Membongkar Kepalsuan Syubhat Salafi Wahhâbi Tentang Ketinggian Fisikal Allah SWT Di Atas Makhluk-Nya
Menyoroti Pendalilan Ketiga Ustadz Firanda
Ustadz Firanda berkata, “Penjelasan adanya sesuatu yang naik (malaikat dan amal sholih) menuju Allah SWT. lafadz ‘naik’ yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadits bias berupa Al-‘Uruuj atau as-Shu’uud.
Seperti dalam firman Allah SWT:
مِنَ اللَّهِ ذِي الْمَعارِجِ * تَعْرُجُ الْمَلائِكَةُ وَ الرُّوحُ إِلَيْهِ
Dari Allah yang memiliki al-Ma’aarij. Malaikat dan ar-Ruuh naik menuju kepada-Nya. (QS. Al-Ma’aarij;3-4)
Mujahid rahimahullah (murid sahabat Nabi Ibnu Abbas) menafsirkan (yang dimaksud) dzil Ma’aarij adalah para Malaikat naik menuju Allah (Lihat dalam Shahih Bukhari)
Dalam hadits disebutkan:
يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي فَيَقُولُونَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ
“Bergantian menjaga kalian malaikat malam dan Malaikat siang. Mereka berkumpul pada sholat ‘Ashr dan Sholat Fajr. Kemudian naiklah malaikat yang bermalam bersama kalian, sehingga Allah bertanya kepada mereka –dalam keadaan Dia Maha Mengetahui- Allah berfirman: Bagaimana kalian tinggalkan hamba-Ku? Malaikat tersebut berkata: “Kami tinggalkan mereka dalam keadaan sholat, dan kami tinggalkan mereka dalam keadaan sholat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Khuzaimah menyatakan: “Di dalam khabar (hadits) telah jelas dan shahih bahwasannya Allah SWT di atas langit dan bahwasannya para malaikat naik menuju-Nya dari bumi. Tidak seperti perasangkaan orang-orang Jahmiyyah dan Mu’aththilah (penolak Sifat Allah). (Lihat kitabut Tauhid karya Ibnu Khuzaimah halaman 381).
Seperti juga firman Allah SWT:
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَ الْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
“Kepada-Nyalah naik ucapan yang baik dan amal yang sholih dinaikkan-nya.” (QS. Fathir:10)
Disebutkan pula dalam hadits:
عَنْ أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنْ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ قَالَ ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Dari Usamah bin Zaid –semoga Allah meridjainya- beliau berkata: Aku berkata: Wahai Rasulullah aku tidak pernah melihat shaumu di bulan lain sebagaimana engkau shaum pada bulan Sya’ban? Rasul bersabda: Itu adalah bulan yang banyak manusia lali dari-Nya antara Rajab dengan bulan Ramadlan. Itu adalah bulan terangkatnya amalah-amalan menuju Tuhan semesta alam. Maka aku suka njika amalku terangkan dalam keadaan aku shaum (puasa). (HR. An-Nasas’i dishahihkan oleh Syeikh Muhammad Nashiruddin al-Albaany).
عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِخَمْسِ كَلِمَاتٍ ” فَقَالَ :إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَنَامُ وَلَا يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَنَامَ يَخْفِضُ الْقِسْطَ وَيَرْفَعُهُ يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ عَمَلِ النَّهَارِ وَعَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ عَمَلِ اللَّيْلِ.
Dari Abu Musa ra. beliau berkata: Rasulullah saw. berdiri di hadpan kami dengan menyampaikan lima kalimat (di antaranya) beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidaklah tidur dan tidak layak bagi-Nya tidur. Dia menurunkan timbangan dan mengangkatnya, terangkat (naik) kepada-Nya amalan pada malam hari sebelum amalan siang hari, dan amalan siang hari sebelum amalan malam hari.” (HR. Muslim).[1]
Abu Salafy Berkata:
Demikianlah keterangan panjang Ustadz Firanda sengaja saya sebutkan agar menjadi jelas total apa yang ia maksud dalam pendalilan ketiga tersebut. Dan setelahnya saya akan ajak sobat abusalafy yang cerdas untuk menyoroti dalil-dalil demi dalil yang ia sebutkan di atas.
Pertama-tama saya ingin katakan bahwa pendalilan ketiga ini juga sama dengan pendalilan sebelumnya, ia bersifat kewam-awaman dan ‘dungu’. Maaf, jika kata terakhir ini sedikit menyakitkan, tetapi bukan dengan niat mengejek. Tetapi lebih untuk menunjukkan realita pemikiran mereka! Bagaimana tidak? Disamping pendalilan ini benar-benar mencerminkan keawaman pengucapnya, ia juga terkesan dungu kareka enggan berujuk kepada para ulama yang berkompenten berbicara soal agama, khususnya masalah akidah dan terlebih lagi tentang Akidah Tauhid!
Ustadz Firanda Salah Sangka!
Pertama yang saya ingin luruskan adalah kesalahan Ustadz Firanda ketika mengatakan bahwa Mujahid telah berkata, “Mujahid rahimahullah (murid sahabat Nabi Ibnu Abbas) menafsirkan (yang dimaksud) dzil Ma’aarij adalah para Malaikat naik menuju Allah (Lihat dalam Shahih Bukhari).” Sebab yang ia kutip dari Shahih Bukhari itu bukan perkataan Mujahid. Perkatan Mujahid justru adalah yang disebutkan sebelumnya ketika menafsirkan ayat:
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَ الْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
“Kepada-Nyalah naik ucapan yang baik dan amal yang sholih dinaikkan-nya.” (QS. Fathir:10)
bukan ketika menafsirkan ayat surah al Ma’ârij! Kenyataan ini makin jelas dengan memeprhatikan riwayat para ulama lain, seperti al Baihaqi, misalnya dalam kitab al Asmâ’ wa ash Shifâf (yang juga dibanggakan Ustadz Firanda bahkan nama beliau dibawa-bawa mendukung akidah menyimpangnya bahwa Allah berada di arah atas), di mana beliau ketika menyebutkn tafsiran Mujahid beliau hanya menyebut bagian seperti yang saya katakan. Tidak menyebut apa yang disangkakan Ustadz Firanda sebagai tafsir atau ucapan Mujahid! Lebih lanjut baca: al Asmâ’ wa ash Shifâf:533/atsar no.999. (cetakan Muassash al Rasiâlah, dengan tahqî Sa’ad bin Najdat Umar)
Kesalahan ini sepertinya sederhana. Tetapi kenyataannya membuktikan ketidak telitian Ustadz dalam memahami teks Arab dalam Shahih Bukhari dan lainnya. Dan kenyataan ini membuat orang bisa saja kemudian meragukan ketepatan pemahaman Ustadz Firanda terhadap kitab-kitab para ulama Islam. Selain juga membuktikan bahwa Ustadz Firanda tidak membaca kitab-kitab syarah Shahih Bukhari, seperti Fathul Bâri, misalnya.
Untuk lebih jelasnya perhatikan redksi lngkap Shahih Bukhari di bawah ini:
بَاب : قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى { تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ} وَقَوْلِهِ جَلَّ ذِكْرُهُ : { إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ } وَقَالَ أَبُو جَمْرَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ بَلَغَ أَبَا ذَرٍّ مَبْعَثُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لِأَخِيهِ اعْلَمْ لِي عِلْمَ هَذَا الرَّجُلِ الَّذِي يَزْعُمُ أَنَّهُ يَأْتِيهِ الْخَبَرُ مِنْ السَّمَاءِ وَقَالَ مُجَاهِدٌ : الْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُ الْكَلِمَ الطَّيِّبَ . يُقَالُ : ذِي الْمَعَارِجِ الْمَلَائِكَةُ تَعْرُجُ إِلَى اللَّهِ .
“Bab: Firman Allah: “Dari Allah yang memiliki al-Ma’aarij. Malaikat dan ar-Ruuh naik menuju kepada-Nya.” Dan:“Kepada-Nyalah naik ucapan yang baik.” Abu Jamrah berkata dari Ibnu Abbas, bahwasannya telah salah sampai kepada Abu Dzar berita diutusnya Nabi saw. maka ia berkata kepada saudaranya, ‘cari rtahulah engkau lalu beritahukan kepadaku tentang orang itu yang mengaku bahwa ia didatang berita dari langit. Mujahid berkata, ‘amal yang slaheh menaikkan/mengangkat ucapan yang baik.’ Dikatakan, ‘para Malaikat naik menuju Allah.’ ((http://hadith.al-islam. com/ Page. aspx? pageid=192&BookID=24&TOCID=4047))
Abu Salafy:
Kesalahan Ustadz Firanda terletak pada anggapannya bahwa perkataaan terakhir di atas: ‘para Malaikat naik menuju Allah.’ adalah ucapan Mujahid. Padahal itu bukan perkataan Mujahid. Perkataan Mujahid itu terkait dengan ayat kedua, bukan ayat pertama. Mungkin saja Ustadz Firanda akan terhindarkan dari kesalahan itu andai saja ia mau meluangkan waktu mambaca keterangan al Hafidz Ibnu hajar al Asqallâni dalam Fathul Bâri-nya,28/198. Dan sudah semestinya bagi sarjana pamula untuk tidak angkuh merujuk keterangan para ulama tentang berbagai hadis, utamanya hadis-hadis yang musykil, walaupun keterangan Imam Bukhari di atas tidak termasuk yang musykil!
Coba perhatikan keterangan Ibnu Hajar di bawah ini:
(وَقَالَ مُجَاهِدٌ الْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُ الْكَلِمَ الطَّيِّبَ يُقَالُ ذِي الْمَعَارِجِ الْمَلَائِكَةُ تَعْرُجُ إِلَى اللَّهِ )
أَمَّا الْآيَةُ الْأُولَى فَأَشَارَ إِلَى مَا جَاءَ فِي تَفْسِيرِهَا فِي الْكَلَامِ الْأَخِيرِ ، وَهُوَ قَوْلُ الْفَرَّاءِ ” وَالْمَعَارِجُ ” مِنْ نَعْتِ اللَّهِ تَعَالَى وَصَفَ بِذَلِكَ نَفْسَهُ ؛ لِأَنَّ الْمَلَائِكَةَ تَعْرُجُ إِلَيْهِ ، وَحَكَى غَيْرُهُ أَنَّ مَعْنَى قَوْلِهِ ذِي الْمَعَارِجِ أَيِ الْفَوَاضِلِ الْعَالِيَةِ ،
وَأَمَّا الْآيَةُ الثَّانِيَةُ فَأَشَارَ إِلَى تَفْسِيرِ مُجَاهِدٍ لَهَا فِي الْأَثَرِ الَّذِي قَبْلَهُ ، وَقَدْ وَصَلَهُ الْفِرْيَابِيُّ مِنْ رِوَايَةِ ابْنِ أَبِي نَجِيحٍ عَنْ مُجَاهِدٍ
“Mujahid berkata, ‘Amal shaleh menaikkan/mengangkat perkataan yang baik.”
Dan dikatakan Dzil Ma’ârij: (maksudnya) para malaikat naik kepada Allah.
Adapun ayat pertama, beliau (Imam Bukhari) mengisyaratkan kepada apa yang datang dalam tafsirnya pada akhir pembicaraan. Dan ia adalaah pendapat/tafsiran al Farrâ’. Al Ma’ârij adalah sifat Allah. Dia mensifati diri-Nya dengannya, karena para malaikat naik kepada-Nya. Dan para ulama lain menukil penafsiran lain tentangnya yaitu makna Al Ma’ârij adalah anugerah yang agung.
Adapun ayat kedua, maka beliau mengisyaratkan kepada tafsiran Mujahid yang disebutkan sebelumnya. Dan al Faryâbi telah menyambungkan sanadnya melalui Abu Najîh dari Mujahid.
Al Hafidz Ibnu Hajar juga menukil keterangan Imam Ibnu Baththâl bahwa maksud Imam Bukahri menulis bab ini adalah sebagai bantahan atas kaum Mujassimah yang bergantung kepada dzahir-sdzahir nash seperti itu untuk mengatakan bahwa Allah bertempat.
Ibnu Baththâl berkata menegaskan:
وَقَدْ تَقَرَّرَ أَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِجِسْمٍ فَلَا يَحْتَاجُ إِلَى مَكَانٍ يَسْتَقِرُّ فِيهِ فَقَدْ كَانَ وَلَا مَكَانَ ، وَإِنَّمَا أَضَافَ الْمَعَارِجَ إِلَيْهِ إِضَافَةَ تَشْرِيفٍ ، وَمَعْنَى الِارْتِفَاعِ إِلَيْهِ اعْتِلَاؤُهُ مَعَ تَنْزِيهِهِ عَنِ الْمَكَانِ . انْتَهَى
“Dan te;ah tetap bahwa Allah bukan berupa JISIM karenanya Dia tidak butuh tempat untuk bersemayam padanya. Dia (Allah) telah ada sebelum ada tempat. Dia mengidhafahkan/menyandarkan kata al Ma’ârij kepada sebagai penyandaran penghormatan. Dan arti meninggi/dinaikan/diangkat kepada Allah adalah ia dinaikkan kepada Allah tetapi tetap dengan mensucikan Allah dari tempat. (selesai keterangan Ibnu Baththâl). ((http://hadith.al-islam.com/Page.aspx? pageid=192& BookID=33&TOCID =4046))
Andai Benar Mujahid BerPendapat Demikian, Ia Bukan Panutan!!
Dan seandainya benar Mujahid (yang dibanggakan Ustadz Firanda dalam membangun akidah menyimpangnya itu) itu berpendapat demikian dalam menafsirkn ayat di atas, di sini perlu Anda ketahui bahwa Mujahid bukan rujukan yang repsentatif dan otoritatif untuk membangun akidah Islam kita…. akidah kita harus dibanguhn di atas dasar al Kitab dan Sunnah shahihah (bukan asal hadis yang diriwayatkan para muhaddis betapapun ia lemah atau palsu, seperti kebanyakan yang dijadikan dalil kaum Mujassimah Musyabbihah!).
Kendati konsep dasar pemahaman agama ini sudah sangat gamblang dan tidak butuh dikuatkan oleh para Masyâikh Wahhâbi Salafi, namun karena pembicaraan saya tertuju kepada para sarjana awam dan/atau para awam yang sok sarjana dan bangga dengan status akademik; S1, S2 dan S3, maka saya akan hadapkan mereka kepada komentar Syaikh Nashiruddin al Albâni dalam Mukhtashar al ‘Uluw:119-20:
“Ringkas kata: Sesungguhnya ucapan Mujahid ini (dalam masalah bahwa kelak di hari kiamat Allah mendudukkan Nabi Muhammad saw. di samping-Nya di atas Arsy_pen), walaupun ia benar darinya tidaklah boleh dijadikan sebagai bagian dari agama dan akidah, selama ia tidak didukung oleh al Kitab dan Sunnah.”
Abu Salafy:
Inilah Mujahid yang dibanggakan Ustadz Firanda tafsir dan pemahaman agamanya… ia adalah seorang yang berkeyakinan bahwa kelak Allah SWT di hari kiamat menyisakan sedikit tempat duduk-Nya di Arsy untuk menyanding Nabi saw. duduk bersama-Nya… dan itulah yang dimaksud dengan Maqâm Mahmûd dalam Al Qur’an!!! Ini jelas-jelas akidah tajsîm yang fatal kesesatannya! (Dan Insya Allah dalam kesempatan lain saya akan membahasnya. Doakan)
***
Setelah Anda melihat langsung kesalah-pahaman Ustadz Firanda terhadap redaksi dalam Shahih Bukhari, maka saya akan lanjutkan pembuktian saya akan kepalsuan pendalilan Ustadz Firanda
Ustadz Firanda mendasarkan kayakinannya bahwa para malaikta itu naik menuju Allah adalah dengan lafadz: تَعْرُجُ إِلَى اللَّهِ/ naik menuju Allah. Maka ketahuilah bahwa hal itu tidak benar, mengingat pemanfsiarn seperti itu meniscayakan Allah bertempat. Dan itu mustahil bagi Allah. Karenanya para ulama dalam menyikapi ayat-ayat seperti itu adalah dua jalan:
Pertama, Mentafwîdh/menyarahkan pemaknaannya kepada Allah. Mereka tidak berkomentar apapun tentangnya. Dan jalan seperti ini banyak kita jumpai pada kalangan Salaf. Walaupun sering juga kita temukan para ulama Salaf menakwil nash-nash tertentu dalam Al Qur’an ataupun Sunnah.
Kedua, adalah menakwilkannya dengan pemaknaan yang sesuai dengan Kehamasucian Allah dari kebutuhan kepada tempat.
Demikian di jelasakan Ibnu Hajar dalam Fathul Bâri-nya,28/198.
Di sini Ustadz Firanda tidak menempuh salah satu dari kedua jalan di atas. Ia memaknainya secara dzahir apa adanya yang akan menjerumuskannya kepada anggapan tajsîm dan kebutuhan Allah kepada tempat! Walaupun ia akan sangat gerah disebut MUJASSIM!
Ketika menerangkan hadis Bukhari (yang disebutkan Ustadz Firanda di atas dari riwayat Bukhari dan Muslim:
يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي فَيَقُولُونَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ
“Bergantian menjaga kalian malaikat malam dan Malaikat siang. Mereka berkumpul pada sholat ‘Ashr dan Sholat Fajr. Kemudian naiklah malaikat yang bermalam bersama kalian, sehingga Allah bertanya kepada mereka –dalam keadaan Dia Maha Mengetahui- Allah berfirman: Bagaimana kalian tinggalkan hamba-Ku? Malaikat tersebut berkata: “Kami tinggalkan mereka dalam keadaan sholat, dan kami tinggalkan mereka dalam keadaan sholat.”
Ibnu Hajar dalam Fathul Bâri,28/198-199 menegaskan:
وَقَدْ تَمَسَّكَ بِظَوَاهِرِ أَحَادِيثِ الْبَابِ مَنْ زَعَمَ أَنَّ الْحَقَّ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى فِي جِهَةِ الْعُلُوِّ ، وَقَدْ ذَكَرْتُ مَعْنَى الْعُلُوِّ فِي حَقِّهِ جَلَّ وَعَلَا فِي الْبَابِ الَّذِي قَبْلَهُ .
“Dan telah berpegang dengan arti lahiriyah dari hadis-hadis dalam bab ini orang yang menganggap bahwa Allah Dzat Yang Maha Haq SWT berada di arah atas. Dan saya telah sebutkan makna ‘uluw/ketinggian Allah Azza wa Jalla pada bab sebelumnya.” ((http://hadith.al-islam.com/Page.aspx?pageid=192&BookID=33& TOCID =4046))
Dan ringkas kata keterangan Ibnu Hajar adalah bahwa ulama Islam telah menegaskan bahwa Allah tidak butuh tempat dan arti istawâ bukan istaqarra/menetap/bersemayam. Dan keterangan lebih lanjut akan saya paparkan dalam kesempatan lain insya Allah. Nantikan!
Manka Kata al ‘Urûj Dalam Ayat Di Atas
Sekedar menyebutkan contoh bagaimana para ulama Ahlusunnah memahami maksud kata ta’ruju dalam ayat di atas, saya akan nukilkan ketarangan Imam al Baihaqi dalam kitab al Asmâ’ wa ash Shifâf :533 di bawah ini:
Shu’ûd/naiknya perkataan yang baik dan shadaqah yang baik adalah ungkapan untuk menunjukkan baiknya penerimaan/mengkabulan terhadap keduanya. Dan ‘urûj/naiknya para malaikat adalah ke maqa-maqam/tempat mereka di langit. Adapun menggunaan kata Shu’ûd dan ‘urûj menuju/kepada Allah sama dengan makna firman Allah:
أَ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّماءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذا هِيَ تَمُورُ
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba- tiba bumi itu berguncang.” (QS. Al Mulk [67];16 )[2]
… kemudian telah lewat ketarangan para ulama tentang maknanya, dan kami telah ceritakan dari kalangan al mutaqaddimîn dari ulama kami bahwa mereka meninggalkan berbicara dalam masalah-masalah seperti ini. Ini semua dengan tetap meyakini prinsip menafikan al hadd/batasan, at Tasybîh/penyerupaan dan at Tamtsîl/menyamaan bagi Allah SWT. (dengan makhluk-Nya)”
Abu Salafy:
Apa yang ditegaskan Imam al Baihaqi adalah tepat sekali, bahwa menafikan al hadd/batasan, at Tasybîh/penyerupaan dan at Tamtsîl/menyamaan bagi Allah SWT. (dengan makhluk-Nya) adalah prinsip dasar dalam akidah Islam yang diyakini oleh umat Islam, khususnya Ahlusunnah. Tidak seperti kaum Mujassimah Musyabbihah yang dalam akidah mereka meyakin berbagai keyakinan yang tidak dapat terelakkan dari tiga konsekuensi di atas dan juga konsekuensi Tajsîm/posturisasi Allah!
Karena itu, seperti ditegaskan Guru Besar kami Sayyid Allamah Hasan bin Ali as Seqqaf (semoga Allah menjaganya dari kejahatan kaum Salafi Wahhâbi yang selalu mengancam keselamatan beliau) bahwa pertama yang harus kita ketahui dengan pasti adalah: Sesunnguhnya Allah bukan terdiri dari Jism yang duduk bersemayam di atas Kusri atau di atas Arsy. Allah Mahasuci dari bertempat di atas langit atau di bumi atau di tempat manapun dan apapun yang dapat kita bayangkan dalam khayalan kita. Mahasuci Allah dari bertempat pada makhluk ciptaan-Nya sendiri.. jika akidah dasar ini telah Anda ketahui maka wajib atas setiap Muslim untuk selalu menghadirkan dalam benaknya firman Allah yang mngisahkan tentang Nabi Ibrahim:
إنِّيْ ذاهِبٌ إلى رَبِّيْ سَيَهْدِينِ.
“Dan Ibrahim berkata: “Sesungguhnya aku pergi menghadap Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (Ash Shâffât [37;99)[3]
Dan firman Allah tentang bayang-bayang:
ثم قَبَضْنَاهُ إلَيْنَا قَبْضًا يَسِيْرًا.
“Kemudian Kami menarik bayang-bayang itu kepada Kami dengan tarikan yang perlahan-lahan.” (QS. Al Furqan[25]; 46).[4]
Semua itu yang dimaksud bukanlah dzahir/leterlek maknanya yang berkonotasi materi!! Inilah gaya bahasa Arab yang penuh dengan keindahan!![5]
Menyoroti Pendalilan Ketiga Ustadz Firanda (Bagian Kedua)
Seperti sisi pertama dari pendalilan ketiga ini, ia kembali membuktikan keawamannya dalam memahami teks-teks suci Al Qur’an dan Sunnah… seperti kebiasaan kaum Mujassimah yang telah memposisikan pemahaman mereka setara dengan pemahaman kaum awam… disamping juga kental dengan akidah Yahudi yang disisipkan oleh para pendeta yang memeluk Islam secara dzahir, seperti Ka’ab al Ahbâr.
Ustadz Firanda berkata:
“Seperti juga firman Allah SWT:
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَ الْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
“Kepada-Nyalah naik ucapan yang baik dan amal yang sholih dinaikkan-nya.” (QS. Fathir:10)”
Abu Salafy berkata:
Seperti sebelumnya telah saya nukilkan dari keterangan Imam al Baihaqi bahwa maksud: “Kepada-Nyalah naik ucapan yang” adalah kata kiasan untuk menunjukkan diterimanya perkataan yang baik yaitu akidah yang benar yang didasarkan kepada Tauhid, Lâ Ilâha Illahhâh. Sebab Allah Mahasuci dari berada di sebuah arah tertentu. Disamping al kalim ath Thayyib adalah berupa teks atau keyakinan yang diucapakna dalam bentuk kata-kata, karenanya ia tidak dapat disifati dengan naik! Jadi di sana tidak ada sesuatu yang bersifat materi yang naik menuju Allah SWT di atas langit sana! Hanya mereka yang sangat awam dengan gaya bahasa Arab sajalah yang tidak mengerti kenyataan demikian itu!
Imam Abu Hayyân –seorang Mufassir ternama Ahlusunnah- berkata, “Maksud dari al kalim ath Thayyib adalah Tauhid dan Pemujaan serta dzikrullah dan sejenisnya. Ibnu Abbas berkata, ‘Ia adalah syahadah/kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah.”[6]
Imam al Baihaqi: “Shu’ûd/naiknya perkataan yang baik dan shadaqah yang baik adalah ungkapan untuk menunjukkan baiknya penerimaan/mengkabulan terhadap keduanya.”[7]
Hadis Riwayat Sahabat Abu Musa al Asy’ari
Adapun hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Musa al Asy’ari yang berbunyi:
عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِخَمْسِ كَلِمَاتٍ ” فَقَالَ :إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَنَامُ وَلَا يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَنَامَ يَخْفِضُ الْقِسْطَ وَيَرْفَعُهُ يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ عَمَلِ النَّهَارِ وَعَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ عَمَلِ اللَّيْلِ.
Dari Abu Musa ra. beliau berkata: Rasulullah saw. berdiri di hadpan kami dengan menyampaikan lima kalimat (di antaranya) beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidaklah tidur dan tidak layak bagi-Nya tidur. Dia menurunkan timbangan dan mengangkatnya, terangkat (naik) kepada-Nya amalan pada malam hari sebelum amalan siang hari, dan amalan siang hari sebelum amalan malam hari.”.
Maka, andai kita terma keshahihan hadis di atas[8], maka ia sama sekali tidak menunjukkan apa yang dimaukan oleh Ustadz Firanda dan kaum Mujassimah pada umumnya. Sebab inti pendalilan Ustadz Firanda terletak pada kalimat: يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ…/ terangkat (naik) kepada-Nya amalan pada malam hari sebelum amalan siang hari, sedangkan kalimat itu sama sekali tidak menunjukkan maksud tersebut dan bahwa Allah SWT berada di atas langit.Karena sebuah perkata ketika disampaikan kepada atasan, misalnya, sah-sah saja dalam bahasa manapun untuk dikatakan perkara itu diangkat kepada si Sultan, misalnya.
Dalam sebuah hadis riwayat Imam Ahmad ditemukan sebuah redaksi:
“Sesungguhnya Rasulullah saw. lam yurfa’/tiada dinaikkan kepada beliau sebuah masalah terkait dengan qishâsh melainkan beliau memerintahkan agar dimaafkan.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya,3/252)
Dalam hadis di atas telah digunakan kalimat: lam yurfa’, namun demikian tidak ada seorang pun yang mengerti gaya bahasa Arab mengatakan bahwa perkara itu dinaikkan kepada Rasulullah saw. karena beliau berada di posisi atas!!
Dalam hadis itu juga, bahwa para malaikat tidak pergi menuju Allah di atas langit sana! Tetapi para malaikat itu pergi menuju tempat-tempat mereka di langit di sat shalat Ashar dan shalat Shubuh.
Hanya mereka yang terjangkit virus tajsîm dan pikirannya telah dirusak oleh akidah kaum Mujassimah yang mereka cecet dalam kitab-kitab mereka, seperti kitab at Tauhid karya Ibnu Khuzzaimah, asy Syarî’ah karya al Âjuri, al Îmân karya Ibnu Mandah, as Sunnah karya Ibnu Abi ‘Âshim dan al I’tiqâd karya al Lâlakai .. ya hanya mereka sajalah yang memahami bahwa para malaikat itu pergi menuju Allah yang berada di atas langit sana. Dan setiap mereka menemukan kata naik atau diangkat maka mereka selalu mengartikannya sesuai dengan kayakinan mereka yang sudah terbangun akibat pengaruh yang ditimbulkan oleh ajarah Yahudi yang kemudian diwarisi kaum Mujassimah. Adapaun Ahlusunnah salalu memaknainya sesuai dengan Kemahasucian Allah dari berada di sebuah tempat tertentu atau di atas sesuatu tertentu!
(Besambung Insya Allah)
[1] Ketinggian Allah Di Atas Makhluk-Nya:11-14. Dan pada riwayat Muslim di atas terdapat tambahan yang tidak disebutkan oleh Ustadz Firanda, yaitu:
حِجَابُهُ النُّورُ وَفِي رِوَايَةِ أَبِي بَكْرٍ النَّارُ لَوْ كَشَفَهُ لَأَحْرَقَتْ سُبُحَاتُ وَجْهِهِ مَا انْتَهَى إِلَيْهِ بَصَرُهُ مِنْ خَلْقِهِ
“Dan hijab-Nya terbuat dari Nur/cahaya. Dan dalam riwayat Abu Bakar: terbuat dari Nâr/api, andai Ia membukanya pastilah raut raut wajah-Nya akan membakar apa-apa dari makhluk-Nya yang terlihat oleh pandangan-Nya.” ((http://www.al-islam.com/Default.aspx?PageID=590))
[2] Tentang ayat ini saya telah terangkan dalam artikel: Ternyata Tuhan Tidak Di Langit (7)
Posted on April 10, 2010 by abusalafy. (Lihat: https://abusalafy.wordpress.com /2010/04/10/ ternyata-tuhan-itu-tidak-di-langit-7/)
[3] Tentang ayat ini saya telah terangkan dalam artikel: Ternyata Tuhan Tidak Di Langit (5)
Posted on April 4, 2010 by abusalafy (https://abusalafy.wordpress.com/2010/04/04/ternyata-tuhan-itu -tidak-di-langit-5/).
[4] Baca keterngan saya pada: Ternyata Tuhan Tidak Di Langit (7).
[5] Lebih lanjut baca keterangan beliau pada catatan kaki atas kitab al ‘Uluw karya adz Dzahabi:112
[6] Tafsir al Bahru al Muhîth,9/18.
[7] Al Asmâ’ wa ash Shifâf :533.
[8] Guru besar kami Sayyid Allamah Hasan bin Ali as Seqqaf menegaskan bahwa hadis itu adalah bathil dan palsu. (Lebih lanjut baca catatan kaki beliau atas kitab al ‘Uluw, catatan kaki no.176 ketika mentahqiq hadis no. 28 dalam kitab tersebut.
Filed under: Akidah Tajsim & Tasybih, Info Buku, Kajian Ibnu Taimiyah, Kenaifan Kaum Wahhabi, Manhaj, Ulama Salafy-Wahabi Bicara, Video, Wahhabi Versus Ulama Islam |
sajian luar biasa… di bulan penuh berkah ini saya dapat ilmu banyak di blog anda….
terima kasih pak kiay atau ustadz atau apalah sebutannya, pokoknya aku salut ….
aku sudah ikuti 4 rangkaian tulisan ini, luar biasa…. si firanda itu siapa ya pak abu? apa ustadz juga?
luar biasa apanya? ngawurnya?! ini agen Iblis yang menghambat dakwah pemurnian Tauhid!!! celaka kalian yang mengkafiri sifat kemaha tinggian Allah Ta’ala!!! celakaaaaaaaaaaaaaaaaa!
wahabi ada yang kebakaran jenggot hihihi…..
sangggah aja mas kalo bisa ga usah maki-maki
kupas tuntas kekeliruan Firanda agar segera sadar dan kembali kejalan yang benar
hai anti nyasar yang paling nyasar, pakai otak dong kalau jawab, mana dalilmu untuk mematahkan dalil pak Abu? kalau cuma maki-maki itu yg kerjanya Iblis bukan ahli Tauhid sejati. ahli tauhid punya argumen yg kuat bukan maki-maki yg kuat.
Alhmdullah smkin jelas atas kami yg awam hal2 yg kabur (bimakna : krg jelas/samar2) jgn dimaknakan Leterlek kabur = lari 😀 (bhsa indonesia sja ad kiasan dll) pa lg bhs ARAB = bhasa kaya makna yg bernilai sastra tinggi . ini mnunjukka KETINGGIAN mukjizat ALQURAN.
” dan ktika orang2 bodoh itu ^(angkat)^ bicara, katakanlah Selamat tinggal”
setiap diri mempertanggung jawabkan apa yang dia pahami. Dan kebenaran akan tahu setelah anda di alam kubur. Saran saya sebaiknya anda semua bisa membuka hati ….
apa kita akan mngatakn posturasi tuhan (tuhan berpostur. bertempat, dll) (sbgimana dlm pmhman sekte wahabi, yg tertera dlm kitab mereka. SILAKAN DI RUJUK HALAMAN PADA KITAB YG TERTERA DALAM BEBERAPA SERI DI ARTIKEL BLOG INI atau BROWSING KITAB VIA ONLINE tanya ke Mbah google) adalah PEMURNIAN TAUHID !!!! justru sblikny ia mrusak INTI & Esensi tauhid itu sndri. jika dmikian TUHAN itu trbatas, berarti bkn TUHAN mamanya !! krna TUHAN NIRbatas diluar pemikiran dugaan gambaran makhluk yg terbatas
ALLAH LAISA KAMISLIHISSYAIK
ALLAH tdk menyerupai sesuatu (mahluk /benda) apapun . MAHA SUCI ALLAH dr dugaan gambaran DZAT yg tdk mampu digmbrkan / lukiskan makhluk mskpn JIN & MANUSIA brkumpul !!! kculi jiwa2 nekat yg ALLAH tutup hatinya .
besar DOSA sudah mrka perbuat dgn memposturisasi ALLAH.
ya ALLAH kami berlindung dr hal yg demikian, ampunilah kami tnjukilah kami, & jadilah syaahidun saksi bhwa kami mencengah hal yg dmikian dgn hidayan & kuasaMU ya ALLAH
Kajiannya mantap ustadz. Kupas tuntas terus masalah akidah yg satu ini biar semua tau.
Kalau memahami teks Shahih Bukhari si Firanda sudah salah apalagi yang bisa dibanggakan darinya… Teman teman salafi mestinga sadar donk!!!!
Kajiannya mantap ustadz. Kupas tuntas terus masalah akidah yg satu ini biar semua tau.
Kalau memahami teks Shahih Bukhari si Firanda sudah salah apalagi yang bisa dibanggakan darinya… Teman teman salafi mestinga sadar donk!!!!
Ustadz cstek ilmu gitu kok disanjung????
Untuk sdmua salafiyyun…. mau nanya nih, kira-kira menurut antum antum semua, Allah itu Maha Tinggi sejak AZALI sebelum terciptanya langit langit, Kusry, Arsy dll atau baru setelah semua itu diciptakan???? Ayooo jawab lhoo!! Sebab jawaban antum sdmua akan jadi pertanda antum di atas al haq atau fi dhalalin mubinin!!!
Pengin tau siapa pemilik blog ini ????
lihat disini http://www.lppimakassar.com/2013/12/syeikh-idahram-marhadi-muhayyar-agen.html
hmmm…curiga wahaboy… kalo udah ga punya argumen paling andelannya nuduh bahwa yang nulis syiah, wkwkwkwkwk…asal tau ya, biar yang nulis syiah pun kalo benar ya tetap benar, wkwkwkwk
jalan lurus , jalan yg diridhoi Nya … aaamiiinnn
Eggie Fauzy
1/20, 4:03pm
Eggie Fauzy
assalamualaikum pak ustadz ,
pa ustandz abu salafi , mohon solisinya …
sebelum nya perkenalkan nama saya egie fauzi . alamat tinggal saya di bandung no telp saya 085222519060 .
begini pa ustadz …
kondisi di bandung semakin hari semakin kritis dengan marak nya faham 2 salafi wahabi mempengaruhi masyarakat bandung ..
mesjid mesiid telah mereka kuasai .. kajian2 islami sangat banyak di lakukan .. dan bandung nampak nya menjadi target empuk mereka ..
hal ini saya asumsikan krena para ustadz2 mereka seperti ust firanda , usatadz jawas , dan ustadz2 lain nya mulai progresif menyebarkan faham nya di bandung …
banyak sekali teman 2, keluarga yg kemudian sedikit sedikitberfaham wahabi … masjid masjid besar sebagian besar sudah mereka kuasai .. contohnya : tgl 20 januari ini mereka membuat acara di masjid yg cukup berpengaruh di bandung .. ( di masjid pusdai ) dengan pembicara nya ustadz firanda . .. lembaga lembaga pendidikan tinggi ataupun menengah masjid masjid nya sebagian besar sudah dikuasai faham ini …
berangkat dari keprihatinan ini kami bersama teman 2 dengan sekemampuan tenaga dan ilmu yg rendah mencoba ingin menyatukan semua fihak yg berkapasitas dibidang nya untuk menghalau gerakan ini … terus terang pa kami bukan berlatar belakang pesantren atau orang yg mengerti agama .. tapi cukup sedikit tahu bahaya nya faham salafi wahabi …
kami beberapa kali membuat acara kajian kajian islam dengan dana saweran yg terbatas …
dan kendala kami di lapangan adalah sedikit nya source sdm yg mau berjuang di wilayah ini … nu sebagai lembaga yg kami harapkan mampu menghalau ini semua ..sepertinya sibuk dengan urusan yg lebih penting menurut mereka …
kami sekarang sedang membuat team khusus yg tugas nya khusus mendatangi pengajian2 mereka … akan tetapi karena kterbatasan ilmu yg kami miliki menyebabkan langkah kami agak tersendat … kami hanya bisa memantau terus , dan menghadiri acara 2 mereka dengan penuh ke prihatinan , karena kami sering menyaksikan perdialohan yg selalu dimenangkan oleh mereka .. di kota bandung sedikit sekali ustadz yg memahami ilmu tata bahasa arab .. dan menguasai materi perdebatan ..,.
utk semua hal tersebut kami memohon bimbingan nya ustadz , apakah ada kolega pa ustadz yg siap berjuang di bidang ini …. yg tentunya di wilayah bandung dan sekitar nya …
kalo ada kami mohon info nya :
kami juga punya rencana bulan depan membuat event kajian kembali yg bahasan nya menyoroti hal ini … maka kami meminta saran pa ustadz abu pembicara siapa yg hrs dihadirkan yg memiliki kapasitas seperti pa ustadz abu salafi …
atas segala hal , bimbingan , bantuan nya kami sangat berterimakasih … semoga Alloh membimbing kami semua kepada jalan lurus , jalan yg diridhoi Nya … aaamiiinnn