Kebijakan Politik Muawiyah Dan Pengaruhnya Dalam Hadis dan Akidah (Bagian 2)
Sumber: http://almaliky.org/download.php?action=view&id=45
.
Tulisan dibawah adalah intisari dari bahasan Syekh Hasan bin Farhan Al Maliky yang agak panjang tentang politik pemerintahan Muawiyah dan pengaruhnya terhadap Hadis dan Akidah yang berjudul مراسيم معاوية الأربعة وآثارها في الحديث والعقائد , tulisan lengkapnya (34 halaman) bisa anda download disini http://almaliky.org/download.php?action=view&id=45 atau download dan baca disini:
Marasim Muawiyah – https://abusalafy.files.wordpress.com/2014/07/marasim-muawiyah.pdf . )
.
Oleh Syaikh Hasan bin Farhan Al Maliky
.
.
.
Bagian pertama silahkan klik disini
.
Teks Surat Perintah Mu’awiyah Ketiga
Mu’awiyah juga melayangkan sepucuk surat keputusan ketiga yang berbunyi:
“Perhatikan siapa saja di sisi daerah kalian dari Syi’ah Utsman dan para pecintanya dan pecinta ahlulbait/keluarganya serta orang-orang yang meriwayatkan keutamaan dan kemuliaannya maka dekatkan kedudukan mereka! Muliakan mereka! Dan laporkan kepadaku secara tertulis nama setiap dari mereka, nama ayahnya dan sukunya!”
Maka para aparatur pemerintahan Mu’awiyah melakukan dengan detail setiap perintahnya itu sehingga mereka berbanyak-banyak meriwayatkan keutamaan Utsman dan kemuliaannya disebabkan hadiah-hadiah besar yang dibagikan Mu’awiyah berupa uang kontan, baju-baju dan tanah-tanah persawahan.
Hadiah royal Mu’awiyah itu diberikan baik kepada orang Arab maupun non Arab. Maka di setiap kota banyak tersebar hadis keutamaan Utsman dan manusia berlomba-lomba mencari kedudukan dan harta dunia. Dan tiada seorang rendahan datang kepada pegawai Mu’awiyah dengan membawa sebuah hadis tentang keutamaan Utsman melainkan ditulis namanya dan diberi kedudukan istimewa dan diberi hak membela diri dan keluarganya.. Kondisi seperti ini berlansung lama…
.
Teks Surat Perintah Mu’awiyah Ke Empat
Kemudian Mu’awiyah menuliskan sepucuk surat ketetapan yang ia kirimkan kepada seluruh aparatur pemerintahannya bahwa:
“Hadis tentang Utsman sudah banyak dan menyebar di seantero negeri dan di setiap daerah dan sudut. Maka jika telah datang suratku ini maka ajaklah orang-orang untuk meriwayatkan tentang keutamaan para sahabat dan para Khalifah terdahulu. Dan jangan biarkan ada sebuah hadis keutamaan Abu Thurab (Ali bin Abi Thalib) yang diriwayatkan kaum Muslimin melainkan kalian datangkan yang menentangnya tentang keutamaan sahabat. Yang demikian itu lebih aku sukai dan membuat dingin mataku serta lebih dapat mematahkan hujjahnya Abu Thurab dan Syi’ahnya dan lebih keras menyakitkan mereka daripada hadis keutamaan Utsman.”
.
Ini adalah surat ketetapan terakhir, dan asumsi yang saya kuatkan adalah hanya ada tiga surat ketetapan seperti yang dianggap oleh sebagian pengkaji. Yang pertama khusus terkait dengan Ali. Kedua terkait dengan Utsman. Dan yang ketiga terkait dengan para sahabat. Adapun yang terkait dengan Mu’awiyah sendiri maka telah ia lakukan sebelum semua ketatapan ini.
Dan pengaruh surat perintah ketetapan Mu’awiyah ini sangat nyata. Sebagai contoh adalah hadis:
“Kedudukan Abu Bakar dan Umar di sisiku bagaikan kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku.”
Hadis ini jelas-jelas palsu sesuai pengakuan para ulama ahli hadis. Hadis yang asli adalah sabda Nabi saw untuk Ali:
“Kedudukanmu di sisiku bagaikan kedududkan Harun di sisi Musa.”
Hadis ini MUTAWATIR DAN IA TERDAPAT DALAM DUA KITAB SHAHIH (BUKHARI DAN MUSLIM). Dan ketika ditelusuri dan diteliti ternyata hadis palsu tentang keutamaan Abu Bakar dan Umar ini kita dapati ada seseorang yang menyambut perintah Mu’awiyah. Boleh jadi ia adalah Ibnu Abi Mulaikah. Boleh jadi muridnya yang bernama Qaz’ah bin Suwaid yang menisbatkannya kepada Ibnu Abi Mulaikah. Dan boleh jadi ada seseorang yang menyampaikan hadis dari Ibnu Abbas ini kepada Ibnu Abi Mulaikah lalu ia memplesetkan hadis ini karena fanatisme kesukuannya kepada Bani Zubair dan Bani Taim. (Perhatikan biografi Qaz’ah bin Suwaid al Bashri al Bahili dalam kitab al Mizan, dan ia juga terdapat dalam kitab Tarikh Baghdad, Juz 11/hal. 384: Dari jalur Muhammad bin Jarir ath Thabari ia berkata, Bisyr bin Dihyah menyampaikan hadis kepada kami, Qaz’ah bin Suwaid menyampaikan hadis kepada kami dari Ibnu Abi Mulaikah dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw bersabda:
“Kedudukan Abu Bakar dan Umar di sisiku bagaikan kedudukan Harun di sisi Musa.”
Qaz’ah bin Suwaid tertuduh memalsu hadis ini. Ia seorang Bashri (penduduk kota Bashrah) Bahili. Gurunya adalah loyalis Bani Zubair dan ia dari suku Bani Taim. Saya punya kajian khusus tentangnya.
Demikian juga dengan hadis keutamaan Ali yang terdapat dalam Shahih Muslim:
“Tidak mencintainya (Ali) melainkan orang Mukmin dan tidak membencinya melainkan orang munafik.”
Kaum Nashibi membuat hadis palsu atas nama Ali sendiri yang dapat menentang hadis shahih di atas. Mereka menisbatkan kepada Imam Ali ucapan:
“Demi Dzat yang menciptakan makhluk bernyawa dan membelah biji-bijian tidak mencintai keduanya (Abu Bakar dan Umar) kecuali orang Mukmin yang bertaqwa dan tidak membenci keduanya kecuali orang munafik yang celaka.”
Hadis ini diriwayatkan oleh al Ajurri al Hanbali dalam kitab Aqidah karangannya yang berjudul asy Syari’ah, dan oleh al Lalakai al Hanbali dalam kitab akidahnya yang herjudul as Sunnah serta Ibnu Asakir dalam kitab Tarikh Damaskus, Khaitsamah bin Sulaiman dan Abu Nu’aim al Ishbahani serta lainnya dari jalur Abdul Malik bin Umair (seorang Nashibi pembenci keluarga Nabi saw.) dari Suwaid bin Ghaflah dari Ali…
Dan demikian seterusnya, saya tidak mendapati sebuah hadis shahih tentang keutamaan Ali kecuali mereka tentang dengan hadis palsu keutamaan sahabat lain!
Tepat sekali kata-kata Muawiyah ini “Dan jangan biarkan ada sebuah hadis keutamaan Abu Thurab (Ali bin Abi Thalib) yang diriwayatkan kaum Muslimin melainkan kalian datangkan yang menentangnya tentang keutamaan sahabat….” . Nah kamu sekarang tidak menyebut sebuah hadis keutamaan Ali kecuali mereka mendatangkan kepadamu hadis lain yang menentangnya, walaupun bukan maksud kamu mengunggulkan Ali melalui hadis itu. Para penganut Salafy Muhdatsah (maksudnya bukan pengikut Salaf Shaleh sesungguhnya seperti para sahabat mulia Ali, Ammar, Abu Dzarr, al Hasan, al Husain, Muhammad bin al Hanafiyah, Qais bin Sa’ad bin Ubadah, Adi bin Hatim dkk, tetapi mengikuti Salaf yang datang belakangan seperti Ahmad bin Hambal _red) pasti akan berdiri tegak di hadapan Anda sebagai batu ganjalan di depan setiap keutamaan Imam Ali. Mereka selalu memperingatkan para santrinya di setiap hadis keutamaan Ali dengan ucapan mereka: “Tetapi ini maksudnya bukan mengutamakan Ali di atas Abu Bakar dan Umar!” Atau mereka membencikan hadis itu kepada para santrinya dengan mengatakan: “Kaum Rafidhi telah berdalil dengan hadis ini untuk mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar.”
Mereka membikin para santri mereka benci terhadap hadis-hadis Nabi saw yang meriwayatkan tentang kemuliaan Ali dan mereka berharap sekali andai dahulu Nabi saw tidak menyabdakannya. Ini adalah KEMUNAFIKAN, BERHATI-HATILAH KALIAN…! Bahkan Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab menjadikan sikap ini sebagai satu dari sepuluh penentang yang meruntuhkan keislaman, ia berkata: “Siapa yang membenci sesuatu dari apa yang dibawa Rasulullah maka ia telah KAFIR.”
Para ulama Salafi Muhdatsah tidak membiarkan para penuntut ilmu mendengar dan memperhatikan keutamaan Imam Ali bahkan tidak membiarkan mereka mendengar keutamaan Rasulullah saw sehingga mereka dapat mengikuti beliau… semua itu karena peringatan dan larangan itu… mereka tidak dibiarkan memahami hadis keutamaan sesuai dengan yang difahami Rasulullah saw, tetapi dipaksa untuk memahaminya sesuai dengan pemahaman Salaf yang membuat ketetapan itu. Tidak dibolehkan para seorang penuntut ilmu untuk menilai dan mengagungkan hadis keutamaan Ali dan mendudukkannya sesuai dengan keagungannya…
Jadi pengaruh surat keputusan Mu’awiyah berperan dalam pola pandang Salafy hingga hari ini.
Dan surat ketetapan ketiga Mu’awiyah ini sesuai dengan yang kuat saya asumsikan terkait dengan keutamaan para sahabat, Abu Bakar, Umar dan lainnya, dan kamu akan menemukan pengaruh surat ketetapan Mu’awiyah ini dalam keutamaan Abu Bakar dan Umar ra kendati mereka berdua memiliki kumuliaan hanya saja kebanyakan hadis keutamaan keduanya adalah MAUDHU’/PALSU dibuat sejak zaman itu.
Dampak nyata yang segera terjadi dari surat-surat keputusan politik Mu’awiyah:
Surat-surat ketetapan Mu’awiyah itu segera dibacakan kepada masyarakat, maka mereka berlomba-lomba meriwayatkan hadis-hadis palsu tentang keutamaan para sahabat yang sama sekali tidak riil. Manusia begitu berantusias dalam meriwayatkan hadis-hadis yang bernuansa seperti itu, sampai-sampai mereka menyebar-luaskannya melalui media mimbar, dan disampaikan kepada para guru yang mengajar di tingkat dasar lalu mereka mengajarkannya kepada para murid mereka sehingga anak-anak dan para murid itu meriwayatkannya dan menjadikannya bahan pelajaran sebagaimana mereka belajar Al Quran.
Bahkan mereka mengajarkannya kepada anak-anak perempuan dan istri-istri serta pambantu-pembantu mereka di rumah-rumah… kondisi ini mereka jalankan cukup lama.
Bahkan mereka menghafalkan hadis-hadis tentang keutamaan para sahabat itu lebih dari mereka menghafalkan makna-makna ayat-ayat Al Quran.... bukti akan hal itu adalah bahwa apabila saya sebutkan satu ayat Al Quran pasti ayat itu tidak memiliki wujud dalam akal global Salafi Muhdatsah, mungkin di sini saya akan sebutkan sebuah contoh unik:
Saya tanyakan kepada seorang Salafy: Apa pendapatmu tentang Ahli Badar? Apakah mereka semua berada dalam satu tingkatan yang tinggi dalam keimanan dan kegigihan dalam pembelaan atau tidak? atau di antara mereka ada orang-orang yang berloyo-loyo dalam membela? Pasti kalian semua wahai Salafy akan menjawab: Semua mereka berada dalam keteguhan hati yang satu dalam membela dan semangat perjuangan serta ketaatan kepada Nabi saw.
Kami akan katakan: Apakah datang kepada kalian hal ini dalam hadis atau sejarah atau dalam Al Quran? Kalian akan berkata: Kami tidak tau, hanya saja hal ini sudah diijma’kan. Dan kami tidak mengira bahwa ada keterangan tentang masalah ini dalam Al Quran yang menyalahi keyakinan ini.
Kami katakan: Baiklah, kalau begitu perhatikan Al Quran al Karim bagaimana ia memilah-milah Ahli Badar, ada yang menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya dan ada yang berlembek-lembek. Allah berfirman: surat al anfal
.
كَمَا أَخْرَجَكَ رَبُّكَ مِنْ بَيْتِكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ لَكَارِهُونَ * يُجَادِلُونَكَ فِي الْحَقِّ بَعْدَمَا تَبَيَّنَ كَأَنَّمَا يُسَاقُونَ إِلَى الْمَوْتِ وَهُمْ يَنْظُرُونَ * وَإِذْ يَعِدُكُمُ اللَّهُ إِحْدَى الطَّائِفَتَيْنِ أَنَّهَا لَكُمْ وَتَوَدُّونَ أَنَّ غَيْرَ ذَاتِ الشَّوْكَةِ تَكُونُ لَكُمْ وَيُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُحِقَّ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ وَيَقْطَعَ دَابِرَ الْكَافِرِينَ
Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya # mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (bahwa mereka pasti menang), seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedang mereka melihat (sebab-sebab kematian itu). # Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir. Q.S. Al Anfal: 5-7
.
Gelombang Kedua Ketetapan Mu’awiyah
Kemudian Mu’awiyah menuliskan surat kepada para kepala daerah di seluruh wilayah:
“Perhatikan, siapa yang terbukti MENCINTAI ALI DAN AHLULBAITNYA, maka hapuslah namanya dari catatan sipil, gugurkan hak keuangan dan rizkinya.“
Ini adalah bagian surat ketetapan keempat Mu’awiyah. Ia terkait dengan perubahan sosial… sedangkan tiga surat ketetapan pertama khusus tentang hadis keutamaan dan kecaman.
Ketetapan pelengkapnya: Kemudian Mu’awiyah menggenapkan surat ketetapan di atas dengan surat ketetapan pelengkap:
“Siapa yang kalian tuduh mencintai mereka maka siksa mereka dan hancurkan rumah-rumah mereka!”
Ini adalah bagian dari surat ketetapan keempat..
Maka bencana terbesar adalah yang dialami penduduk Irak, khususnya kota Kufah, sampai-sampai seorang dari Syiah Ali as ketika ia didatangi seorang yang ia percayai di rumahnya lalu ia menyampaikan rahasianya dengan keadaan takut pembantunya atau budaknya membocorkan rahasia itu. Ia tidak menyampaikan rahasia itu sebelum memintanya bersumpah untuk tetap merahasiakannya.
Maka muncullah banyak hadis palsu dan dusta yang beredar. Dan atas kondisi seperti itu para fuqaha’, para Qadhi dan para aparat berjalan.
Cobaan terbesar dialami oleh para Qurra’ yang tidak ikhlas dan kaum lemah (intelektual dan keimanan) yang berpenampilan sok khusyu’ dan rajin beribadah, mereka membuat-buat hadis-hadis palsu demi mencari muka di hadapan para penguasa dan kedudukan mereka didekatkan serta mendapatkan harta, tanah dan rumah. Sehingga hadis-hadis palsu dan berita-berita dusta itu berpindah kepada orang-orang yang baik agamanya yang sebenarnya tidak menghalalkan berbohong dan berdusta, mereka menerimanya dan meriwayatkannya dengan anggapan bahwa itu haq/kebenaran. Andai saja mereka mengetahui bahwa itu adalah palsu dan dusta pastilah mereka tidak sudi meriwayatkan dan meyakininya sebagai agama.
Oleh sebab itu banyak keutamaan Ali yang diriwayatkan oleh penduduk kota Kufah semata, adalah keutamaan yang gharib/asing dikalangan Ahli Hadis lainnya. Mereka tidak menshahihkan kecuali yang disebarkan oleh penduduk kota Madinah, seperti hadis Manzilah (yang menyamakan kedudukan Ali di sisi Nabi saw seperti kedudukan Harun di sisi Musa _red), hadis Khaibar (yang menyebut Ali sebagai hamba yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan dicintai Allah dan Rasul-Nya yang akan menaklukkan benteng Khaibar _red) dan hadis Wilayah (yang menegaskan bahwa Ali adalah Wali setiap Mukmin dan Mukminah sepeninggal Nabi saw -[lihat penshakhihan Syekh Al Albani tentang hadis ini disini]- _red), walaupun dengan “malu-malu” dalam menshahihkannya, dan disertai dengan penakwilan dan memperingatkan agar tidak mempercayainya seperti apa adanya!
Kondisi seperti itu terus berlangsung hingga al Hasan bin Ali as wafat pada tahun 41 H. Maka bencana dan cobaan makin mendahsyat, sehingga tidak seorang pun dari Syiah Ali melainkan ia khawatir akan keselamatan jiwanya atau ia terusir mengungsi ke daerah lain.
Dan di antara bukti akan hal itu dibunuhnya sahabat mulia Hujur bin Adi dan rekan-rekannya hanya karena mereka menolak berlepas diri dari Ali bin Abi Thalib, serta bagaimana Mu’awiyah mengejar-ngejar sahabat agung Amr bin Hamaq al Khuza’i lalu membunuhnya. Dan beliau adalah rekan Hujur.
Jadi empat surat ketetapan Mu’awiyah ini diberlakukan pada sepuluh tahun pertama kekuasaannya. Karena wafat al Hasan pada tahun 41 atau 42 H. Dan Mu’awiyah telah tertimpa banyak penyakit, seperti Laqwah dan Dubailah (borok di punggung yang menembus ke dalam rongga dada), tetapi kendati demikian ia tidak mengambil pelajaran dari murka Allah itu. Dan seorang yang zalim terkadang Allah halangi dari mendapat hidayah dan taubat akibat kezalimannya. Ini adalah Sunnah Allah yang berlaku atas hamba-Nya, seperti telah saya jelaskan dalam kitab Ad Dubailah.
Kemudian keadaan ini semakin menjadi-jadi setelah kesyahidan al Husein as.
Peran Abdul Malik bin Marwan
Abdul Malik bin Marwan berkuasa, maka kondisi makin menggenting atas Syiah, ia mengangkat Hajjaj bin Yusuf, lalu orang-orang yang sok rajin ibadah, sok baik dan suci mendekatkan diri kepadanya dengan KEBENCIAN KEPADA ALI DAN MENCINTAI MUSUH-MUSUHNYA SERTA MENCINTAI ORANG-ORANG YANG DIANGGAP SEBAGAI MUSUH ALI. Mereka berbanyak-banyak dalam meriwayatkan kepalsuan tentang keutamaan mereka, jasa-jasa mereka… dan berbanyak-banyak dalam membuat kepalsuan yang menjatuhkan, menjelek-jelekkan dan mengecam Ali as, serta yang menumbuhkan kebencian kepadanya, sampai-sampai ada seorang menghadap kepada Hajjaj lalu berkata: “Wahai Amir, sesungguhnya orang tuaku telah durhaka kepadaku, ia menamaiku dengan nama Ali! Aku ini seorang yang miskin, butuh kepada santunan sang Amir.” (Konon orang itu adalah kakeknya al Ashmu’i) Maka Hajjaj tertawa terbahak-bahak lalu berkata: “Indah sekali caramu memohon. Kini aku angkat engkau sebagai kepala desa itu”. Demikian dilaporkan al Madaini.
Kakek Al Ashmu’i namanya Ali bin Ashmu’i. Imam Ali menghukumnya dengan memotong tangannya karena ia terbukti mencuri di desa Safwan di Bashrah. Dalam kitab al Ishabah, pada biografi Ashmu’ Juz, 1/hal.71. Dan disebut oleh Al Mubarrad dalam kitab al Kamil kisah Ali bin Ashmu’ dengan Alin selanjutnya denga Hajjaj ini desebut oleh al Madaini dan lengkapnya dalam kitab al Wafi Bil Wafayat, Juz 6/255 :
“Dan kakek al Ashmu’i yaitu Ali bin Ashmu’ mencuri di desa Safwan, lalu mereka membawanya kepada Ali bin Abi Thalib, lalu ia berkata: “Datangkan para saksi bahwa ia telah mencuri, lalu mereka bersaksi dan Ali pun menegakkan hukum dengan memotong jari-jarinya hingga pangkal. Kemudian ada yang menegur: “Wahai Amirul Mukminin, mengapakah Anda tidak memotongnya dari lengan tangannya?” Maka Ali berkata: “Subhanallah! Jika begitu lalu bagaimana dia menahan badanya dengan tangannya? Bagaimana ia shalat? Bagaimana ia makan?
Dan ketika Hajjaj berkunjung ke kota Bashrah, Ali bin Azhmu’ datang menemuinya dan berkata: “Wahai Amir! Kedua orang tuaku telah durhaka kepadaku, ia menamaiku dengan nama Ali. Jadi sekarang berilah aku nama baru.” Maka Hajjajberkata: “Indah sekali caramu memohon. Aku tunjuk kamu sebagai kepala urusan Samak al Barijah. Aku beri kamu gaji harian dua wadah uang. Demi Allah, jika kamu mengambil lebih akan aku potong sisa bagian tangan yang dibiarkan Ali.“
Dan Nushb (kebencian kepada keluarga Nabi saw.) terus lestari turun-temurun pada anak cucu orang ini sampai pada al Ashmu’i. Dan di antara yang dikatakan ulama tentang al Ashmu’i adalah apa yang diriwayatkan Al Khathib al Baghdadi, Dalam Tarikh Baghdad 10/418 : … berkata Abu al Aina’ kita (waktu itu) dalam jenazah al Azhmu’i tahun 215h, kemudian berkata kepadaku Abu Qalaba al Jurmi seorang penyair yang bersenandung untuknya (al Ashmu’i):
Semoga Allah melaknat tulang belulang yang mereka pikul*** menuju rumah kehancuran di atas kayu keranda
Tulang belulang yang membenci Nabi *** dan Ahlulbait pria-pria dan wanita-waniat suci.
Dan karena KENASHIBIAN/KEBENCIAN al Ashmu’i kepada keluarga Nabi saw., maka kaum Hanbali menggelarinya dengan PEMBELA SUNNAH. Dalam keterangan tentang biografi al Ashmu’i dalam kitab Siyar A’lam an Nubala‘, 10/176 disebutkan: “Ahmad bin Hanbal memuji al Ashmu’i dengan keteguhannya berpegang teguh dengan Sunnah.”
Dan sudah biasa, sesama kaum Nashibi saling membela dan menjunjung tinggi. Pujian Ahmad ini bukti kenashibian Al Ashmuu’i dan Ahmad,… Dan Ahmad bin Hanbal tidak mensifati seorang sebagai Pemegang Sunnah kecuali orang itu mengidap kebencian kepada Ali dan Ahlulbait, kendati Ahmad sendiri tidak membenci Ali, tetapi ia mencintai Mu’awiyah. Ini ada sepenggal kenashibian yang masih tertoleransi.
Ashmu‘i adalah hasil produk Harun al Rasyid dan orang dekatnya. Dan karenanya kenashibian berpindah dari kota Bashrah ke Baghdad. Harun al Rasyid adalah seorang NASHIBI KELAS KAKAP. DAN ASHMU’I ADALAH TERTUDUH SEORANG PEMBOHONG DALAM URUSAN BAHASA SEKALI PUN. Seorang dari keluarga dekatnya ditanya: “Dimana dia? Ia menjawab: “Itu, dia duduk di bawah matahari sedang berdusta atas nama orang-orang Arab Baduwi.
Dan saya tidak mendapati seorang Nashibi melainkan ia menyandang dusta walaupun sedikit.
(Habis)
.
.
Selanjutnya silahkan baca dan download risalah kecil Syekh Hasan bin Farhan al Maliky ini disini:
مراسيم معاوية الأربعة وآثارها في الحديث والعقائد
https://abusalafy.files.wordpress.com/2014/07/marasim-muawiyah.pdf
.
_____________________
Artikel Terkait
- Kebijakan Politik Muawiyah Dan Pengaruhnya Dalam Hadis dan Akidah (Bagian 1)
Filed under: Akidah, Bani Umayah, Ghulat Salafy, Hasan Farhan Al Maliky, Kajian Hadis, Kenaifan Kaum Wahhabi, Manhaj, Mengenal Pemimpin Wahabi, Nawashib |
sangat menarik & penting pembahasannya, ditunggu artikel2 selanjutnya (terutama maslah2 yg lg update skrg ini ky panji2 hitam dll)