalu mencari-cari sebuah kebohongan saja untuk melegalisir setiap kejahatan. Dan itu mudah sekali dan tersedia. Yang dibutuhkan hanya seorang yang memekikkan kebohongan itu kemudian kamu akan menyaksikan jutaan kaum Ghulat (ekstrimis Salafy) ikut menirukan lagu kebohongan itu!!
Sangat mudah sekali!
Sa’ad bin Ubadah telah dibunuh di saat beliau buang hajat kecil… Ini tidak penting... Yang penting adalah sebuah kebohongan bahwa ia kencing mengenai anak-anak kecilnya jin maka marahlah bapak mereka (Jin) kemudian ia memanah Sa’ad dengan anak panah dan tepat mengenai jantung Sa’ad, seketika Sa’ad tewas!! Dan untuk menorehkan prestasinya sang jin menggubah syair kesatriannya yang mengabadikan bahwa ia lah yang membunuh Sa’ad!! [1]
Jika mereka membunuh para sahabat lalu seorang dari mereka menzinahi istri salah satu korban pembunuhan itu, maka masalahnya tidak membutuhkan sesuatu kecuali kepada satu kebohongan saja dari seorang Saif bin Umar* bahwa yang dibunuh itu telah murtad dan istrinya telah rela untuk digauli!! (sepertinya yang disinggung oleh Syekh Hasan ini adalah peristiwa pembunuhan seorang sahabat Nabi saw Malik bin Nuwairoh oleh Khalid bin Walid yang waktu itu diutus oleh Khalifa Abubakar menemui Malik dalam urusan penyerahan zakat _red) [2]
Dan selesailah masalah, al hamdulillah!!
(*Saif bin Umar adalah seorang perawi sejarah yang telah disepakati ulama hadis sebagai zindiq, pembohong kelas kakap, pembual yang memalsu berbagai data sejarah demi kepentingan kaum tiran_red)
Jika pasukan sang Khalifah mengikatkan kedua kaki seorang wanita kepada dua ekor kuda lalu dihardik kedua ekor kuda itu untuk lari sehingga terbelah jasad wanita itu menjadi dua, maka masalahnya sederhana sekali.. Sebuah kebohongan saja sudah cukup… Bahwa yang melakukan kekejaman itu adalah Rasulullah… bukan prajurit sang Khalifah!
Kesimpulannya:
Kebohonhan adalah hal terpenting yang dapat merehatkan kaum Ghulat (Salafy Ekstrim).. Pada kebohongan itulah terletak kebahagian, kecintaan, canda gurau, agama, makan minum dan keberlangsungan eksistensi mereka…
Perkaranya tidak butuh kepada kebohongan yang rapi… Tidak!
Cukup kebohongan model apapun dari seorang dungu sekalipun… Itu sudah cukup bagi mereka.
*************************************
CATATAN ABU SALAFY
* Bagi sebagian kecil pembaca yang sudah terbiasa membaca sejarah Islam dari literature-literatur induk sejarah Islam bukti-bukti yang disampaikan oleh Syeikh Hasan bin Farhan al-Maliky dini tidaklah mengejutkan, tapi bagi para pembaca yang selama ini hanya membaca dari buku-buku sejarah Islam yang hanya mengutip literatur-literatur induks sejarah Islam dan telah disortir dan diseterilkan demi tujuan tertentu maka apa yang disampaikan oleh Syeikh Hasan ini sangat mengejutkans sekali. Oleh karena itu kami Abu Salafy ingin membantu para pembaca mengutipkan sebagian kecil bukti-bukti dari literatur-litertur induk sejarah Islam. Tapi bagaimanapun yang terbaik adalah mengecek nya langsung ke buku-buku tersebut, tentunya bagi mereka yang mempunyai kemampuan Bahasa Arab untuk memahaminya. Berikut sekelumit tambahan refrensi yang dapat kami kutipkan:
[1]. Sa’ad bin Ubadah adalah seorang tokoh kaum Anshar yang dikandidatkan menjadi Khalifah dalam pertemuan mereka di Saqifah. Tetapi kedatangan serombongon kaum Muhajrin yang mendatangi Saqifah dan perdebatan sengit yang terjadi antara dua kubu; kubu Anshar dan kubu Muhajirin berakhir dengan tersingkirnya Sa’ad bin Ubadah. Abu Bakar akhirnya terpilih menjadi Khalifah. Sa’ad marah dan memprotes hasil pengangkatan tersebut. Ia menolak memberikan bai’at setianya untuk Abu Bakar… Maka terjadilah apa yang telah terjadi seperti dilaporkan dalam dokumen-dokumen sejarah.
Kubu Abu Bakar membiarkan Sa’ad meninggalkan ruang rapat Saqifah tanpa memberikan bai’at. Beberapa hari setelahnya, Abu Bakar mengutus utusan menemui Sa’ad memintanya agar membai’at dengan alasan bahwa manusia sudah membai’at begitu juga dengan suku Khazraj (sukunya Sa’ad).. Sa’ad bersi-keras menolak dan menentang serta menantang. Ia berkata: “Tidak! Demi Allah sehingga aku memanah kalian dengan seluruh anak panahku, aku lumuri ujung-ujung tombakku dengan darah dan aku pukul kalian dengan pedangku. Aku akan perangi kalian dengan bantuan keluargaku dan orang-orang yang masih setia kepadaku. Demi Allah walaupun jin dan manusia sepakat mendukung kalian aku tidak akan sudi membai’atmu sehingga aku menghadap Tuhanku dan aku mengetahui bagaimana hisabku nanti.”
Ketika ia didatangkan paksa menghadap Abu Bakar, Umar berkata kepada Abu Bakar: “Jangan biarkan dia pergi tanpa memberikan bai’at!”
Basyîr bin Sa’ad berkata kepada Umar: “Dia telah mendalam permusuhannya dan dia tidak akan mungkin sudi memberikan bai’at sekalipun kalian paksa, ia lebih memlilih mati. Dan jika ia mati (terbunuh) pasti anak-anaknya akan bangkit membelanya dan mereka semua siap mati demi membelanya. Dan jika anak-anaknya mati juga pasti kaumnya akan bangkit membelanya dan siap mati demi meraka. Maka lebih baik biarkan saja dia, toh tidak akan berbahaya buat kalian. Ia hanya seorang diri.” Maka Abu Bakar dan Umar pun menerima usulan Basyîr tersebut.
Sebagai bentuk protes Sa’ad bin Ubadah, ia tidak mau menghadiri shalat Jum’at dan shalat jamaah yang dipimpin Abu Bakar, tidak juga haji bersama mereka.
Dan ketika Abu Bakar wafat dan kekhalifahan jatuh ke tangan Umar, ia berjumpa dengan Sa’ad lalu menegurnya tentang sikap keengganannya membai’at Abu Bakar dan juga keenggannanya mengakui dan membai’at Umar. Setelah terjadi adu mulut, dan Sa’ad menyatakan kebenciannya kepada Abu Bakar dan Umar, Khalifah Umar berkata: “Semestinya jika seorang membenci seseorang ia menyingkir dan tidak akan hidup dalam satu kota dengan orang yang ia benci.”
Sa’ad kemudian berkata: “Saya akan segera meninggalkan bertetangga (tinggal satu kota dengannmu) ini tanpa menunda-nunda… Lalu ia berpindah ke Syam (Suriah) di awal masa kekhalifahan Umar.
Al Balâdzuri melaporkan bahwa Sa’ad bin Ubadah keluar menuju Syam, lalu Umar mengutus seorang untuk menemuinya di sana dan memintanya agar berbai’at, jika ia menolak maka mintalah bantuan kepada Allah! Orang tersebut berangkat ke negeri Syam dan menemui Sa’ad di kebun miliknya di desa Huwàrain (sebuah desa di kota Halab/Alepo-Suriah) dan memintanya membai’at Umar. Sa’ad pun bersikeras menolak. Maka terjadilah perdebatan sengit antara keduanya. Lalu ia dipanah tepat mengenai jantungnya dan ia pun tewas seketika.” (Ansâb al Asyrâf, 1/579 juga dalam al Iqdu al Farîd, 3/64-65 dengan sedikit perbedaan)
Ada yang melaporkan bahwa orang yang diutus itu adalah Muhammad bin Maslamah al Anshari. Dan ada juga yang mengatakan bahwa saat itu Khalid bin al Walîd juga kebetulan berada di Syam, ia juga ikut membantu menghadapi Sa’ad.
Al Mas’ûdi melaporkan dalam kitab Murûj adz Dzahab, 1/414 dan 2/194: “Sa’ad meninggalkan kota Madinah menuju Syam tanpa memberikan bai’at lalu ia tewas terbunuh di sana pada tahun 15 H.
Ratapan Jin Atas Kematian Sa’ad
Dalam laporan Ibnu Abdi Rabbih:
“Sa’ad dipanah dengan sebuah anak panah lalu ditemukan anak panah itu menancap di tubuhnya maka ia tewas. Lalu jin meratapinya dengan bait syair:
Kami bunuh penghulu suku Khazraj Sa’ad bin Ubadah
Kami panahi dengan sebuah anak panah, maka ia tepat mengenai jantungnya. (Al Iqdu al Farîd, 3/64-65)
Ibnu Sa’ad melaporkan dalam kitab ath Thabaqât-nya, 3/145 dan juga ad Dînawâri dalam al Ma’àrif-nya: 113: “Sa’ad duduk buang hajat kecil di sebuah terowongan lalu ia diserang dan tewaslah ia seketika. Beberapa hari kemudian ditemukan kulit jasadnya sudah menghijau.”
Dalam kitab Usdul Ghàbah, Ibnu al Atsîr melaporkan bahwa Sa’ad menolak membai’at Abu Bakar dan juga Umar. Ia pindah ke negeri Syam dan tinggaldi desa Hiwàrain sampai mati pada tahun 15 H. Para ulama tidak berselisih bahwa ia ditemukan tewas di tempat mandinya dalam keadaan jasadnya telah menghijau. Orang-orang tidak mengetahui kematiannya sehingga mereka mendengar suara dari dalam sumur tanpa melihat sosoknya.”(Baca juga dalam kitab al Istî’âb, 2/37 ketika ia menerangkan biografi Sa’ad bin Ubadah)
Demikianlah Sa’ad mengakhiri hidupnya… Sungguh tragis.
Peristiwa kematian Sa’ad tentu sebagai peristiwa yang mengundang perhatian dan tanda tanya besar, karenanya sebagian ahli sejarah (seperti Ibnu Jarir ath Thabari, Ibnu Katsir, Ibnu Atsir dalam kitab-kitab sejarah yang mereka tulis enggan membicarakannya. Sementara sebagian lainnya -seperti Muhibbudin ath Thabari dalam kitab ar Riyâdh an Nadhirah dan Ibnu Abdil Barr dalam kitab al Istî’âb- menisbatkan pembunuhan itu dilakukan oleh Jin..
Tetapi sayangnya mereka tidak menjelaskan kepada kita alasan permusuhan antara Jin dan Sa’ad bin Ubadah? Mengapa Jin membidikkan anak panahnya ke jantung Sa’ad bin Ubadah tidak kepada para sahabat lainnya? Andai mereka menyempurnakan dongeng itu dengan mengatakan bahwa kaum jin yang shaleh dan teguh keimanannya tidak suka melihat Sa’ad menentang sang Khalifah karena itu mereka pun membunuhnya dengan meluncurkan anak panah yang tepat mengenai jantung Sa’ad… Andai mereka mau melengkapi demikian mungkin dongeng ini makin menarik. Allahu A’lâm bi ash Shawàb. (Abu Salafy)
[1] Malik bin Muwairah at-Tamimi al Yarbû’i. Dipanggil dengan nama Abu Handhalah. Seorang penyair hebat, tokoh di kalangan sukunya, pendekar tersohor suku bani Yarbû’ sejak masa jahiliyah.
Ketika beliau memeluk Islam, Nabi saw. menunjuknya sebagai penanggung jawab penuh kaumnya untuk mengurus pengumpulan zakat/shadaqât. Ketika Rasulullah saw. wafat, ia menahan zakat kaumnya dan tidak ia kirim dan serahkan kepada Khalifah Abu Bakar. Zakat itu ia bagi sendiri di kalangan kaumnya (sebagaimana wewenang yang diberikan Rasul saw kepadanya).
Abu Bakar mengutus pasukan -di antaranya ada Abu Qatâdah al Anshari– di bawah pimpinan Khalid bin al Walîd. Mereka mendatangi desa Malik di malam hari, menyaksikan ada segerombol orang memasuki desa mereka, Malik bersama kaumnya menghadapinya dengan senjata lengkap.
Setelah berdialog terbuktilah bahwa mereka adalah Kaum Muslimin, maka sepakatlah mereka untuk tidak ada tindakan lanjutan apapun. Di waktu shubuh, mereka shalat bersama.
Dalam kitab Kanzul ‘Ummâl,3/132 Imam al-Muttaqi al-Hindi meriwayatkan: “Sesungguhnya Khalid bin al Walîd menuduh bahwa Malik bin Nuwairah telah murtad. Malik menolak tuduhan itu, ia berkata: “Saya Muslim. Saya tidak merubah dan mengganti agama. Dan Abu Qatâdah dan Abdullah bin Umar bersaksi bahwa Malik seorang Muslim. Kemudian Khalid memerintahkan Dhirâr bin al-Azwar agar memenggal kepala Malik. Lalu Khalid menangkap istri Malik; Ummu Tamîm dan menikahinya.” (maksdunya: Khalid di hari itu dan di malam itu juga menggauli istri Malik yang dikenal sangat cantik dan molek itu tanpa menunggu masa iddah. _red)
Al Ya’qûbi melaporkan dalam Târîkh-nya, 2/110: “Maka Malik bin Nuwairah dengan disertai istrinya menemui Khalid untuk berdialog (tentang tuduhan yang dialamatkan kepadanya dan kepada kaumnya oleh Khalid_red). Melihat kecantikan istri Malik, Khalid tertarik. Khalid berkata kepada Malik: “Kamu tidak akan aku biarkan meminum dari air sumurmu sebelum aku bunuh kamu.”
Dalam Tarikh Abul Fidâ’ dilaporkan:
Abdullah bin Umar dan Abu Qatâdah al Anshari hadir saat itu, mereka menegur Khalid tentang sikapnya terhadap Malik tetapi Khalid tidak menyukai teguran itu.
Malik berkata: “Hai Khalid, bawa kami menemui Abu Bakar biar dia yang memutuskan tentang perselisihan kita ini…. “
Khalid berkata: “Semoga Allah tidak menyelamatkan aku jika aku tidak membunuhmu.”
Lalu ia memerintah Dhirâr bin al Azwar agar memenggal kepala Malik.
Maka Malik menoleh kepada istri tercintanya seraya berkata kepada Khalid: “Ini yang menyebabkan kamu bernafsu membunuhku.” Istri Malik sangat cantik sekali.
Khalid berkata: “Tidak! Tetapi karena kamu telah murtad dari Islam.“
Malik berkata: “Saya tetap berada di atas agama Islam.”
Khalid berkata: ” Hai Dhirâr, penggal kepalanya! (Tarikh Abul Fidâ’:158, Wafayât al A’yân, 5/66 dll)
Setelah membunuh Malik di pagi hari, Khalid menawan para pria dan wanita suku Malik... Dan di malam harinya, Khalid meniduri istri Malik (janda yang baru saja menyaksikan kepala suaminya dipenggal atas perintah Khalid).
Beberapa sahabat yang hadir seperti Abu Qatâdah marah dan meninggalkan pasukan pimpinan Khalid dan segera kembali ke kota suci Madinah untuk melaporkan apa yang dilakukan Khalid.
Mendengar laporan itu, Umar selaku tangan kanan khalifah Abu Bakar marah berat dan meminta agar Abu Bakar selaku khalifah menegakkan hukum Allah atas Khalid yang telah membunuh SEORANG MUSLIM dan MENIDURI ISTRI MALIK!!
Al Ya’qubi melaporkan: “Umar berkata :’Wahai Khalifah Rasulullah, sesungguhnya Khalid telah membunuh seorang MUSLIM dan menikahi mantan istrinya di hari itu juga!’Maka Abu Bakar segera menulis surat memanggil Khalid agar segera kembali ke Madinah…
Khalid pun pulang dan menemui Khalifah Abu Bakar…
Dalam Tarikh Abul Fidâ’ juga dalam Kanzul ‘Ummâl, 3/132 hadis no. 228 diriwayatkan:
“Ketika berita itu sampai kepada Abu Bakar dan Umar…
Maka Umar berkata kepada Abu Bakar: “Sesungguhnya Khalid telah BERZINA maka rajamlah ia!”
Abu Bakar berkata: “Saya tidak akan merajamnya karena ia bertakwil tapi keliru.”
Umar berkata lagi: “Ia membunuh seorang MUSLIM, maka bunuhlah dia!”
Abu Bakar berkata: “Saya tidak akan membunuhnya, ia bertakwil tapi keliru…..
Umar mendesak Khalifah Abu Bakar agar menegakkan hukuman Allah atas Khalid yang telah membunuh seorang Muslim dan menzinahi jandanya…
Tetapi meskipun Umar bersikap keras dan mendasak Khalifah Abu Bakar agar menghukum rajam dan Meng-qishash (hukuman mati) Khalid tetap saja Khalifah Abu Bakar mengabaikan desakan Umar itu dengan alasan bahwa Khalid bertakwil…
Tidak taulah…..entah apa maksud pastinya ucapan Khalifah Abu Bakar tersebut…
Namun yang pasti bahwa Abu Bakar sekalu Khalifah kaum Muslimin membayar ganti rugi (sebagai denda atas pembunuhan yang dianggapnya salah sasaran) yang dibayarkan kepada keluarga Malik bin Nuwairah…
Dan itu artinya bukti bahwa Malik adalah seorang SAHABAT NABI SAW. YANG TIDAK MURTAD seperti yang dituduhkan oleh Khalid dan kemudian ditelan mentah-mentah oleh para Salafy dan sebagian lainnya.
Kendati demikian, Umar tetap menilai Khalid sebagai sabahat bermasalah, karena itu, segera setelah Umar dilantik menjadi Khalifah ia langsung mencopot seluruh jabatan yang dipikul Khalid dan menyingkirkannya dari panggung kepengurusan umat dalam segala bidang.
Demikin sejarah mencacat.
Wallahu A’lam.
Abu Salafy
Filed under: Akidah, Bani Umayah, Ghulat Salafy, Hasan Farhan Al Maliky, Kajian Hadis, Kajian Sejarah, Manhaj, Salafy & Kejujuran, Ulah Wahabi |
Sebentar syiekh si Abu salafy akan mengatakan Abu bakar telah memerangi seorang alim yang sholeh Musailamah atas tuduhan nabi palsu. Weleh….!!!.
Kata Syeikh Hasan bin Farhan juga: “Orang Bijak bertanya kepada lawan dialognya: Apad dalil kamu?
Orang ahmaq jahil bin dungu bertanya:Apa mahzhab kamu?”
Orang bijak berkata jahil bin gundu sesak napas dengan dalil lawan trus menuduh yang bukan bukan!
Pak abusalafy sudah lwngkali dengan literuatur ya tinggal kamu tabayyun aja ke sana…. Gitu aja kok sewot…
Dasar wahabi kerdil kamu
Hadits Ghadir sj tak percaya, apalagi cuma sekedar tarikh. Tapi klu tarikh yg sdh disortir boleh jg seprti kutipan pendapat2 yg isinya puja – puji kpd bani Umayah sampai Yazid dibilang khlaifah adil yg memiliki kapasitas atas jabatan itu. ck ckck
@Abu Salafi, apa betul kabar Syaikh Ben Farhan di tahan?. Semoga belaiu sabar dlm menghadapi musibah ini.
Allahumma fukka asrahu.
Shihih akhi. Mereka itu maunya menerima yang bathil2 aja… Kalau yang haq mereka tolak… Mungkin hati kereka sudah dirusak oleh setan dan balatentaranya?!?!?!
Buktikan bahwa antum semua peduli dibebaskannya Syaikah Hasan Ben Farhan (hafidhohullah) dgn ikut serta dlm petisi ini :
https://secure.avaaz.org/ar/petition/lmmlk_lrby_lswdy_Tlq_srH_lmfkr_Hsn_bn_frHn_lmlky/?launch
Cukup 1 dusta, memang benar Syekh Farhan ini….
Pernah saya mampir di 1 forum wahabi luar negeri yang mayoritas mendukung ISIS. Mereka beralasan ISIS yang suka pamer penggalan2 kepala itu, karena menurut salah satu sirah nabi versi Wahabi Rasulullah juga menerima penggalan kepala musuh sebagai hadiah!!
Astaghfirullah audzu billah….. padahal hadits sahih menyatakan bahwa Rasulullah sama sekali tidak pernah menerima penggalan kepala seumur hidupnya, dan ketika Khalifah Abu Bakar menerima penggalan kepala musuh, beliau sangat murka dan berkata kalau cara tsb menyerupai orang kafir. Ck…ck… semudah itu mereka menyandarkan dusta kpd Rasulullah.
Jadi harus kritis juga mas @KM dlm memahami riwayat2 hadits, tentu bukan kita tak percaya pada hadits, tapi kita harus akui bahwa melalui hadislah upaya memutar balikkan ajaran agama nampaknya cukup efektif. Contoh kongkrit saja misalnya
“Kita lebih dekat dgn shahabat r.hum dibanding dgn Ahlul Bait as.”.
Sy rasakan begitu, lebih suka menyebut nama shahabat dibaanding Ahlu Bait. Sy rasa ini bukan terjadi begitu sj tapi ada “upaya” ke arah itu.
Ini contoh dr “kesangsian” thd periwayatanan sebuah hadits.
باب إذا التقى المسلمان بسيفيهما
6672 حدثنا عبد الله بن عبد الوهاب حدثنا حماد عن رجل لم يسمه عن الحسن قال خرجت بسلاحي ليالي الفتنة فاستقبلني أبو بكرة فقال أين تريد قلت أريد نصرة ابن عم رسول الله صلى الله عليه وسلم قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا تواجه المسلمان بسيفيهما “” – ص 2595 – فكلاهما من أهل النار قيل فهذا القاتل فما بال المقتول قال إنه أراد قتل صاحبه
Terlepas dari shahih atau tidknya riwayat ini, ada beberapa catatan sbg berikut :
1. Ucpan Abu Bakroh (klu benar demikian) berpotensi dpt menggiring opini bahwa dlm konflik kelompok Imam Ali kwj dan kelompok Muawiyah adalah dlm posisi yg setara, yg kedua2nya sama terancam api neraka. Ini jelas bertentangan dgn riwayat lain seperti hadits Ammar, hadits Manzilah, Hadits qashitin dan hadits Ghadir. Jadi tak bisa dibandingkan uacpan Abu Bakroh yg setatusnya mauquf dibanding beberapa hadits tsb.
2. Riwayat ini berpotensi mensinyalir, Abu Bakroh seakan lebih tahu tentang fitnah dibanding Sayid Hasan, sehingga perlu memmberi masukan seperti itu. Padhal di redaksi yg lain dari hadits Ghadir, bahwa Rasulullah saw, melarang ‘ngajari” Ahlul Bait as.
Ini barangkali salah satu contoh kesangsian akan suatu prolog dari sebuah periawayatan. Masalahnya bukan di matan hadist Nabi saww, tapi pd prolog sebab musababa ucapan Abu Bakroh. Klu memang benar seperti itu ucapan Abu Baakroh kpd sy Hasan, bisa jadi itu pendapat Abu Bakrah sendiri dlm memahami fitnah berdasar hadits riwayatnya, toh ada juga dari sekian shahabat yg memilih netral seperti Ibnu Umar ra, walau belakangan menyesali pendiriannya itu.
Mohon ditanggapi bagi para pembaca barangkali ada yg bisa meluruskan/menjawab kesangsian sya ini.
Mohon dibedakan antara mencaci dgn mengkritik, doktrin dengan keilmiyahan. Klu tidak dibedakan berakibat tuduhan2 membabi buta yg berujung pada tindakan2 yg tidak bisa diterima seperti yg menimpa syaikh Hasan al-Maliki skrg.
@yujarshif
Allah Maha Rahman kepada umat manusia mas, kalau mas merasa asing dengan Ahlul Bait as dan lebih akrab dengan sahabat r.hum, sebenarnya ada kelompok Islam yang telah ribuan tahun menjaga dan menjunjung tinggi hadis2 dari Ahlul Bait as. Mas bisa juga meneliti jalur2 periwayatannya supaya tidak seperti mengambil kucing dalam karung. Silahkan mas kaji dan teliti. Saya sedih ketika membaca seorang ulama besar terdahulu yang mengatakan rasa prihatinnya kepada Imam Jakfar, karena beliau sering dicatut namanya dan disalahgunakan oleh kaum yang “bodoh”. Padahal kalau kita mau jujur, seperti yang mas bilang mengapa kumpulan kitab fiqih Imam Jakfar nyaris tidak terdengar, padahal beliau adalah guru dari beberapa Imam Mahzab. Hingga saat ini saja ribuan tahun telah berlalu kitab2 empat Imam Mahzab terjaga dan terdokumentasi secara rapi sedangkan kitab2 Imam jakfar sepertinya tidak laku bagi mayoritas umat Islam (maaf ini hanya analogi saja)……padahal beliau as adalah bukan seorang mujtahid tapi mengapa kitab2 beliau tidak mendapatkan tempat dan penghormatan sebagaimana imam Hanafi, Maliki dan yang lainnya
laknatullah ala ISI
laknatullah ala taliban
laknatullah ala salafy wahabi
ya Allah. lindungi rakyat irak, suriah, pakistan serta kaum muslimin di seluruh dunia dari fitnah dan kejahatan dajjal dan wahabi. amin.