Kajian Ilmu Hadis (Bag. 3) Abu Hurairah, Sekedar Contoh!

Kajian Ilmu Hadis (Bag. 3): Abu Hurairah, Sekedar Contoh!

SUMBER: http://almaliky.org/news.php?action=view&id=824

 .

oleh Syaikh Hasan bin Farhan Al Maliky [*]

.

hasan_FarhanSaya tahu bahwa kaum Muslimin berselisih penyikapannya terhadap Abu Hurairah. Mereka yang membicarakannya terdiri dari kelompok yang saling bertolak belakang; ada yang memuji hingga keterlaluan dan ada yang mengecam hingga kelewat batas!

Kamu sekarang -selaku penuntut ilmu/santri/sarjana- tentu tidak ingin menzalimi Abu Hurairah lalu mendha’ifkannya dengan dasar yang tidak semestinya menyebabkan pendha’ifan, dan tidak juga ingin mentsiqahkannya jika ternyata mentsiqahkannya akan membawa mudharrat atas hadis yang disandarkan kepada Syari’at. Maksudnya, jika kamu mendapatkan dua orang saling berperang maka tidak mesti kamu mendukung salah satunya, karena bisa saja keduanya di atas kebatilan. Akan tetapi tidak mungkin keduanya di atas al haq/kebenaran. Karena kebenaran itu tunggal, ia tidak berbilang.

Lalu apa yang harus kamu lakukan jika kamu temukan Ahli Hadis -secara umum- mentsiqahkan Abu Hurairah, mengagungkannya dan menshahihkan hadis-hadis darinya, sementara kamu dapati Syi’ah dan sebagian Ahlusunnah melemahkan Abu Hurairah secara mutlak?…

Di mana kamu harus berdiri?

Di sini kamu tidak boleh mengatakan: Saya akan berdiri bersama mayoritas Ahlusunnah.

Seorang Syiah juga tidak boleh berkata: Saya akan berdiri bersama pendapat Syi’ah.

Kamu harus berdiri di atas kebenaran.

Tetapi dalam kasus Abu Hurairah ini, kebenaran di pihak mana? Walaupun kebenaran yang bersifat relatif!

Di sini kamu dituntut untuk memperhatikan beberapa perkara: 

(1) Kamu harus mengetahui sejarah hidup Abu Hurairah dari berbagai sember rujukan.

(2) Kamu baca dan teliti produk yang diwariskan Abu Hurairah secara utuh dan menyeluruh, atau paling tidak dalam batas kadar yang relatif cukup.

(3) Produk Abu Hurairah itu kamu sodorkan kepada Al Qur’an untuk dilihat sejauh mana kesesuaiannya dengan Kitab Suci terakhir ini.

(4) Kamu harus mengetahui pandangan dan penilaian para sahabat dan Tabi’in tentang Abu Hurairah (sebelum kamu menilainya dari ucapan Ahli Hadis)

(5) Kesaksianmu harus semata karena Allah, agar kelak kamu berjumpa dengan Allah tidak dengan membawa dosa menzalimi Abu Hurairah (jika ia tidak salah) atau menzalimi Agama jika ia seorang yang patut dicurigai.

Sekarang kamu harus kembali dan bertanya kepada dirimu sendiri, sebagaimana saya juga harus demikian:

Apa yang sudah aku lakukan dalam tema-tema di atas?

Apakah sudah saya terapkan ke atas diri saya?

Apakah saya terpengaruh oleh sebagian pendapat yang membela atau mengecam Abu Hurairah?

Apa yang benar dalam masalah ini?

Di sini boleh jadi saya bisa sampai kepada sebagian hakikat kebenaran -bukan hakikat utuh kebenaran-, karena untuk sampai kebenaran utuh dibutuhkan penelusuran seksama seluruh data/informasi tentangnya dan relas-relasi yang ia jalin, kondisi dan sumber-sumber pengambilannya, budaya dan hadis produknya itu sendiri… dll. Akan tetapi melalui pembacaan seluruh hadis, biorgafi hidupnya dan penilaian orang-orang tentangnya kamu dapat keluar dengan sejumlah pertanyaan yang mesti dijawab dengan ilmu pengetahuan dan penuh kejujuran, dan hendaknya kamu membuka pintu asumsi-asumsi dan meneliti dengan cermat data-data tentangnya.

Dan dalam sebuah studi/kajian -apapun itu- harus dibedakan antara data yang qath’i (pasti kebenarannya) dengan yang masih bersifat dzanni (relatif), baik terkait dengan hadis-hadis yang dibawanya atau terkait dengan sejarah hidupnya, dan apabila kamu hanya mampu menemukan sedikit yang qath’i itu lebih baik daripada banyak yang dzanni.

Boleh jadi banyak dari hal-hal yang dituduhkan kepada Abu Hurairah itu adalah hasil ulah para parawi yang menukil darinya. Di sini kamu harus tahu apa saja hadis-hadis yang penanggung-jawabnya adalah Abu Hurairah dan mana yang tanggung-jawabnya harus dipikul orang lain (perawi yang menukil darinya atau orang yang sengaja memanfaatkan mana Abu Hurairah_red).

Dan dengan asumsi seperti itu kamu telah menyelamatkan dirimu dari menzalimi Abu Hurairah dengan membebankan tanggung-jawab ke pundaknya hadis yang diproduk oleh sebagian murid Abu Hurairah sendiri, dan kamu telah bersihkan dirimu dari menshahihkan hadis yang batil yang bertentangan dengan Al Qur’an atau dengan realita…

Kita akan masuk dalam kunci melalui hadis-hadis Abu Hurairah sendiri dan ucapan-ucapan para sahabat dan tabi’in tentangnya, sebelum menyajikan ucapan Ahli Hadis tentangnya kemudian akan kita lihat apa yang dilakukan Ahli Hadis tentang hadis-hadis tersebut dan juga tentang ucapan dan sikap para sahabat dan tabi’in itu? Dan saya harap mereka memaklumi kekurangan saya karena boleh jadi pemilihan data yang saya sajikan ini dilakukan secara acak…

Di antara hadis-hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah sendiri -yang punya relasi kuat dengan pentsiqahan atau pencacatannya- atau ucapan sebagian sahabat seperti Aisyah, Zubair dan selain keduanya tentang Abu Hurairah. Kamu tidak harus menentukan sikap apapun di sini. Kamu hanya harus mengumpulkan data-data yang qath’i kemudian setelahnya tegakkan di atasnya bangunan pertanyaan-pertanyaanmu yang akan menyeret jawaban-jawaban yang memuaskan, seperti:

Banyaknya hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah (sehingga Abu Hurairah menjadi sahabat Nabi saw. yang paling banyak riwayat hadisnya) sampai-sampai melebihi total hadis yang diriwayatkan suruh sahabat yang ikut serta dalam perang Badar?

Padahal Abu Hurairah memeluk Islam belakangan jauh setelah mereka! Ini tentu mengundang tanda tanya besar bahkan sejak masa hidup Abu Hurairah sendiri!

Saya tahu beragam pembelaan dalam menjawab pertanyaan tentang banyaknya hadis Abu Hurairah. Saya tidak ingin hanyut dalam pembelaan-pembelaan itu dan juga tuduhan-tuduhan tentangnya. Saya hanya ingin memahami hakikat sebenarnya tentangnya itu apa?

Ini hanya sekedar contoh.

Kedua:

Riwayat tentang “KANTONG ABU HURAIRAH”. 

Riwayat tersebut ada dalam Shahih Bukhari dan Musnad Ahmad dari Abu Hurairah. Saya akan sajikan dengan penuh kenetralan, dan kami akan mengajukan pertanyaan juga dengan penuh kenetralan. Riwayat itu dapat digolongkan sebagai ucapan Abu Hurairah tentang Abu Hurairah sendiri.

Riwayat itu begini dalam Shahih Bukhari, 5/2048:

حدثنا عمر بن حفص حدثنا أبي حدثنا الأعمش حدثنا أبو صالح قال حدثني أبو هريرة رضي الله عنه قال : قال النبي صلى الله عليه وسلم ( أفضل الصدقة ما ترك غنى واليد العليا خير من اليد السفلى وابدأ بمن تعول ) تقول المرأة إما أن تطعمني وإما أن تطلقني، ويقول العبد أطعمني واستعملني، ويقول الابن اطعمني إلى أن تدعني، فقالوا: يا أبا هريرة سمعت هذا من رسول الله ؟ قال: لا.. هذا من كيس أبي هريرة) اهـ

.

Umar bin Hafsh menyampaikan hadis kepada kami, ia berkata, Ayahku menyampaikan hadis kepada kami, ia berkata, Abu Shaleh menyampaikan hadis, ia berkata: Abu Hurairah ra. berkata: Nabi saw. bersabda: (Paling afdhalnya shadaqah yang menyisakan kekayaan. Dan tangan di atas itu lebih baik daripada tangan di bawah, dan mulailah (dalam bersedekah) dengan orang yang menjadi tanggunganmu.) Seorang isteri berkata (kepada suaminya): Beri aku makan(nafkahi) atau ceraikan saja aku! Ssorang budak sahaya berkata (kepada tuannya): Beri aku makan baru setelahnya pekerjakan aku. Seorang anak berkata kepada orang tuanya: Beri aku makan atau jika tidak lepaskan (biarkan) aku.

Maka orang-orang bertanya: Wahai Abu Hurairah, apakah engkau mendengar sabda itu dari Rasulullah saw.?

Abu Hurairah menjawab: Tidak., Itu dari kantong Abu Hurairah sendiri.”

(Selesai hadis itu)

.

Ini riwayat jelas aneh. Dan para ulamaAhli Hadis memiliki pembelaan yang tidak berbobot tentangnya dan tidak memuaskan.

.

Dan riwayat itu dalam Musnad Ahmad bin Hanbal, 2/252 sebagai berikut:

حدثني أبي ثنا أبو معاوية ثنا الأعمش عن أبي صالح عن أبي هريرة قال: قال رسول الله… الحديث

وفيه ذكر الحديث بمثله، وذكر كيس أبي هريرة.. بلفظ : (إن أفضل الصدقة ما ترك غنى، تقول امرأتك أطعمني وإلا طلقني ويقول خادمك اطعمني وإلا فبعني، ويقول ولدك إلى من تكلني؟ قالوا: يا أبا هريرة هذا شيء قاله رسول الله أم هذا من كيسك، قال بل هذا من كيسي)

Ayahku menyampaikan kepadaku, Abu Mu’awiyah menyampaikan kepada kami, al A’masy menyampaikan kepada kami dari Abu Shaleh dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: … (di dalamnya ia menyebutkan hadis yang sama dan ia juga menyebut kantong Abu Hurairah dengan redaksi: “Sesungguhnya paling afdhalnya shadaqah adalah yang menyisakan kekayaan…. “

Mereka berkata: Wahai Abu Hurairah, apakah ini disabdakan Rasulullah atau sesuatu dari kantongmu?

Abu Hurairah berkata menjawab: Tidak. Tetapi ia dari kantongku.”

.

Saya (Syekh Hasan bin Farhan Al Maliky _red) berkata: Kata-kata mereka: “… atau sesuatu dari kantongmu” jika ia shahih/benar maka ini menunjukkan ketersohoran kisah kantong Abu Hurairah... Karena para sahabat selain Abu Hurairah tidak seorang pun yang ditanya dengan pertanyaan seperti itu! Maka mengapakah Abu Hurairah diserang dengan kata-kata keras seperti itu?

Bukhari juga meriwayatkannya dalam kitabnya Al Adab al Mufrad dari jalur lain tetapi dengan menghapus “Kantong Abu Hurairah”. Ia berkata dalam Al Adab Al Mufrad,1/78:

حدثنا مسدد قال حدثنا حماد بن زيد عن عاصم بن بهدلة عن أبى صالح عن أبى هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : خير الصدقة ما بقى غنى، واليد العليا خير من اليد السفلى وابدأ بمن تعول، تقول امرأتك أنفق على أو طلقنى، ويقول مملوكك أنفق على أو بعنى، ويقول ولدك إلى من تكلنا

Musaddad menyampaikan, ia berkata Hammad bin Zaid menyampaikan hadis dari ‘Ashim bin Bahdalah dari Abu Shaleh dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sebaik-baik shadaqah yang menyisakan kekayaan. Dan tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah, dan dahulukan orang yang menjadi tanggunganmu. Istrimu berkata: Beri aku nafkah atau ceraikan aku! Budak sahayamu berkata: Beri aku nafakah atau jual aku. Anakmu berkata: Kepada siapa engkau akan menyerahkanku.”

Di sini tidak ada idraj (menyisipkan kalimat asing selain sabda Nabi saw. dalam rangkaian hadis tanpa diberi keterangan_red) seperti klaim mereka! (dalam anggapan para Ahli Hadis bahwa semua yang dissebut dalam hadis di atas adalah sabda Nabi saw. tidak ada tambahan selainnya yang sengaja disisipkan Abu Hurairah. Sedangkan dalam riwayat Bukhari dalam kitab Shahih dan Ahmad dalam Musnad bagian akhir dalam riwayat itu adalah ucapan Abu Hurairah yang ia sisipkan ke dalam sabda Nabi saw. tanpa ia beri keterangan bahwa itu bukan sabda Nabi. _red)

Pertanyaannya di sini: Apabila Abu Hurairah jujur bahwa hadis itu memang dari kantongnya, mengapakah di awal riwayatnya ia mengatakan Nabi bersabda... Dan apabila ia bercanda maka pertanyaan-pertanyaan seputarnya tidak boleh diremehkan.

Dan apabila maksud Abu Hurairah dengan ucapannya: “dari kantong Abu Hurairah” itu adalah bagian akhir hadis bukan bagian awalnya, maka ia tidak memisahnya ketika meriwayatkan sabda Nabi saw. Ia menyampaikannya dalam satu rangkaian yang bersambung. Ia tidak menjelaskan mana yang mudraj (sisipan kreasinya). Itu jika benar ada penyisipan kalimat.

.

Sementara hadis itu dalam riwayat Abu Daud, 1/525 dari jalur yang sama dengan jalur Al A’masy (yaitu jalur Bukhari), dengan memangkas kisah kantong Abu Hurairah juga!

Para Ahli Hadis kota Syam (Syamiyyun) juga meriwayatkannya tanpa kisah kantong Abu Hurairah.

Jadi apakah perahasiaan kisah kantong Abu Hurairah untuk membela Abu Hurairah dari pengakuannya sendiri itu? Atau justeru para Ahli Hadis yang menambah kisah kantong Abu Hurairah (seperti Bukhari dan ahli hadis lainnya) yang salah dalam meriwayatkan?!

Ini harus dijawab!

Kamu harus membangun pengetahuanmu secara mandiri…

Jangan tergesah-gesah dalam menjawab… Biarkan ia bersamamu, dan cetuskan beberapa jawaban asumtif, boleh jadi ada satu jawaban yang lebih unggul bersama berjalannya waktu. Ketergesah-gesahan itu cabang sifat congkak.

Dengan demikian hadis ini (kantong Abu Hurairah) mengandung pengakuan dari Abu Hurairah sendiri bahwa dia adalah satu dari dua orang:

1) Ia adalah orang yang menambah-nambah hadis (sabda) Nabi dan tidak ia tidak menjelaskan adanya tambahan itu kecuali setelah ditanya

2) Atau ia mengatakan bahwa hadis itu dari Rasulullah saw., padahal tidak. Ia dari kantongnya sendiri. Dan ini jauh lebih bahaya.

Jadi apa yang benar di sini (dalam kasus ini)?

Kamu jangan hanya nenyimpulkan dari data ini saja. Cari dan telusuri hadis-hadis Abu Hurairah lainnya

Sebagai contoh hadis tentang “iftharul junubi/membatalkan puasa bagi seorang yang junub (hadats besar)”,

(Imam) Malik meriwayatkannya dalam kitab al Muwaththa’ dan juga para ulama lain, hadis itu shahih sanadnya. Ibnu Abdil Barr telah menyebutkan panjang lebar kisah lengkapnya dalam kitab al Tamhid (syarah al Muwaththa’), 22/39 dari riwayat Malik dari Samiy budak Abu Bakar bin Abdurrahman bin Harits bin Hisyam bahwa ia mendengar Abu Bakar bin Abdurrahman bin Harits berkata: Aku ada di sisi Marwan bin Hakam; saat itu ia menjabat sebagai Gubernur kota Madinah, lalu disebutkan di hadapannya bahwa Abu Hurairah berkata: Barang siapa masuk waktu pagi dalam keadaan junub maka ia harus membatalkan puasanya hari itu! Maka Marwan berkata: Aku sumpah kamu hai Abdurrahman untuk pergi menemui Ummul Mukminin Aisyah dan Ummu Salamah guna bertanya kepada keduanya tentang masalah ini! Maka Abdurrahman pergi menemui keduanya dan aku pun berangkat bersamanya, setelah kami masuk menemui Aisyah, ia mengucapkan salam kepada Aisyah, lalu berkata: Wahai Ummul Mukminin, kami sedang duduk-duduk di sisi Marwan kemudian disebutkan bahwa Abu Hurairah berkata: “Barang siapa masuk waktu pagi dalam keadaan junub maka ia harus membatalkan puasanya hari itu! “

Aisyah berkata: Hai Abdurrahman, hukumnya tidak seperti apa yang ia katakan. Apakah kamu tidak menyukai apa yang dilakukan Rasulullah saw.?

Abdurrahman berkata: Tidak.

Aisyah berkata: Aku bersaksi bahwa Rasulullah saw. masuk waktu pagi (shubuh) dalam keadaan junub akibat bersetubuh -bukan karena mimpi basah- kemudian beliau melanjutkan puasanya hari itu.

Setelahnya kami keluar dan menuju rumah Ummu Salamah dan kami tanyakan masalah itu. Beliau berkata persis apa yang dikatakan Aisyah.

Abdurrahman berkata: Lalu kami pun keluar dan kembali menemui Marwan bin Hakam. Abdurrahman menyampaikan apa yang dikatakan mereka berdua. Maka Marwan berkata: Aku sumpah kamu hai Abu Muhammad untuk menaiki kendaraanku ini yang sedang berada di depan pintu itu dan temui Abu Hurairah, ia sekarang sedang berada di Irak dan beritahukan kepadanya akan hal ini. Abdurrahman mengendarai kuda Marwan dan aku pun ikut bersamanya. Kami temui Abu Hurairah, Abdurrahman berbincang-bincang dengannya beberapa saat lalu ia menyebut masalah itu.

Abu Hurairah berkata: “Aku tidak memiliki pengetahuan tentang masalah itu. Aku hanya diberitau oleh seseorang.”

Saya minta maaf karena panjangnya teks riwayat kisah ini.

Dan ini menunjukkan bahwa paling tidak Abu Hurairah hanya menukil sabda/praktik Nabi saw. dari seseorang yang tidak tsiqah (tidak dapat dipercaya kejujurannya). Dan ini namanya TADLIS. Imam Syu’bah -yang digelari Amirul Mukminin dalam Ilmu Hadis- telah menuduh Abu Hurairah melakukan tindakan Tadlis, -seperti akan disebutkan nanti- ketika kami memaparkan komentar para ulama Ahli Hadis tentang Abu Hurairah.

Tadlis dalam pendefenisian para ulama Ahli Hadis bukan berbohong artinya -seperti dikira sebagian orang sekarang- .. Bukan… Tetapi defenisinya adalah:

Kamu meriwayatkan atas nama seseorang yang engkau pernah jumpai sebuah ucapan/riwayat yang tidak pernah engkau dengar darinya, tetapi sebenarnya engkau mendengarnya dari orang lain.

Ibnu Abdil Barr meriwayatkan dengan sanadnya yang berakhir kepada Abu Hurairah bahwa ia berkata:

وقد روى ابن عبد البر بسنده عن أبي هريرة أنه قال (كنت حدثتكم من أصبح جنبا فقد أفطر، فإنما ذلك من كيس أبي هريرة، فمن أصبح جنبا فلا يفطر

“Dahulu aku menyampailan bahwa “Barang siapa yang masuk waktu pagi dalam keadaan junub maka ia dihitung tidak puasa.” Ucapan itu dari kantong Abu Hurairah. Yang benar adalah “Barang siapa masuk waktu pagi dalam keadaan junub ia tetap harus melanjutkan puasanya.”! 

Di sini sekali lagi “kantong Abu Hurairah” kembali hadir… Di waktu yang sangat dini sebelum munculnya Ahli Hadis, dan teori pencacatan atau pujian dan penilaian positif atas para perawi. Lalu mengapa mereka tidak berkata: Abu Hurairah meng-irsal dan men-tadlis? Hanya Syi’ah saja yang mengatakannya.

Maksud saya di sini adalah paling tidak kamu letakkan hadis-hadis riwayat Abu Hurairah dalam penerimaan di bawah posisi hadis-hadis riwayat Ibnu Mas’ud dan Jabir bin Abdillah misalnya…

Kamu harus berhati-hati demi keselamatan agamamu. Maksud saya: kamu tidak mesti menyerang Abu Hurairah. Kamu bisa menjauhkan diri – atau paling tidak- mengurangi bergantung kepada hadis riwayatnya kecuali hadis yang didukung keshahihannya oleh Al Qur’an dan dasar-dasar Islam.

Tetapi apa yang sekarang dilakukan?

Sangat disayangkan bahwa yang dilakukan sekarang adalah bahwa hadis-hadis Abu Hurairah lebih berkumandang di atas mimbar-mimbar daripada ayat-ayat suci Al Qur’an al Karim!

Ini adalah problem besar. Kami sekarang tidak tergesah-gesah dan menuduhnya. Tetapi kamu, jagalah agamamu! Berhati-hatilah dalam memelihara agamamu! Kurangi!

Ketiga:

Abu Hurairah menukil pandangan dan penilaian para sahabat yang hidup sezaman yang meragukan kebenaran dan kevalidan hadis-hadis yang ia sampaikan!

.

Dalam Shahih Muslim, 4/1939 disebutkan:

حدثنا قتيبة بن سعيد وأبو بكر بن أبي شيبة وزهير بن حرب جميعا عن سفيان  قال زهير حدثنا سفيان بن عيينة عن الزهري عن الأعرج قال سمعت أبا هريرة يقول: إنكم تزعمون أن أبا هريرة يكثر الحديث عن رسول الله

Qutaibah bin Said, Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Zuhair bin Harb menyampaikan kepada kami dari Sufyan, Zuhair berkata: Sufyan bin ‘Uyainah menyampaikan dari Zuhri dari Al A’raj ia berkata: Aku mendengar Abu Hurairah berkata: Kalian menuduh bahwa Abu Hurairah berbanyak-banyak dalam menyampaikan hadis dari Rasulullah saw. …. “

Inilah penilaian rata-rata sahabat dan Tabi’in -paling tidak mereka yang tinggal di kota Madinah-terhadap Abu Hurairah yang dinukil oleh Abu Hurairah sendiri…

Benar bahwa Abu Hurairah telah membela diri dengan mengatakan bahwa kaum Muhajirin mereka sibuk dengan berdagang dari mendengar hadis dari Nabi saw., sedangkan kaum Anshar sibuk mengurus sawah-sawah dan kebun-kebun mereka dari mendengar hadis dari Nabi saw... Dan pembelaan diri Abu Hurairah ini justru mengandung tuduhan atas para sahabat Muhajirin dan Anshar!

Tidak benar adanya bahwa semua orang Muhajirin adalah pedagang, tidak juga semua kaum Anshar adalah petani. Ali bin Abi Thalib, Ammar bin Yasir dan Miqdad -yang mana mereka adalah kaum Muhajirin gelombang pertama yang memeluk Islam- mereka bukan pedagang. Pen-generalisisasian/pukul rata yang dilakukan Abu Hurairah itu tidak benar dan tidak riil... Banyak kaum fakir miskin seperti Abu Hurairah yang bersahabat dengan Nabi saw. bahkan jauh sebelum Abu Hurairah memeluk Islam dan mereka wafat jauh setelah Abu Hurairah!

Jadi kritik para sahabat itu masih belum terjawab…

Bahkan istri-istri Rasulullah saw. seperti Aisyah juga dituduh Abu Hurairah sebagai yang HANYA SIBUK BERDANDAN daripada mendengar hadis Nabi saw…

Jadi Abu Hurairah tidak menyisakan seorang pun kecuali ia tuduh bersikap TELEDOR TERHADAP HADIS NABI SAW.!

.

Dalam riwayat Al Hakim dalam kitab Al Mustadrak, 3/509

من طريق خالد بن سعيد بن عمرو بن سعيد بن العاص، عن أبيه، عن عائشة أنها دعت أبا هريرة، فقالت له: يا أبا هريرة، ما هذه الاحاديث التي تبلغنا أنك تحدث بها عن النبي صلى الله عليه وسلم، هل سمعت إلا ما سمعنا ؟ وهل رأيت إلا ما رأينا ؟ قال: يا أماه، إنه كان يشغلك عن رسول الله صلى الله عليه وسلم المرآة والمكحلة والتصنع لرسول الله صلى الله عليه وسلم

dari jalur Khalid bin Said bin Amr bin Said bin Al ‘Ash dari ayahnya dari Aisyah bahwa ia memanggil Abu Hurairah lalu berkata kepadanya: Hai Abu Hurairah, apa-apaan ini hadis-hadis yang aku dengar kamu menyampaikannya (seperti kamu dengar) dari Nabi saw., Apakah kamu mendengar apa yang juga kami  dengar? Kamu menyaksikan apa yang juga kami saksikan?

Maka Abu Hurairah berkata: Wahai Bunda, sesungguhnya CERMIN DAN CELAK MATA SERTA BERDANDAN UNTUK MEMIKAT PERHATIAN NABI telah menyibukkanmu dari mendengar hadis Rasulullah saw. …

Hadis ini dishahihkan oleh Al Hakim.

.

Ringkas kata:

Sesungguhnya Abu Hurairah melawan seluruh kaum Muhajirin, Anshar dan istri-istri Nabi saw. dengan berbalik menuduh mereka teledor dari mendengar hadis Nabi saw. karena sibuk dengan perniagaan pertanian dan berdandan!

Dan yang diabaikan Ahli Hadis di sini dalam kasus ini adalah bahwa sebenarnya adanya kecaman atas hadis Abu Hurairah tidak hanya dilakukan kaum Syi’ah saja, atau sebagian Ahlusunnah dan Mu’tazilah, tetapi ia adalah pandangan umum di kalangan para sahabat Nabi saw.

Mengkritisi hadis-hadis yang ia (Abu Hurairah) riwayatkan tidak mesti dengan mendustakannya (menganggap ia pendusta). Hal itu (dusta) bisa terjadi dan bisa juga tidak terjadi, tetapi di sini adalah mengkritisi apakah ia benar-benar nendengar hadis itu dari Nabi saw., atau cara penyampaiannya atau sumber pengambilanya… dll. Kritikan itu bersifat relatif, disamping bersifat ilmiah. Data-data kecaman/kritikan para sahabat atas hadis Abu Hurairah adalah valid dan itu didokumentasikan di dalam kitab-kitab terpercaya yaitu Dua Kitab Hadis Shahih (Shahihain/Bukhari dan Muslim).

Kecaman Aisyah Atas Hadis Abu Hurairah

Di bawah ini contoh kecaman Aisyah atas hadis Abu Hurairah. Dalam Shahih Bukhari‘3/1307:

.

وقال الليث: حدثني يونس عن ابن شهاب أنه قال: أخبرني عروة بن الزبير عن عائشة أنها قالت : ألا يعجبك أبو فلان جاء فجلس إلى جانب حجرتي يحدث عن رسول الله يسمعني ذلك وكنت أسبح، فقام قبل أن أقضي سبحتي ولو أدركته لرددت عليه إن رسول الله لم يكن يسرد الحديث كسردكم

Dan berkata Laits: Yunus menyampaikan dari Ibnu Syihab (Zuhri) ia berkata: Urwah bin Zubair mengabarkan kepadaku dari Aisyah, bahwa ia berkata: “Tidakkah kalian terheran-heran dari Abu polan, ia datang lalu duduk di dekat kamarku sambil dengan sengaja menyampaikan hadis Rasulullah saw. agar terdengar olehku, saat itu aku sedang membaca dzikir (wirid) shubuhku. Lalu (setelah menyampaikan hadis) ia segera pergi sebelum aku selesai membaca dzikirku. Andai aku pergoki dia pasti aku sanggah dia dengan mengatakan bahwa Rasulullah saw. tidak mengobral hadis seperti kalian mengobralnya.”

“Abu polan” dalam hadis di atas adalah Abu Hurairah seperti dijelaskan dalam hadis ini dari jalur lain. Dan ini adalah cacat mereka yang mengkultus mazhab, mereka selalu merahasiakan nama-nama orang tertentu demi menjaga nama baiknya. Ini adalah sebuah penipuan dalam periwayatan.

.

Karena itu kami katakan bahwa Muslim lebih jujur dan terpercaya ketimbang Bukhari dan Ahmad dalam menukil riwayat (kesimpulan ini didasarkan meneliti hasil karya mereka), kami tidak mengatakannya asal-asalan tanpa bukti.

Contohnya adalah hadis ini.

Muslim meriwayatkanya dengan sanad yang sama dengan sanad riwayat Bukhari. Shahim Muslim, 4/1940:

.عن ابن شهاب أن عروة بن الزبير حدثه أن عائشة قالت: ألا يعجبك أبو هريرة جاء فجلس إلى جنب حجرتي .. الحديث. وقد رواه بالتصريح باسم أبي هريرة كل من أحمد وأبو داود وابن حبان وغيرهم. وكلام عائشة واضح أن أحاديث أبي هريرة فيها نكارة.

… dari Ibnu Shihab bahwa Urwah bin Zubair menyampaikan hadis kepadanya bahwa Aisyah berkata: Tidakkah kalian terheran-heran kepada Abu Hurairah, ia datang lalu duduk di dekat kamarku…. (lanjutan hadis sama dengan riwayat Bukhari diatas)

Dan selain Muslim hadis itu telah diriwayatkan dengan menegaskan nama terang Abu Hurairah oleh: Ahmad, Abu Daud, Ibnu Hibban dan lainnya.

.

Ucapan Aisyah itu sangat jelas sekali bahwa hadis Abu Hurairah itu mengandung keganjilan.

Karena itu Aiyah berkata (dalam lanjutan hadis itu): Adalah Nabi saw. apabila beliau berbicara beliau berbicara dengan berlahan-lahan (andai seorang mau menghitungnya kata perkata pasti bisa). Ucapan Aisyah ini benar sekali. Dan ini bagian dari makna: Al Balaghul Mubin/penyampaian yang jelas lagi gamblang.

Adapun berpanjang-panjang dan berbanyak-banyak dalam penyampaian hadis tentu tidak.

Di sana ada para sahabat lain dan juga tabi’in yang mendustakan Abu Hurairah dengan terang-terangan... Sengaja saya tidak sebutkan nama-nama dan keterangan mereka karena sanad yang menghubungkan kepada ucapan mereka masih perlu dijelaskan, diteliti dan harus menerangkan dengan panjang lebar, dan agar saya tidak merusak fokus kajian ini, karena inti tujuan kajian Ilmu Hadis ini adalah bahwa Ahli Hadis tidak memberikan perhatian yang layak terhadap ucapan para sahabat yang saling megkritik satu sama lain begitu juga yang mengecam dan mendustakan satu sama lain.

Mengapa demikian itu mereka lakukan?

Karena (ahli hadis) telah mencetuskan sebuah kaidah: Seluruh Sahabat Itu Adil (yakni Baik, konsisten dalam agama dan jujur terpercaya)!

Kaidah ini sama sekali tidak pernah dikenal di kalangan para sahabat sendiri… Tetapi para Ahli Hadis mengadopsinya, dan dengannya mereka membunuh jiwa kritis -walaupun kritikan yang relatif sederhana- terhadap hadis riwayat sebagian sahabat. Mereka berkata: Kami yakini keadilan mereka karena Allah telah menetapkan keadilan mereka dalam Kitab Suci-Nya!

Baik….

Lalu mengapakah mereka (para sahabat) tidak memahami ayat-ayat seperti yang kalian fahami?! Padahal kalian selalu mendengungkan slogan bahwa para sahabat lebih mengerti Al Qur’an ketimbang kita??

Maka Sebenarnya metode mereka lah (Ahli Hadis dan para pengekornya _red) yang kontradiktif…!

Setiap kali mereka membangun sebuah kaidah di sebelah kanan, mereka segera meruntuhkannya di sebelah kiri. Dan setiap kaidah yang para perancangnya melarang untuk diberlakulan kiritik ilmiah tentangnya maka bisa dipastikan itu kaidah yang dibangun di atas hawa nafsu dan kemazhaban.

Dan dalam kasus kita ini juga demikian adanya. Meraka yang tidak menyukai ilmu pengetahuan akan menuduhmu. Sedangkan kamu hanya sekedar menukil ucapan para sahabat dan istri-istri Nabi saw. yang mana mereka (Ahli Hadis) sendiri telah memaksa kita untuk menerima ucapan-ucapan para sahabat. Jadi sebenarnya para Ahli Hadis ini sangat kontradiksi dalam sikap mereka! Dalam artian, ketika Aisyah berkata bahwa Abu Hurairah terlalu mengobral hadis, dan ketika Abu Hurairah berkata bahwa Aisyah hanya sibuk berdandan sehingga teledor dalam mendengar hadis dari Rasulullah saw… Kamu di sini tidak sedang menerima ini atau itu. Mereka kaum dungu (yang meyakini keadilan seluruh sahabat) itu berkata: Aisyah jujur dan benar dalam ucapannya ketika menuduh Abu Hurairah. Dan Abu Hurairah juga jujur dan benar ucapannya ketika menuduh Aisyah, sedangkan kamu adalah PENDUSTA dalam tuduhan kamu terhadap keduanya. Padahal kamu tidak sedang mengadopsi tuduhan kedua sahabat itu terhadap satu sama lain!

Kamu hanya menukil bahwa persengketaan seputar Abu Hurairah dan hadisnya itu sudah klasik… Sudah terjadi sejak lama … sejak zaman para sahabat sendiri. Kamu tidak menuduh kaum muhajirin dan kaum Anshar dengan tuduhan yang dituduhkan Abu Hurairah. Dan kamu juga tidak msnuduh Abu Hurairah dengan tuduhan yang dituduhkan para sahabat kepada Abu Hurairah.

Mereka yang hidup dalam kontradiksi pemikiran adalah produk Ahli Hadis..!

Mereka yang meriwayatkan dan mereka pula yang menentang kandungan apa yang mereka riwayatkan.

Mereka yang memerintah untuk membenarkan riwayat-riwayat mereka dan mereka sendiri yang melarang kita untuk membenarkannya.

Karena itu mereka benar-benar dalam kekacau-balauan yng sangat dahsyat..

Jika mereka melemahkan hadis-hadis itu (dan ia ada dalam dua kitab Shahih/Bukhari dan Muslim) mereka akan terjatuh dalam kubangan… Dan jika mereka menshahihkan merekan juga terjebak dalam kubangan lain. Jika mereka berpendapat dengannya atau mendustakannya mereka juga dalam kesulitan!

Kerena itu mereka berada di bawah ancaman Allah akan mengekang mereka, karena mereka menjadikan batas penghalang antara Al Qur’an Allah dan Sunnah Nabi-Nya dan antara akidah yang mereka yakini … Batasan yang tidak memungkinkan Al Qur’an untuk menerobosnya. Allah telah mengancam orang-orang semisal mereka itu dengan firman-Nya:

إِنَّ الَّذِينَ يُحَادُّونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ كُبِتُوا كَمَا كُبِتَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۚ وَقَدْ أَنْزَلْنَا آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ ۚ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُهِينٌ) [المجادله 5

Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya pasti mendapat kehinaan sebagaimana orang-orang sebelum mereka telah mendapat kehinaan. Sesungguhnya Kami telah menurunkan bukti-bukti yang nyata. Dan bagi orang-orang yang kafir ada siksa yang menghinakan. (QS. Al Mujadilah: 5)

Mereka senantiasa dalam keterhinaan karena tembok-tembok penghalang itu, dan mereka tidak akan membiarkanmu beriman dan tidak ingkar/kufur. Kamu dibiarkan mengambang di udara!

Mereka yang mendha’ifkan Abu Hurairah -atau paling tidak, yang mengkritisi sebagian hadisnya- juga banyak dari kalangan para sahabat, di antara mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Umar, Sa’ad, Aisyah, Zubair dan Ibnu Abbas…

Dan yang melemahkan Abu Hurairah -atau melemahkan sebagian hadisnya- dari kalangan Tabi’in adalah Ibrahim an Nakha’i dan kebanyakan Tabi’in kota Kufah.

Adapun yang mentsiqahkan Abu Hurairah adalah: Abu Hurairah sendiri, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Ka’abul Ahbar dan Ibnu Umar -dalam salah satu penukilan darinya-

Dan tidak boleh menyepelekan pencacatan Aisyah, Ali, Sa’ad, Zubair dan kawan-kawan setingkatan mereka terhadap Abu Hurairah. Mereka lebih tegas daripada Ahli Hadis dan lebih mengerti kandungan ayat-ayat Al Aur’an dan lebih mengetahui keadaan kehidupan para sahabat.

Dan Syu’bah telah menuduh Abu Hurairah berbuat tindak Tadlis… Dan Syu’bah adalah Imam panutan yang handal.

Dan sikap terhadap hadis Abu Hurairah bukan dengan menolak atau menerimanya. Tetapi dengan ketelitian sembari tenang tidak tergesah-gesah sehingga bukti-bukti dan tanda-tanda dan termasuk seluruh kaitannya baik Al Qur’an maupun Hadis diperhatikan dengan seksama.

.

______________

[*]. Syaikh Hasan bin Farhan  Al Maliky adalah ulama moderat Arab Saudi. Beliau seorang Ahli hadis, hukum Islam dan peneliti sejarah, serta seorang  peduli HAM, beliau anti sektarian, ekstrimisme dan kekerasan, lebih-lebih atas nama agama, Anda bisa berinteraksi dengan beliau lewat halaman facebook dan Twitter-nya. juga bisa mendowload buku-bukunya lewat situs resminya http://almaliky.org/index.php atau mendengar ceramah-ceramahnya lewat halaman youtube-nya)

.

***************************

ARTIKEL SEBELUMNYA

1. Kajian Ilmu Hadis (Edisi Khusus): Peringatan Pembesar Ahli Hadis Akan Fitnah Hadis!

2. Kajian Ilmu Hadis (Bag.1) : Lima Belas Renungan Untuk Ahli Hadis

3. Kajian Ilmu Hadis (Bag.2): Tolok Ukur Agama Bukan Kemazhaban!

17 Tanggapan

  1. Ucapan Syaikh Farhan, bahwa kita tidak boleh tergesa gesa menerima atau menolak hadis Abu Hurairah, dst…..

    Sulit tampaknya bila tulisan Syaikh Farhan benar diwujudkan. Bayangkan saja usaha keras seperti apa yang harus umat Islam kerjakan guna memilah milah ribuan hadis Abu Hurairah mana yang bisa ditolak dan mana yang bisa diterima. Belum lagi dampak dari usaha itu sendiri bagi umat Islam khususnya para awamnya terhadap agama Islam itu sendiri. Pastilah menjadi tugas para ulama untuk menjelaskan dan penjelasan seperti apakah yang harus disampaikan kepada jutaan umat Islam di seluruh dunia tanpa ada gejolak keagamaan. Bagaimana para guru menjelaskan kepada jutaan pelajar. Bagaimana dengan ilmu hadis yang telah dibukukan di sekolah sekolah apakah harus diciptakan metode baru yang sesuai. Tindakan ulama Hadis dengan menciptakan istilah para sahabat seluruhnya adil sebenarnya dapat dimengerti dan dimaklumi karena itu adalah cara termudah dan tergampang untuk menjawab dan membumikan kemustahilan dalam ilmu hadis. Usaha ini cukup berhasil mengingat Islam sebagai Agama berkembang dan tumbuh meskipun tidak sebagaimana seharusnya tapi yaah cukup baik lah. Selebihnya kita kembalikan amalan dan usaha keagamaan kita kepada Allah SWT. Dan cukuplah Allah menjadi Hakim yang Adil bagi setiap individu muslim.

    • Komen anda :
      “Sulit tampaknya bila tulisan Syaikh Farhan benar diwujudkan. Bayangkan saja usaha keras seperti apa yang harus umat Islam kerjakan guna memilah milah ribuan hadis Abu Hurairah mana yang bisa ditolak dan mana yang bisa diterima”

      Tanggapan :
      Ini soal tehnis dan kasuistik sj. Bukan berarti kita tliliti semua yg ribuan hadits itu. Prhatikan contoh berikut untuk renungan bagaimana laknat bisa berubah jadi ampunan menurut riwayat ini yg artinya :
      dari [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau berdoa: “Ya Allah, aku hanyalah seorang manusia, maka muslim manasaja yang pernah aku cambuk, -Ibnu Ja’far menyebutkan; – “aku cela atau aku laknat, maka jadikanlah hal itu sebagai penghapus doa, pahala kebaikan dan kurban yang dengannya ia bertaqarrub kepada-Mu pada hari kiamat.”

      (Musnad Ahmad, bab.Musnad Abu hurairah ra. no. 10031, 8709, 9426; Sunan Darimi, kitab budak no. 2647, Sahih Muslim, bab. Barangsiapa yg dilaknat atau dicela oleh Nabi saw no. 4706)
      Bagimana anda memahami hadits ini, laknat berubah jadi doa ampunan?. Dalam pmahaman syaikh Farhan laknat dan pujian Nabi saww adalah syahadah terhadap bathin dan ksudahannya orang2 yg terkait. Shingga bisa kita pahami bahwa Nabi saww tidak suka melaknat dan memuji krn ada konskwensinya. Ini yg bisa kita pahami dari beberapa tulisan syaikh ben Farhan. Makanya syaikh mnyarankan teliti dan sodorkan kpd al-Quran atau hadits yg diyyakini keshohihannya.

      Komen antum :
      “Tindakan ulama Hadis dengan menciptakan istilah para sahabat seluruhnya adil sebenarnya dapat dimengerti dan dimaklumi karena itu adalah cara termudah dan tergampang untuk menjawab dan membumikan kemustahilan dalam ilmu hadis”

      Tanggapan :
      Teori udhul shahabah dipertanyakan syaikh Ben Farhan krn :
      1. dasar/dalil yg digunakan dipandang tidak kuat. Coba antum teliti pujian pada shahabat di al-Quran berkisar pada Muhajirin dan Anshar dan man tabi’ahum bi ihsan. Makanya syaikh ben Farhan menawarkan teori baru tentang shahabat, shohabat dlm pengertian syar’iy (yg mendapat pujian) dan shahabat dlm arti umum. Dengan teori ini maka akan terbuka siapa yg shahabat dari kalangan mutaqaddimin dan dari kalangan yg dating belakangan. Sehingga tdk terjadi campur aduk yg justru akan menyusahkan kita memahami hadits2 tentang orang2 munafik, skalipun ia dipandang shahabat. Ada baiknya antum baca buku beliau tinggal download sj . Insya Allah dpt membuka sedikit wawasan kita.
      2. Teori ini dirasa tidak adil bagi perawi non shahabat. Klu yg melakakukan “ini dari kantongku” kebetulan perawi ini non shabat pasti langsung d jarh oleh penulis buku2 rijalul hadits sbg perawi yg tidak adil. Betul tidak?

      • Bole numpang diskusinya mas bro, yang jadi masalah itukan hadis hadis abu hurairah tersebar dari cabang sampai ke pokok agamanya mas bro, kalau cuma nyangkut cabang agama masih bisa dimaklumi (tanda kutip). Tapi bagaimana dengan hadis yang ada hubungannya dengan pokok pokok agama yg mengatur hukum hukum Allah apa masih bisa kita bicara teknis dan kasuistik saja. Dasarnya adalah, abu hurairah memang bukan satu satunya perawi tapi jumlah hadis abu hurairah bisa dijadikan patokan dan ada hubungannya dengan hadis kantong abu hurairah itu kesatu, kedua Mereka yang mendha’ifkan Abu Hurairah juga banyak dari kalangan para sahabat, di antara mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Umar, Sa’ad, Aisyah, Zubair dan Ibnu Abbas…para sahabat yg hidupnya sezaman dengan abu hurairah sudah menetapkan pendirian mereka jadi kita yang hidup di abad 21 ini mau ngikut mereka atau……..Adapun yang mentsiqahkan Abu Hurairah adalah: Abu Hurairah sendiri, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Ka’abul Ahbar dan Ibnu Umar.
        Soal teori udhul yang mas bro bilang, memang perlu diberi garis merah yang tebal itu tapi kembali lagi seperti kata mas bro @horyaz masih diperlukan saat ini sampai Allah menetapkan yang lain. Yang paling gampang atau istilahnya cara termudah bagi mayoritas umat islam yah diambil saja hadis hadis abu hurairah karena toh para imam mahzab sudah menetapkan pendapat mereka tentang hadis hadis abu hurairah seperti ini diterima saja toh mas bro. Pendapat syaikh bin farhan dijadikan bahan bacaan yang membuka wawasan kita saja.

    • lanjut…..
      Harap dipahami dlm brinteraksi dgn tulisan syaikh Ben Farhan, kita harus tetap keritis. Jangan dipahami dari dhohir tuliasannya tapi sedikit dalami suasana kebathinan beliau. Dlm pandangan sy pribadi, thema2 yg ditawarkan sbg pergulatan pemikiran dengan paham mainstrem di Saudi khsusnya yaitu salafy yg cenderung wahahbi. Akibat paham ini maka timbul beberapa hal :
      1. inhirof (menyimpang/menjauh) dari Ahlul Bait Nabi saww, bisa kita amati dari sedikitnya penukilan riwayat dari Ahlul Bait as dlm kalangan mereka secara khusus dan ahlussunah scara umum, cenderung membela orang2 yg memusuhi Ahlul Bait. Dlm usahanya ini mereka biasa mmbuat andad/tandingan2 dgn tokoh2 besar shahabat. Sehingga seakan- akan shahabat dan Ahlul Bait bersebrangan. Disinilah timbul pembelaan dari kalangan salafy ini pd shahabat atas resistensi Syiah yg mendahulukan Ahlul Bait. Padahal pembelaan thd Shahabbat r.hum sebenarnya ditujukan kepada para thulaqa yg masuk Islam d masa2 terakhir kerasulan, khususnya Bani Umayah yg keras permusuhannya thdp Ahlul Bait. Dari sinilah bermula ide kektritisan thd therma2 shahabat, untuk mendudukkan pd posisi yg seharusnya memisahkan mana shahabat yng generasi awal dan mana yg belakangan.
      Nah inhirof thd Ahlul Bait as ini disinyalir bersumber dari kenashibiyan Bani Umayah (baca artikel ttg 4 kebijakan politik Muawiyah dlm permusuhan kpd Ahlul Bait di blog ini, klu tak salah pernah di bahas d blog ini atau download sj ebooknya di site syaikh Ben Farhan).
      Dan kita bisa pahami bahwa mereka begitu keras permusuhan hingga taraf takfir/pengkafiran thd Syiah yg lantang berwala’/loyal thd Ahlul Bait as. Bila anda kritis thd tokoh sentral bani Umayah dan anda menunjukkan pembelaannya kpada Ahlul Bait (misal dlm diskusi/tulisan) anda tentu akan dicap Syiah. Korabanya diantaranya adalah Syaikh Ben Farhan dan ust Abu Salafy pemilik blog ini misal dgn pertanyaan “Kamu Syiah ya?, atau kata kasar lainnya “Dasar Rafidloh laknatullah !!” dll.

      Syaikh ben Farhan menganggap faktor (inhirof) ini adalah penyakit kronis dlm barisan ghulat salafy yg wahhabi. Oleh karenanya harus dihancurkan. Dihawatirkan penyakit ini betul2 penjelmaan dari kenashibian yg merupakan nama lain dari kemunafikan ( baca hadits nifak bi bughdi Ali kwj). Dlm hemat sy virus ini justru akan berkmbang biak kmana2 dan sulit dikndalikan. Setidaknya ini yg bisa dipahami dari artikel Syikh bn Farhan, bahwa orang2 nashibi inilah yg akan beriman pada Dajjal hingga di kubur2 mereka sekalipun. Hadits yg berbicara ttg ini mngalami manipulasi shingga berbeleok maknanya. Untuk memahami hadits ini kita harus paham tentang Fitnah Usman dlm frem sejarah yg benar dgn berdasar riwayat2 yg shohih. Bukan yg biasa disuarakan salafi yg wahhabi yg mnutup – nutupi peranan bani Umayah dlm fitnah ini. Silahkan dowload buku tentang ini di site syaikh Ben Farhan.

      Kesimpulannya bahwa terma shahabat dan pengertiannya yg ditawarkan Syaikh ben Farhan sbg reaksi thd Inhiraf dari Ahlul Bait dgn membela2 pihak2 yg memusihinya.

  2. lanjut……
    2. Takfir dan anak turunannya (memusyrikkan) jg tabdi’/ membid’ahkan, adalah penyakit kronis dl tubuh salafy yg wahhabi. Takfir ini timbul dari pemahaman mreka thd paham tauhid 3 dan hadist kullu bid’ah dholalah. Apalagi didukung fatwa2 dan ajaran2 yg disisipkan. Dlm paham ini kbencian thd kubur keramat adalah wajib. Anda blm sempurna tauhidnya bila tidak memasang rasa benci pd berhala (baca kubur wali). Salah satu fatwa khas salafi rasa wahhabi adalah bongkar kubur bila masjid dibangun duluan dan sebaliknya bongkar masjid bila kubur duluan. Aplikasi kongkrit fatwa ini adalah sepak trjang para combatan salafy yg wahhabi di Suriah dan Irak yg membongkar kubur dan masjid tak pduli situs shahabat atau nabi sekalipun. Bahkan pengajaran tauhid yg “murni” pun ada methodenya yg cukup membangun karakter ant berhala yaitu dgn meledakkan kubur keramat di hadapan anak2 dgn dalih mengajari tauhid.
    Tapi biasanya mreka agak ksulitan bila dihadapkan pd tataran realitas. Misal dlm mnjawab bagaimana tntang kubur syarif di Masjid Nabawi?. Jawaban yg disampaikan mereka akan berdalil dgn hadits kubur para nabi yaitu di tmpt dimana mereka wafat. Pendalilan sperti ini tidak bisa disalahkan. Hanya sj kalau tidakada hadits sorih seperti ini oprasi bongkar itu sdh dijalankan atau minimal ada great planning kedpannya, karena akidah yg subur2 dihati2 mreka mndukung hal itu. Mereka jg brdalih bahwa ada tembok tebal yg mnghalangi bagian kubur syarif dgn masjid, dgn mngesampingkan tanda tanya besar apakah sewaktu masa shahabat mreka jg membangun tembok tebal jg?. Klu mereka mntolelir krn itu makam seorang nabi, bagaimana dgn 2 makam disampingnya?. Ini lah bberap hal yg harus dijawab salafy rasa wahhabi bahwa teori akidah dan fatwanya tdk realistis dan mengada2.

    Disisi lain fenomena tabdi’ jg tak kalah ganas dlm melibas para “pcinta” bid’ah. Yg cukup membuat telinga panas adalah anggapan majlis mmbaca al-Quran utk dihadiahkan kpd almarhum atas prmintaan kluarga, dipandang lbih buruk dari majlis khomr/hasyis (mabuk2an dan kunsumsi narkoba).

    Dlm mnanggapi hal ini syaikh Ben Farhan, biasanya mengkritisi sumber utama pemikiran ini, yaitu buku2 syaikh Ibnu Taimyah al-Haroni as-Syamiy dan juga pemikiran pendiri wahabi Syaikh Ben Abdul Wahhab. Klu salafy yg wahhabi ini mngklaim sbg pngikut Imam Ahmad Bin Hambal maka syaikh menagjukan bukti bahwa salafi gnrasi awal jg mngakui dan mngamalkan tawassul. Smentara salafi baru mereka manggapnya sbg bntuk kesyirikkan nyata. Dgn tanpa mnutupi bahwa sykh Ben Farhan mengaku bau kewahabiyahan stidaknya jg mnghinggapi hatinya dgn dtandai sikap dingin d hadapan kuburan orang2 sholeh. Sebuah pengakuan yg fair dan jujur dgn tanpa mnganggap sesat orang2 yg menziarahinya.

    Sementara soal tabdi’ spertinya syaikh Bn Farhan kurang memandang thema ini sbg isu utama artiklnya. kritik biasanya berkisar pd ralita bidaah yg justru subur di tubuh salafi rasa wahhabi. Prlu diingat bahwa bidah dlm terminologi salafi ala wahhabi adal sesat dan seakan jd hukum, sementara di pihak lain harus ada pmbagian mnjadi hasanah dan qabihah mngingat realita shahabat yg mengakui adanya bidah hasanah dan menjalankan. Terma salafus sholeh dan salafi salah satu hal yg dikritisi sbg satu contoh.

  3. kita pakai hadist kulai saja.

  4. lanjjut…..
    3. Ghuluww, ktika tersebr istilah ghuluww sy pribadi pasrah tak berdaya bahwa sy mngamalkan aktivitas ghuluww yg tidak aku pahami karena sy pengamal madzhab syafi’iy dlm fikih yg statusnya sbg muqallid, gluluww pd kyai krn tak mau brubah k paham baru salafy khas wahhabi, ingat betul ketika merah tlinga dicramahi (yakin btul isi cermahnya fakus k sy pribadi) di majlis arisan dgn mengata-ngatai kyai dan psantren.

    Tapi trnyata syaikh Bn Farhan menyingkap bahwa sebenarnya ghuluuw sngat pkat di tubuh salafay khas wahhabi dbanding kelompok lain hatta Syiah sekalipun. Fatwa dan ajarana Syaikh Ibnu Taimiyah d telan bulat2. Titel syaikh ini yg sangat dibanggakan para muqaliidnya adalah Syaikhul Islam, seakan Islam perlu blajar kpd sang Syaikh dgn tunduk dan patuh pada guru dihadapannya. Bagaimana tidak, nama dan fatwa syaikh ini mnghiasi di majlis dan buku salafy ala wahhab bersih mulus tanpa kritik. Bila ada seorang syaikh Syiah yg katanya mngkafirkan sbgian besar shahabat misalnya d majlisnya, maka dari awal sampai akhir tak ada satu orang pun psertanya yg coba merenung kaifiyat meracik bom ransel, bom sabuk atau bom buku. Tapi sudah brapa banyak korban akibat fatwa sesat thd syiah, sufi dll akibat dari fatwa khas ghullat salafy ala wahhabi. Baru ngomong d TV sj yg jauh disebut sbg fatwa, beberapa hari kemudian sdh ada korban berjatuhan. Sampai menganggap Syiah lebih buruk dari Yahudi, ini dari mana ajaran dan fatwa ini juntrung dan asalnya??.
    Itu sj kontribusi dlm memetakan artikel Syaikh Ben Farhan, untuk mudah dipahami. Wassalam

  5. akhi @zajuli :
    Tanggapana antum :
    ” yang jadi masalah itukan hadis hadis abu hurairah tersebar dari cabang sampai ke pokok agamanya mas bro, kalau cuma nyangkut cabang agama masih bisa dimaklumi (tanda kutip). Tapi bagaimana dengan hadis yang ada hubungannya dengan pokok pokok agama yg mengatur hukum hukum Allah apa masih bisa kita bicara teknis dan kasuistik saja”.

    Tanggapan saya :
    Maaf sy tak mengerti soal pokok dan cabang agama dlm masalah ini. Tapi klu hadits yg sy kutip (artinya), itu kita terima dgn brdalih itu masalah cabang, sy tak bisa membayangkan cambuk dan celaan dikaitkan pd sosok pribadi yg maksum tanpa alasan yg dibenarkan sehingga perlu berdoa sprti itu. Klu soal mnegakkan hukum had minum2an keras pd masa Rasul saww masih hidup, itu bukan sebuah kesalahan justru bentuk ketaatan mejalannkan perintah.
    Soal hadits laknat pd onum trtntu ini bukan masalah yg dipandang enteng. Jadi bagaimana laknat bisa berubah doa ampunan dan bntuk taqarrub untuk orang yg dilaknat mlalui lisan mulia???. Sy tak paham klu kita masih telan mentah2 tanpa kritik. Apa akibat orang yg pernah dilknat melalui lisan mulia?. Ini kelakuannya : melawan Imam pd zamannya, mentradisikan laknat di mimbar2 kpd Imam Ali kwj, mmbongkar kubur syd Hamzah ra (paman Nabi saww) hingga melukai kaki dan berdarah dan sbelumnya bapaknya brdiri sombong membanggakan ketrunannya dihadapan makam tsb, meracun syd Hasan ra, mengeksekusi mati Hujr bin Adi r.a, mmbuat onar di Madinah (yaumul Hurrah) dgn mmbunuhi penduduknya yg korbannya dianrtaranya dari kalangan shahabat, berusaha melengserkan mimbar Nabi saww tapi tak brhasil, kena pnyakit Dubailah akibat berkonspirasi hendak membunuh Nabi saww, mencuri onta, menjual patung, makan riba, dan akhirnya memakai kalung salib di akhir hayatnya. Takwil apa lg untuk orang yg seperti ini?.
    Tanggapan antum :
    “Yang paling gampang atau istilahnya cara termudah bagi mayoritas umat islam yah diambil saja hadis hadis abu hurairah karena toh para imam mahzab sudah menetapkan pendapat mereka tentang hadis hadis abu hurairah seperti ini diterima saja toh mas bro”
    Tanggapan sy :
    Maaf sy tak tahu hadits2 yg konon ribuan, yg mana sj yg digunakan oleh para mujtahid sbg dalil. Tapi setidaknya hadits jinabah ketika puasa (masalah hokum) sbg mana di atas tlah dilakukan kritik matan oleh Marwan dgn mng-kroscek riwayat Si Aisyah r.ha.
    Contoh lain Hadits ttg mmmanjangkan basuhan muka hingga ke leher (hadits atsaril wudlu’) adalah idroj sbgmana informasi yg pernah sy dengar.
    Sy stuju dgn antum,artkel syaikh Ben farhan untuk bahan membuka wawasan. Krn memang dlm tataran aplikasi cukup menyita waktu dan keringat alias tidak mudah jg. wassalam

  6. akhi @zajuli :
    Tanggapana antum :
    ” yang jadi masalah itukan hadis hadis abu hurairah tersebar dari cabang sampai ke pokok agamanya mas bro, kalau cuma nyangkut cabang agama masih bisa dimaklumi (tanda kutip). Tapi bagaimana dengan hadis yang ada hubungannya dengan pokok pokok agama yg mengatur hukum hukum Allah apa masih bisa kita bicara teknis dan kasuistik saja”.

    Tanggapan saya :
    Maaf sy tak mengerti soal pokok dan cabang agama dlm masalah ini. Tapi klu hadits yg sy kutip (artinya), itu kita terima dgn brdalih itu masalah cabang, sy tak bisa membayangkan cambuk dan celaan dikaitkan pd sosok pribadi yg maksum tanpa alasan yg dibenarkan sehingga perlu berdoa sprti itu. Klu soal mnegakkan hukum had minum2an keras pd masa Rasul saww masih hidup, itu bukan sebuah kesalahan justru bentuk ketaatan mejalannkan perintah.
    Soal hadits laknat pd onum trtntu ini bukan masalah yg dipandang enteng. Jadi bagaimana laknat bisa berubah doa ampunan dan bntuk taqarrub untuk orang yg dilaknat mlalui lisan mulia???. Sy tak paham klu kita masih telan mentah2 tanpa kritik. Apa akibat orang yg pernah dilknat melalui lisan mulia?. Ini kelakuannya : melawan Imam pd zamannya, mentradisikan laknat di mimbar2 kpd Imam Ali kwj, mmbongkar kubur syd Hamzah ra (paman Nabi saww) hingga melukai kaki dan berdarah dan sbelumnya bapaknya brdiri sombong membanggakan ketrunannya dihadapan makam tsb, meracun syd Hasan ra, mengeksekusi mati Hujr bin Adi r.a, mmbuat onar di Madinah (yaumul Hurrah) dgn mmbunuhi penduduknya yg korbannya dianrtaranya dari kalangan shahabat, berusaha melengserkan mimbar Nabi saww tapi tak brhasil, kena pnyakit Dubailah akibat berkonspirasi hendak membunuh Nabi saww, mencuri onta wanita, menjual patung, makan riba, dan akhirnya memakai kalung salib di akhir hayatnya. Takwil apa lg untuk orang yg seperti ini?.
    Tanggapan antum :
    “Yang paling gampang atau istilahnya cara termudah bagi mayoritas umat islam yah diambil saja hadis hadis abu hurairah karena toh para imam mahzab sudah menetapkan pendapat mereka tentang hadis hadis abu hurairah seperti ini diterima saja toh mas bro”
    Tanggapan sy :
    Maaf sy tak tahu hadits2 yg konon ribuan, yg mana sj yg digunakan oleh para mujtahid sbg dalil. Tapi setidaknya hadits jinabah ketika puasa (masalah hokum) sbg mana di atas tlah dilakukan kritik matan oleh Marwan dgn mng-kroscek riwayat Si Aisyah r.ha.
    Contoh lain Hadits ttg mmmanjangkan basuhan muka hingga ke leher (hadits atsaril wudlu’) adalah idroj sbgmana informasi yg pernah sy dengar.

  7. yujarshif:
    “Maaf sy tak tahu hadits2 yg konon ribuan, yg mana sj yg digunakan oleh para mujtahid sbg dalil. Tapi setidaknya hadits jinabah ketika puasa (masalah hokum) sbg mana di atas tlah dilakukan kritik matan oleh Marwan dgn mng-kroscek riwayat Si Aisyah r.ha”

    Sepele sekali engkau mengatakan ummul mu’minin dengan perkataan Si Aisyah.

  8. Itu kepotong tulisannya lai, harusnya Siti Aisyah r.a itu. Kalau wahabi tidak mengenal istilah Siti langsung tulis nama saja. Horas lai

  9. Baca saja tulisan Syeikh ini berulang-ulang anda baru bisa memahaminya.
    tapi kalau anda sangat awam sekali terhadap apa yg ia sampaikan sebaiknya jangan menyibukkan diri dengan komentar-komentar yg kemana-mana, nanti tambah terlihat anda sangat awam. paparan-paparan syeikh ini hanya untuk kalangan akademisi yg punya bekal berbagai ilmu.

    • Misalnya Ilmu silat Jari, Ilmu mengarahkan opini, Ilmu Memutar balik fakta, Ilmu Taqiyah, Ilmu Ngawur , Ilmu Saraf, dan Ilmu Ilmu lain yang mebuat manusia tersesat dari jalan Manhaj yang lurus. Gitu maksudnya yakan Cuy…………….?!.

    • saya setuju dgn pa. najib…

  10. Banyak kali cerita kau…!. Pandai kali kau bersilat jari.

  11. Kajian memukao banget nih. Menarik untuk disimak.
    Terima kasih pak admin.

  12. Aku tunggu lanjutannya ya pak admin

Tinggalkan Balasan ke badrus Batalkan balasan