Ayat-ayat Mutasyâbihât Pegangan Kaum Wahhâbiyah Mujassimah
Setelah Anda ikuti bersama ulasan panjang kami tentang bukti-bukti kepalsuan akidah tajsîm yang meyakini bahwa Allah SWT bertempat di langit dan … dan … yang mereka tegakkan di atas dasar-dasar rapuh yang telah kami robohkan dan kami ratakan dengan tanah! Maka sekarang kami ajak Anda meneliti sisa-sisa syubhat mereka yang mereka andalkan untuk menegakkan akidah ‘uluw hissi/ketinggian fisikal yang selalu mereka sebar luaskan dengan propaganda aktif yang menyesatkan!
Ayat Pertama: Ayat Istiwâ’.
Di antara ayat-ayat itu adalah firman Allah:
الرحمن على العرش استوى
“(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas Arasy.” (QS. Thâhâ; 5)
Kaum Mujassimah memaknai kata: استوى dengan arti bersemayam! Jadi –dalam keyakinan mereka Allah bersemayam di atas Arsy-Nya.
Pemaknaan ini jelas keliru dan menyimpang! Sebab yang demikian meniscayakan Allah SWT bertempat! Makna yang benar adalah bahwa Allah menguasai. Kata: استوىmaknanya:قهَرَ /menguiasai bukan ketinggian fisikan di atas Arsy. Dasar pemaknaan yang benar ini adalah firman Allah SWT:
وَ هُوَ الْقاهِرُ فَوْقَ عِبادِهِ
”Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya…. .” (QS. Al An’âm [6];18 dan 61)
Dalam ayat di atas ditegaskan bahwa istiwâ’ dan ke Maha Tinggian Allah itu dengan al Qahr (kekuasaan dan penguasaan) atas sekalian hamba dan makhluk ciptaan-Nya bukan dengan ketinggian fisikal seperti yang biasa kita saksikan pada makhluk-Nya.
Dan makna al Qahru adalah menguasai dan menegaskan bahwa alam semesta ini adalah milik Allah SWT dan di bawah kendali kehendak dan kemauan-Nya, dari molekul paling kecil hingga bintang dan benda langit terbesar… semuanya di bawah kendali kekuasaan dan kehendak-Nya.
Di sini tentang ayat ini, kaum Mujassimah berusaha menandaskan akidah tajsîm mereka dengan menukil berbagai ketarangan palsu atas nama pembesar ulama Islam, seperti Abu Hanifah, Imam Malik dll. Akan tetapi sikap kaum Wahhabiyah Mujassimah ini sangat aneh… begaimana mereka sekarang berdalil dengan ucapan orang-orang yang sebelumnya telah mereka kecam habis dan mereka tuduh sebagai ahli bid’ah bahkan sebagiannya merekam vonis kafir! Abu Hanifah mereka vinis sesat, tapi anehnya sekarang mereka andalkan tafsir dan ketarangannya!
Termasuk dalam pengertian ini adalah ayat yang menceritakan keangkuhan Fir’aun, Allah berfirman:
إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلا فِي الْأَرْضِ وَ جَعَلَ أَهْلَها شِيَعاً
”Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenag-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpacah belah … .” (QS. Al Qashash [28];4)
Kata kerja: علا diambil dari kata dasar al ‘uluw yang artinya meninggi, lawan dari kata as suflu. Lalu apakah kaum Mujassimah Wahhabiyah memaknai ayat di atas yang menyebut Fir’aun telah berbuat علاartinya Fir’aun meninggi secara fisikal di atas bani Israil? Atau yang dimaksud dengannya adalah bukan meninggi secara fisikal, akan tetapi secara maknawi, di nama Fir’aun bersikap congkak dan sewenang-wenang terhadap bani Israil. Ayat lain yang mengisahkan keangkuhan Fir’an memperjelas juga bentuk kesewanag-wenangannya yang dimaksud dalam ayat di atas. Allah SWT berfirman:
سَنُقَتِّلُ أَبْناءَهُمْ وَ نَسْتَحْيي نِساءَهُمْ وَ إِنَّا فَوْقَهُمْ قاهِرُونَ
”Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kami biarkan hidup perempuan-perempuan mereka; dan sesungguhnya kita berkuasa penuh atas mereka.” (QS Al A’raf [7]127)
Ayat Kedua: Ayat Ilaihi Yash’adu…
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَ الْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
”Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shaleh.” (QS. Fathir [35];10)
Kaum Mujassimah berdalil dengan ayat ini bahwa Allah SWT bertempat di atas, kedapa-Nyalah naik perkataan (akidah) yang baik (benar) dan amal shaleh!
Sementara ayat itu sama sekali tidak menunjukkan apa yang mereka katakan. Ia adalah ungkapan yang menunjukkan keralaan atas keyakinan yang benar dan diterimanya amal kebajikan hamba. Mufassir kondang Abu Hayyân al Andalusi menerangkan ayat tersebut dalam tafsir al Bahru al Muhîth-nya,7/303: ”Naiknya perkataan-perkataan yang baik kepada-Nya adalah kata kiasan/majazi pada pelaku/fâ’il dan para al musamma ilahi (Allah), sebab Dia SWT tidak berada di sebuah sisi/arah tertentu, dan kareka al kalim adalah ucapan yang tidak dapat disifati dengan naik. Naik itu terjadi bada benda. Ungkapan itu menunjukkan arti diterima dan sempurna, seperti ucapan:
عَلا كَعبُه و ارتفع شأنه
”Meninggi mata kakinya dan urusannya.”
Dari makna ini juga orang-orang Arab mengatakan:
ترافَعوا إلَى الْحاكم. و رفَع ألامر إلَيْهِ.
”Mereka mengangkat perkara meerka kepada Hakim.” dan ”Perkara ini diangkat kepadanya.”
Dan pada ucapan itu tidak ada ketinggian fisikal ke tampat tertentu.”
Dan penafsiran yang kami sebutkan di atas telah didukung oleh tafsir Salaf Sheleh, seperti Malik ibn Sa’ad, Hasan al Bashri, Qatadah dan Mujahid. Tafsir mereka semua menerangkan makna diterimanya amal perbuatan yang didasarkan atas keyakinan yang benra dan niat yang tulus.[1]
Ayat Ketiga: Ayat Ta’rujul Malâikatu
Di antara ayat yang juga sering mereka bawa-bawa untuk meyakinkan kaum awam adalah firman Allah SWT:
تَعْرُجُ الْمَلاَئِكَةُ وَالرُّوْحُ إلَيْهِ.
”Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menhadapa) kepada-Nya dalam sehari yang kadarnya limah puluh ribu tahun.” (QS. Al Ma’ârij [70];4)
Arti ayat di atas tidak seperti yang dianggap kaum Mujassimah Wahhabiyah bahwa para malaikat itu naik menemui Allah SWT yang sedang bertempat di atas! Dengan alasan lugu setengah dungu bahwa kata: تعرج bermaknakan pergi dengan menaik. Akan tetapi anggapan ”lugu lagi dungu” itu sangat bertentangan dengan Kemaha-sucian Allah dari bertempat! Karenanya ia mesti dita’wil bahwa malaikat bukan pergi menai menujuk Alah SWt di tempat-Nya sana di atas! Akan tetapi malaikat pergi ke tempat yang Allah siapkan untuk mereka yaitu langit, sebab langit adalah tempat kebaikan dan kemurahan Allah. Ayat ini persis dengan ayat yang telah kami sebutkan pada pasal sebelumnya tentang kepergian Nabi Ibrahim menuju Tuhannya.
Dan keterangan yang saya sampaiikan ini sesuai dengan tafsir yang dipilih oleh Imam al Qurthubi dalam tafsirnya,18/218.
Al Hafidz Ibnu Hajar menegaskan dalam Fathul Bâri-nya:
قال البيهقي: صعود الكلام الطيب والصدقة الطيبة عبارة عن القبول، وعروج الملائكة هو إلى منازلهم في السماء . . .
”Al Baihaqi berkata: Naiknya perkataan yang baik dan shadaqah yang baik adalah ungkapan lain dari diterimanya amal itu. Dan naiknya malaikat adalah ke tempat-tempat mereka di langit.”
Ayat Keempat: AyatWa Râfi’uka Ilayya
Allah berfiaman:
إِذْ قالَ اللَّهُ يا عيسى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَ رافِعُكَ إِلَيَّ وَ مُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذينَ كَفَرُوا وَ جاعِلُ الَّذينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذينَ كَفَرُوا إِلى يَوْمِ الْقِيامَةِ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأَحْكُمُ بَيْنَكُمْ فيما كُنْتُمْ فيهِ تَخْتَلِفُونَ.
(Ingatlah), ketika Allah berfirman: “Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya.”(QS. Âlu Imran [3]; 55)
Kaum Mujassimah beranggapan bahwa ayat di atas adalah dalil kuat mereka dealam anggapan bahwa Allah mengangkat Nabi Isa as. kedapa-Nya di atas langit sana!
Seperti di terangkan dalam hadis Bukhari & Muslim dalam hadis tentang mi’râj bahwa nabi Muhammad saw. berjumpa dengan Nabi Isa as. di langit ke dua, maka dengan demikian makna ayat itu: Kami mengangkat Isa as. ke tempat sekira kamu (kaum yahudi yang hendak membunuh Isa itu) tidak dapat sampai kepadanya. Dan itu bukian artinya Allah mengangkat Isa as. ke tempaat bersemayamnya Allah. Tidak ada seorang berakal pun yang akan memahami demikian! Sebagaimana tidak pula berarti bahwa Isa as. sekarang sedang berada di sisi_nya; duduk di sampin-Nya, misalnya, seperti yang hendak digambarkan kaum Mujassimah dyngu itu!
Ayat di atas persis seperti firman Allah tentang bayangan di malam hari. Allah berfirman:
أَلَم تَر إلَى رَبِّكَ كَيْفَ مَدَّ الظِّلَّ، و لو شاءَ لَجَعَلَهُ ساكِنًا، ثم جَعَلْناالشمسَ عليهِ دليْلاً * ثم قَبَضْنَاهُ إلَيْنَا قَبْضًا يَسِيْرًا.
“Apakah kamu tidak mempertahikan (penciptaan) Tuhanmu, bagaimana Dia memanjangkan (dan mendekatkan) baying-bayang; dan kalau Dia menghendaki niscaya Dia menjadikan tetap baying-bayang itu, kemudian Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas baying-bayang itu * Kemudian Kami menarik bayang-bayang itu kepada Kami dengan tarikan yang perlahan-lahan.” (QS. Al Furqan[25];45-46)
Firman: kepada Kami sama sekali tidak dimaksud bahwa bayang-bayang itu di malam hari ditarik Allah kepada tempat bersemayam-Nya. Hendaknya hal ini dimengerti dan janganlah Al Qur’an yang turun dengan bahasa Arab yang fasih dirusak dengan penafsiran ala ajami yang tidak mengindahkan tata habasa dan kesustraan Arab yang indah alih-alih menafsirkan Al Qur’an secara zahir!!
Asy Syaukani menerangkan makna: kepada Kami dengan mengatakan, ”Dan makna: kepada Kami bahwa kesudahannya kepada-Nya SWT sebagaimana awal kejadiannya dari-Nya pula.”[2]
Ayat Kelima: Ayat A Amintum Man Fis Samâ’i
Di antara ayat yang sering kali diandalkan kaum Mujassimah adalah ayat:
ءَ أَمِنْتُم مَنْ فِي السَّماءِ أنْ يُرْسِلَ عليكم حَاصِبًا …
”Apakah kaum merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan mengirmkan badai yang berbatu … ” (QS. Al Mulk [57];16)
Makna ayat di atas adalah bahwa apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang kekuasaan-Nya maha agung lagi dahsyat. Sebab orang-orang Arab jika hendak mengagungkan sesuatu perkara mensifatinya dengan tinggi, seprti ucapan mereka:
اليوم في السماء
”Si fulan itu sekarang berada di langit.”
Jadi kira-kira makna ayat itu demikian: Apakah kamu merasa aman terhadap Dzat Yang Maha Agung, Pemilik hal pengaturan/rubûbiyah dan kekuasaan bahwa Dia akan mengirimkan badai batu yang membinasakan kamu.[3]
Dan seperti telah saya katakan bahwa orang-orang Arab ketika hendak mensifati keagungan sesuatu mereka mensifati dengan ketinggian di langit. Syair-syair klasik mereka menbuktikan kenyataan tersebut. Seperti bait syair yang digubah pujanggga kenamaan Arab di masa jahiliyah; ’Antarah ibn Syaddâ al Absi:
مقامك في جو السماء مكانه *** وباعي قصير عن نوال الكواكب
Kedudukanmu di jentung langit tempatnya *** dan lenganku pendek tuk menggapai bintang gemintang.
Akhthal juga menggubah bait syair berbunyi:
بنو دارم عند السماء وأنتم *** قذى الارض أبعد بينما بين ذلك
”Suku bani Dârim di langit sedangkan kamu*** kotoran bumi, duhai alangkah jauhnya antara keduanya.
Serta banyak contoh lainnya sengaja kami tidak sebutkan di sini.
Atau bisa jadi yang dimaksud dengannya adalah malaikat Jibri as. Atau malaikat khusus yang dikirim Allah untuk menurunkan azab-Nya, sebab tepmat para malaikat adalah di langit, seperti yang disebutkan dalam hadis Bukhari dan Muslim.
Nabi saw. bersabda:
يتعاقبون فيكم ملائكة بالليل وملائكة بالنهار ، ويجتمعون في صلاة الفجر وصلاة العصر ، ثم يعرج الذين باتوا فيكم فيسألهم -وهو أعلم بهم- : كيف تركتم عبادي ؟ فيقولون : تركناهم وهم يصلون ، وأتيناهم وهم يصلون
”Para malaikat malam dan malaikat siang silih berganti di tengah-tengah kalian, mereka berkumpul pada waktu shalat Subuh dan shalat Ashar, kemudian mereka yang telah bermalam dengan kalian naik, lalu Tuhan mereka bertanya kepada mereka –padahal Dia Maha Mengetahui-, ’Bagaimana kalian tinggalkan hamba-hamba Ku? Maka mereka menajwab, ”Kami tinggalkan mereka dalam keadaan shalat, dan kami datang mereka dalam keadaan shalat.”
Ayat-ayat Lain
Selain ayat-ayat di atas, mereka juga sering berdalil dengan ayat-ayat yang menggunakan redaksi Kami turun dan Kami menurunkan untuk mendukung kesesatan anggapan mereka behwa Allah berada di ruang atas, tepatnya di atas Arsy-Nya yang berada di atas langit sana!!
Akan tetapi anggapan itu sama sekali tidak berdasar dan tidak sedikit pun mendrukuk penyimpangan pemahaman akidah kaum Mujassimah itu, namun yang dimaksud adalah bahwa para malaikat turun dan atau diperintah turun oleh Allah untuk membawa beragam anugrah Allah SWT kepada penduduk bumi, sebab seperti telah dijelaskan bahwa tempat para malaikat adalah di langit.
Seluruh anugrah yang kita peroleh ini adalah anugrah yang Allah kirimkan kepada kita atau Allah turunkan kepada kita. Di antaranya adalah apa yang Allah firmankan:
”Dan kami turunkan besi…. ”
وَ أَنْزَلْنَا الْحَديدَ.
”Dan kami turunkan besi…. ” (QS. A; Hadîd [57];25)
Tidak seorang pun mengatakan bahwa Allah menurunkan besi dari langit –seperti layaknya hujan turun-, akan tetapi makna ayat itu adalah bahwa Allah menciptakan besi untuk keperluan umat manusia di bumi ini!
Asy Syaukani menerangkan, ”Dan kami turunkan besi” yaitu Kami ciptakan seperti dalam ayat:
وأنزل لكم من الانعام ثمانية أزواج
”Dan Kami menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasang-pasangan… ” (QS, az Zumar [39];6)
Yaitu maksudnya Allah menciptakan tambang-tambang dan mengajarkan kepada manusia cara penggunaannya.”[4]
Demikian juga dengan ayat terakhir di atas, yang dimaksud dengannya adalah Allah menciptakan ternak-ternak itu dengan berpasng-pasangan. Ia adalah penggunaan majazi. Iobnu Jarir ath Thabari –salah seorang tokoh mufassir generasi Salaf menafsirkan kata anzala/menurunkan dalam ayat tersebut dengan: ja’ala/menjadikan. Ia berkata, ”Dan Kami jadikan untuk kalian dari ternak delapan ekor berpasang-pasangan; dari onta sepasang, dari sapi sepasang, dari domba sepasang dan dari kambing sepasang .[5]
Dan alasan pemilihan kata turun untuk menunjukkan menciptakan adalah –seperti diterngkan asy Syaukani- dikarenakan bahwa ternak-ternak itu tidak hidup melainkan dengan tumbuhan dan rerumputan sedangkan tumbuhan dan rerumputan itu tumbuh dengan siraman air hujan yang Allah turunkan dari langit. Jadi untuk makna ini kata itu dipilih.[6]
Dan selain apa yang telah kami sebutkan banyak lainnya.
[1] Lebih lanjut baca tafsir Ibnu Jarir,22/120-121 dan ad Durr al Mantsûr,5/462-463.
[2] Fathul Qadîr,4/80.
[3] Lebih lanjut baca lampiran II
[4]Ibid.5/178.
[5] Tafsir Jâmi’ al Bayân; Ibnu Jarir ath Thabari,23/194.
[6] Ibid.4/450.
________________
ARTIKEL TERKAIT
- Mukaddimah Akidah Ketuhanan 1
- Mukaddimah Akidah Ketuhanan 2
- Ternyata Tuhan Itu Tidak Di Langit ! (1) Kritik Atas Akidah ketuhanan ala Wahhabi Salafy (Dasar Pemikiran Kaum Wahhabiyah Salafiyah)
- Ternyata Tuhan Itu Tidak Di Langit ! (2) Hadis Muslim (Hadis Jariyah) Adalah Hadis Ahâd Yang Muththarib!
- Ternyata Tuhan Itu Tidak Di Langit ! (3) Hadis Jâriyah Dengan Redaksi: Siapa Tuhanmu?
- Ternyata Tuhan Itu Tidak Di Langit ! (4) Ketidak Jujuran Syeikh Nâshiruddîn al Albâni
- Ternyata Tuhan Itu Tidak Di Langit (5) Nash-nash Tentang al ‘Uluw, Ketinggian Fisikal Allah Versus Nash-nash Penentangnya
- Ternyata Tuhan Itu Tidak Di Langit (6) Hadis-hadis Tentang al ‘Uluw, Ketinggian Fisikal Allah Versus Hadis-hadis Penentangnya
- Ternyata Tuhan Itu Tidak Di Langit (7) Ayat-ayat Mutasyâbihât Pegangan Kaum Wahhâbiyah Mujassimah
- Ternyata Tuhan Itu Tidak Di Langit (8)
Filed under: Uncategorized |
beristiwa allah atas arys meliputi tiap2 sesuatu tiada bertempat
Bantahan lanjutan terhadapa keyakinan abu salaafy:
http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/2992-menyanggah-abusalafy-5-siapa-yang-tidak-meyakini-allah-di-atas-langit-dialah-jahmiyah.html
http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/2973-menyanggah-abusalafy-4-empat-imam-madzhab-sepakat-bahwa-allah-berada-di-atas-langit.html
http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/2962-menyanggah-abusalafy-3-para-sahabat-dan-tabiin-menyatakan-allah-di-atas-seluruh-makhluk-nya.html
http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/2958-menyanggah-abusalafy-2-1000-dalil-menunjukkan-allah-di-atas-seluruh-makhluk-nya.html
http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/2955-menyanggah-abusalafy-1-keyakinan-yang-benar-mengenai-sifat-allah.html
Allah swt hanya bertempat di hati hambanya yang beriman,jdi kmu jgan membuat postingan seperti ini,krna gak ada gunanya,kamu hanya brbuat dosa krna mengata-ngtai orang lain,yang penting allah swt adalah tuhan satu2nya di muka bumi ini,di mana allah swt berada sekarang biarlah menjadi rahasia allah swt,tugas kita adalah hanya beribadah kepadanya
“Allah swt hanya bertempat di hati hambanya yang beriman” ————— kamu hanya mencedok perkataan orang lain padahal ini bermaksud “hati orang2 yg beriman sentiasa mengingati Allah.” bukannya Allah duduk dalam hati hambanya… kalau begitu banyaklah Allah.
tapi kamu mana mungkin dapat menerima teguranku. ada sesuatu yg mendorong kamu menolak teguran aku.
beraqidah “Allah ada tidak bertempat” adalah sama seperti mengakui kerahsiaan Allah taala.
Tepat sekali akhi syakirin, padahal kalau merujuk ayat 255 Al Baqarah “…kursi Allah meliputi langit dan bumi…” dan ayat 92 Surah Hud “… Tuhanku meliputi apa yang kamu kerjakan.” sudah menjelaskan semuanya.
Pak Abu, mana janji anta? katanya mau menampilkan pembahasan yg lebih detail tentang tuduhan anta kepada orang yg kau tuduh wahabi mujasimah. Mereka yg anta tuduh mujasimah berpegang dgn kitab Al Ulluw, Raad ‘alal jahmiyah, dll. Sedang tulisan anta, afwan masih miskin dibanding 2 kitab diatas (ana dah baca kitabnya dan ana bandingkan dgn tulisan anta). kalo anta mau, coba bantah imam Dzahabi. Kalau tidak mampu ya sudah, cukup sampai disini saja
A bertanya : dimanakah Alloh?
B menjawab : Alloh bersamamu di manapun kamu berada
A : bukan itu
B : Alloh lebih dekat daripada urat lehermu
A : tidak!
…B : lalu?
A : Alloh duduk di atas Arsy!
B : Arsy itu makhluk bukan?
A : Ya!
B : lalu di manakah Alloh sebelum masa penciptaan?
A : ??! (ngloyor)
Lalu Isro mi’raj Nabi muhammad itu pergi kemana ya? sehingga beliau Mendapatkan perintah sholat itu kira2 dimana? setidaknya ada dalil yang mereka sampaikan baik dari Qur’an dan Sunah, sementara ta’wil ini atas landasan apa? tidak seimbang dong Qur’an dan Hadits di bantah dengan takwil cetek sperti ini…
kok imam dzahaby….??? Allah swt dan rasulya aja dibantah sama abu salafy al ba’alwy degiliy aljahmy….hehehehehehe…………..
ikhwani benthalib dan abu abdillah…
dari pada koemnetar kalian tidak nyambung dan terkesan (maaf ini untuk akhunna benthalib) bergaya preman, akan lebih baik jika kalian menjunjung tinggi nilain ilmu agama… Tanggapi aja tulisannya abuslafy.. kalau memang dalil yang disebutkannya tidak benar,, bantah saja langsung! ndak usah pakai kata-kata tidak pantas… itu jauh dari akhlak thalibul ilmi.
Syukron.
Oh iya, untuk rakan-rakan ku yang berbeda pendapat dengan pak abusalafy.. saya mau tanya ya: Apakah ayat istiwa’ itu tergolong ayatul Mutsyabihat atau muhkamat?
Jika mutasyabihat, apa sikap kalian (khususnya ulama Wahabi) tentang ayat2 mutasyabihat, apakah boleh dan bisa ditta’wilkan? Atau hanya Allah saja yang mengetahi ta’wilnya?
Jika kaum rasikhun fil ilmi juga tau, apakah kalian termasuk dari mereka yang rasikhun fil ilmi? ini yang pertama.
kedua: Apakah boleh menafsirkan sebuah ayyat tanpa memerhatikan ayat2 lain yang punya kaitan dengannya?
terkahir apakah metodee tafsir yang dilakukan pak abusalafy ini sudah benar atau salah menurtu kalian?
Saya pikir saudara abu jahmy, benthalib, abuabdillah Cs. perlu memerhatikan hal2 di atas!
Saya nanti tanggapannya yang ilmiah lho… jangan asal pencet komputer kalian… bil ilmi la bil jahli wal hawa.
Salam kenal ustadz Khalid barasyid,,, kelihatannya anda ustadz yang bijak…. tapi saya mau kasi tau antum sepetinya pertanyaan ustadz nggak bakal dijawab sama wahabi-wahabi degil seperti si bentholop itu!! Mereka bisanya cuma buat kacau di situs-situs Ahlusunnah bermutu seperti blog abusalafy ini… mudah-mudahan sih honornya gede dari arab sana…
@wah babi lho
:situs-situs Ahlusunnah bermutu seperti blog abusalafy ini…???
MUTUUU..? mangkaya selalu ada aja yang memperbaiki situs ini yang ente bilang ngacau, yang dibilang ngacau itu pemikiran kyai ente abu jahmy ini, pak.. nyang namanya bela sunnah kagak pake honor men, liat pikiran picik ente ini dikit2 ke honor.. dah kebanyakan di ajari dikit2 maen honor yah kayak orientalis syiah n bagandul2 khurofat nyang doyan makan baru doain dan senyum manis cliiing…
tuh.. kyai AL-ALAMAK (H JADI K) ABU AL JAMMY DENGAN ILMU YANG TELAH DIAKUI (yang ngaku aj)udah membantah Allah dan Rasulnya ..Mari kite beri Applause untuk Al-Alamak Abu Jahmy…..
Kepada Akh Khalid:
Afwan, anta tidak termasuk yang saya tanya! jadi ana rasa anta nggak usah ikut menjawab pertanyaan ana kepada Akh abu salafy. penyataan anta tentang saya nggak nyambung, sungguh ajaib. Tentu saja anta nggak nyambung lha wong anta nggak tau! Dulu ana tanya mana dalil Akh abu salafy tentang harusnya menakwil istiwa’ Allah diatas Arsy, sedangkan mereka yang kalian tuduh wahhabi telah jelas dalilnya dengan perkataan sahabat dan ulama’ salaf dalam kitab kitab seperti Al-Ulluw atau Raad ‘alal jahmiyah, dan masih banyak lagi lho. terus dia bilang tunggu aja. tapi sampai tulisan ke 8, tidak ada ana temukan indikasi kecuali hanya dia mencoba mempertentangkan antara dalil istiwa dengan Allah bertempat atau Allah bersama makhluk-Nya, untuk menetapkan bahwa Allah tidak beristiwa’ sebagaimana makna yang maklum. (padahal kata ulama salaf, itulah jahmiyah) makanya ana katakan coba kalau Abu salafy sanggup silahkan membantah tulisan min 2 kitab yang saya sebutkan diatas. makanya Akh khalid, anta baca dong kitab kitab para Ulama salaf, belajar dulu. jangan hanya membaca tulisan dari abu salafy yang banyak taklid kepada al-kautsary atau as seggaf (walaupun mungkin abu salafy tidak mengakui), baca juga bantahannya dari web lainnya. atau kalau anta tidak percaya dengan web selain web ini, maka baca kitab para ulama seperti Al-Ulluw dll, dengan ikhlash mencari kebenaran, kemudian bandingkan. Wassalam.
“laisa kamitslihi syaiun” Dia yang tak ada yang menyerupaiNya
Waktu TK / SD kita disuruh menyebutkan cita2,….. Ibu guru berkata,… GANTUNGKANLAH CITA-CITAMU SETINGGI LANGIT, sambil menerangkan, bukan digantung dilangit, tapi bercita2 lah yg mulia spt dokter, insinyur, ustadz, petani, pedagang, pilot dll lalu Ibu guru menambahkan ” Jadi apapun kalian kalo sungguh2 pasti akan berhasil.
Lalu semua murid tahu yg dimaksud Ibuguru adalah bukan cita2nya digantung dilangit, tapi menjadi org yg mulia. Kalo ada org beranggapan Allah dilangit, yah sebaiknya suruh belajar di TK lagi!!!!!!. mungkin dulu sekolahnya ngantuk,, jd ga dengerin buguru ngomong
Apakah agama ini dibangun oleh guru-guru tk? sejak kapan guru tk menjadi hujjah mempelajari Alqur’an? Aku melihat ente betul – betul tidak mengerti tentang agama ente sendiri.
mas nuryaqin cuma ingin mengungkapkan ada penggunaan “majaz” dalam penggunaan kata2 sehari-hari… ta’wil telah digunakan dan diamini ulama2 selama 1000 tahun lamanya… bahkan do’a Nabi kepada Ibnu Abbas menjadi dalilnya,,, wallohu a’lam
artikel dan buku abu salafy cukup serampangan…asal potong dan tafsir mnurut akalnya sendiri…pake tafsir ibnu katsir dunk yang terakui keren abiz oleh kalangan manapunn..ya kan?
tafsir ibn Katsir yang “disesuaikan dengan paham mereka” ??? (maaf, saya telah menyaksikan, banyak kitab2 ulama besar yang “terdistorsi” setelah dikeluarkan oleh penerbit wahabi.. banyak di toko buku koq,,,)
ada yang bisa menjelasin surat almu’min 36-37?
bukankah kesalahan bangsa yahudi adalah mengubah ayat2 kitab terdahulu (mengalihkan lafadz)? apa samanya dengan mengalihkan arti?
apa samanya abusaafy dengan jahm bin sofwan (menafikan asma Allah, karena Allah berbeda dengan makhluknya) ?
Subhanallah, hama suci Allah.. betapapun kalian wahai wahabi menyembunyikan akidah tajsim kalian toh akhirnya keluar juga dari mulut-mulut kalian akidah tajsim itu…. dari tanggapan kalian sudah jlas akidah tajsim kalian…
semua penyimpangan pemahaman akidah agama ini dalam hemat saya karena kalian terlalu jauh terjebur dalam ayat-ayat yang mutasyabihat tanpa ilmu yang cukup…. tanpa panduan ar Rasikhuna Fil Ilmi.. ya ini jadinya… ayat-ayat kalian artikan sesuai kedangkalan ilmu kalian tanpa melibatkan fariasi keindahan bahasa arab, tanpa majaz.. hanya makna dangkal yang kalian sebut makna dzahir tanpa menta’wil… sementara kalau sudah kepepet kalian juga mau ta’wil….
Mengapa pikiran kalian jadi sedemikian kaku dari mentadabburkan ayat-ayat Al Qur’an?!
Apakah kalian mebuka asumsi janga-jangan pemahaman kami selama ini salah tentang-tentang ayat-ayat yang mengesankan Allah itu bertempat di langit..bersitwa’ (yang kalian artikan duduk) di atas arsy-nya?!
Apakah kalian tidak pernah mengasunsikan demikian???
A bertanya : dimanakah Alloh?
B menjawab : Alloh bersamamu di manapun kamu berada
A : bukan itu
B : Alloh lebih dekat daripada urat lehermu
A : tidak!
…B : lalu?
A : Alloh duduk di atas Arsy!
B : Arsy itu makhluk bukan?
A : Ya!
B : lalu di manakah Alloh sebelum masa penciptaan?
A : ??! (ngloyor)
bisa jawab?
Tidak boleh ditanya sebelum masa penciptaan, subhatt!! tobat!
terus ente tahu siapa yang ciptain Allah? parah ente
@abu hafiz (pada komentar di bawah):
1) Tidak boleh ditanya sebelum masa penciptaan? Larangan yg Anda tulis itu adalah aturan yg bid’ah. Tidak ada larangan dari nash Agama Islam yg melarang kita bertanya “Di mana Allah sebelum Dia menciptakan ‘arsy?” atau bertanya “Di mana Allah sebelum Dia menciptakan satu pun makhluk?”
Justru pertanyaan itu akan menuntun kita pada jawaban pasti bhw Allah SWT ada tanpa tempat, tanpa lokasi
Tempat/lokasi adalah makhluk yg diciptakan Allah. Sebelum Allah menciptakan satu pun makhluk, maka tidak ada satu pun makhluk, maka tidak ada juga satu pun tempat/lokasi; yang ada hanya satu, yaitu Allah itu sendiri, Dia ada tanpa ada tempat/lokasi. Mahaagung Allah sehingga Dia ada tanpa tempat/lokasi.
Lalu Allah menciptakan makhluk-makhluk-Nya, di antara makhluk-Nya adalah tempat/lokasi, yg tentu saja tempat/lokasi itu untuk keberadaan makhluk-makhluk-Nya, bukan untuk tempat/lokasi Allah SWT.
Apakah Anda berpikir bhw setelah Allah SWT menciptakan ‘arsy lalu Allah SWT berubah dari “Allah ada tanpa tempat/lokasi” menjadi “Allah ada di atas ‘arsy” ? Tentu saja itu batil.
Mahasuci Allah dari berubah sifat-Nya, karena “berubah” menunjukkan sifat “baru” atau “tidak qadim”.
“Berubah” menuju sesuatu yg kurang dari sebelumnya, itu mustahil bagi Allah SWT. “Berubah” menuju sesuatu yg lebih dari sebelumnya juga mustahil bagi Allah SWT, karena berarti sebelum “berubah”, Dia memiliki suatu kekurangan. Mahasuci Allah dari memiliki kekurangan.
Maka hanya tinggal 1 konsekuensi pasti bhw Allah tidak berubah dari sifat-Nya yg “ada tanpa tempat/lokasi”.
2) Pertanyaan “siapa yg menciptakan Allah?”, pertanyaan itu memuat kebatilan yg sangat jelas, yaitu adanya anggapan bhw Allah itu diciptakan oleh “sesuatu”, lalu dilanjutkan dgn pertanyaan: siapa “sesuatu” yg menciptakan Allah?” Anggapan itu jelas batilnya karena melanggar kaidah bhw Allah adalah Al-Khaliq, Pencipta Mutlak yang (telah) ada sebelum adanya/diciptakannya makhluk. Allah adalah Al-Khaliq (Pencipta Mutlak), Dia bukan makhluk (yg diciptakan). Jadi, kalau ada yg bertanya “siapa yg menciptakan Allah?”, maka jawabannya jelas: Tidak ada yg menciptakan Allah SWT, Allah SWT tidak diciptakan karena Allah SWT bukan makhluk (sesuatu yg diciptakan), tetapi Allah adalah Al-Khaliq, Pencipta Mutlak yg menciptakan segenap makhluk, dan Allah SWT ada secara azali (=ada tanpa pernah mungkin utk tidak ada).
Semoga membantu utk bahan bertafakkur. Salam.
Untuk Pak Badari.
Kalau anda mengartikan “istawa” adalah “istaula (berkuasa) atau menaklukkan”, berarti sebelumnya Allah SWT. tidak berkuasa kemudian berubah menjadi berkuasa, padahal Allah Maha Kuasa walaupun ‘Arasy belum diciptakan. Allaahu a’lam bis-shawaab.
@muhammad dzulfadli
saya mau bertanya
1.kalo seseorang beriman kepada Allah tapi tidak percaya Allah bertempat dan berarah menurut anda imannya sah atau tidak
2. anda kan anti takwil ada ayat di alqur’an yang artinya ” mereka melupakan Allah maka Allah melupakan mereka” apakah Allah memiliki sifat lupa…?
3. apakah kata istawa hanya memiliki satu arti?
@muhammad zulfadhli
Kutip kalimat dari Anda: “Kalau anda mengartikan “istawa” = “istaula (berkuasa/menaklukkan)”, berarti sebelumnya Allah SWT. tidak berkuasa kemudian berubah menjadi berkuasa”
—> Jawab saya: Anda SALAH dalam menarik kesimpulan.
Jika kita terima makna “Allah berkuasa atas ‘arsy”, lalu bagaimana sifat Mahakuasa Allah sebelum ada ‘arsy? Apakah Allah belum Mahakuasa ataukah Allah Mahakuasa ?
Tentu saja, Allah Mahakuasa kapan pun, baik sebelum ada ‘arsy maupun sesudah ada ‘arsy.[Kalimat akhir Anda BENAR]. Sifat Mahakuasa Allah “melekat pada” Allah itu sendiri, tidak tergantung ada-tidaknya sesuatu pun dari makhluk-Nya.
Contoh lain:
1) Allah menciptakan bumi, tentu Allah berkuasa atas bumi yg diciptakan-Nya itu. Nah, sebelum bumi tercipta, apakah Allah berkuasa atas bumi sebelum bumi itu ada? Jawabnya pasti: Allah berkuasa atas bumi sebelum (maupun sesudah) bumi itu diciptakan. Kemahakuasaan Allah atas bumi itu “sifat yg ada pada Allah”, tidak tergantung sudah atau belum ada bumi.
2) Allah berkuasa atas segenap manusia yg hidup 300 tahun yg akan datang sekalipun saat ini, manusia2 tsb belum lahir/belum ada.
Sampai di sini, keberatan anda thd makna “istawla” sudah saya jawab; mudah2an terpuaskan akal Anda. Allah a’lam bi al-shawab.
Coba kita pindah kasusnya ke makna “Allah ada di atas ‘arsy”.
Sebelum Allah menciptakan ‘arsy berarti ‘arsy itu belum ada. Lalu pertanyaannya: di mana Allah sebelum ada ‘arsy? Apakah kita bisa menjawab dengan: “Allah ada di atas ‘arsy sebelum ‘arsy itu ada”? Itu jawaban tidak masuk akal sehat, karena jika Allah ada di atas ‘arsy, sedangkan ‘arsy tsb belum ada, berarti Allah ada di atas sesuatu yg tidak ada. Apakah logis mengatakan A ada di atas B, sedangkan B itu tidak/belum ada? Jelas tidak logis. Yang logis (sehat secara aqliy): jika kita berkata A ada di atas B, maka itu berarti sebelumnya kita memahami bhw A dan B itu sudah ada (lalu kita membandingkan posisi lokasi A dgn B).
Sebelum Allah menciptakan ‘arsy, sebelum Dia menciptakan satu pun makhluk-Nya yg merupakan tempat/lokasi, maka ketika itu, tidak ada sesuatu pun yg disebut tempat/lokasi, sedangkan Allah ada secara azali, maka Allah ada sekalipun belum ada tempat/lokasi; Allah ada tanpa tempat/lokasi. Argumen saya tersebut sama sekali belum anda sanggah.
Allah a’lam bi al-shawab.
afwan sy orang awam mau tanya apakah ribuan sahabat pernah berdebat tentang asma wa sifat ini ? apakah sahabat satu suara dalam hal ini ? apakah rosulullah pernah menyalahkan salah seorang sahabatnya tentang hal ini ? bagaimana kalau kita tidak terlalu memikirkan tentang zat allah lebih detil ? mohon penjelasan dari siapa saja biar aku paham.
sahabat terdahulu hanya berkata “kami beriman” saja,,, (begitu juga paham Asy’ariyyah memberi panduan)
adapun penjelasan tentang sifat2 Alloh (entah dua puluh ato sampe 50) hanya untuk menjelaskan dan memberi bantahan terhadap kaum2 terdahulu yang mensifati Alloh tanpa dalil
Adapun dalil yang mengarah kepada “personifikasi” tuhan, hendaknya ditafsiri/ditakwilkan agar tidak menyalahi ayat “laisa kamitslihi syaiun” (tidak ada yang menyerupaiNya)
Wallohu A’lam
Para wahaboy mengartikan istawa dengan istaqarra: menetep/ bersemayam. Yg berkonotasi adanya diam setelah bergerak. Inilah makna batil yg ditentang ulama Ahlu Sunnah
Saya berharap pak abu membeber masalah ini dgn tuntas, agar wahaboy tdk berkutik
Kalau benar Allah subhanahuwa ta’ala beristiwa’ di arsy Nya? EMANGNYA KENAPA? Padahal Allah khabarkan bahwa dirinya beristiwa di Arsy dalam Al QUR’AN. Mengapa kalian Tidak percaya dengan berita langsung dari Allah????? Sungguh kalian telah menentang Alqur’an…
Sadarlah Kaum yang kerjaannya MENTAKWIL-TAKWIL ALQUR’AN…MERUBAH-RUBAH MAKNA ALQUR’AN….
A bertanya : dimanakah Alloh?
B menjawab : Alloh bersamamu di manapun kamu berada
A : bukan itu
B : Alloh lebih dekat daripada urat lehermu
A : tidak!
…B : lalu?
A : Alloh duduk di atas Arsy!
B : Arsy itu makhluk bukan?
A : Ya!
B : lalu di manakah Alloh sebelum masa penciptaan?
A : ??! (ngloyor)
Ibn Abbas didoakan Rosululloh, supaya diberi kepandaian ta’wil
Wallohu a’lam
buat ngebantu A,
* Hadits
عَنْ أَبِيْ رَزِيْنٍ قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ ! أَيْنَ كَانَ رَبُّنَا قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ خَلْقَهُ؟ قَالَ :كَانَ فِيْ عَمَاءٍ مَا تَحْتَهُ هَوَاءٌ وَمَا فَوْقَهُ هَوَاءٌ وَمَا ثَمَّ خَلْقٌ, عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ
Dari Abu Razin berkata: Saya pernah bertanya: Ya Rasulullah, dimana Allah sebelum menciptakan makhlukNya? Nabi menjawab: Dia berada di atas awan, tidak ada udara di bawahnya maupun di atasnya, tidak makhluk di sana, dan ArsNya di atas air”.
HR. Tirmidzi (2108), Ibnu Majah (182), Ibnu Hibban (39 -Al-Mawarid), Ibnu Abi Ashim (1/271/612), Ahmad (4/11,12) dan Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (7/137). Lihat As-Shahihah 6/469).
Namanya juga ahli bid`ah, maka dalam menafsirkan hadist atau Qur`an pun pake tafsiran mengada-ada…
waduh cape deh…
kalau Alloh tidak di atas langit, lantas Alloh ada dimana??
sedangkan Alloh sendiri yang menciptakan langit, artinya Alloh bahwa langit itu dimensi yang nyata.
kemudian pada hari kiamat, Alloh akan melipat langit ini, lantas kalau Alloh berada di langit berarti Alloh ikut dilipat dong!!
jadi sebenarnya kita tidak perlu sampai memutar mutar bahasa ini dan itu untuk mencari kebenaran tentang keberadaan Alloh.
maka saya ingin mengajak anda dengan logika sederhana. dengan keterangan saya di atas.
nah, jika dunia sudah dikiamatkan, dan langit sudah digulung atau dilipat, maka Alloh berada di dimensi mana???
Tentang pembahasan istiwa ini tampaknya sedang tarik ulur saling menolak dan membantah.
ABU SALAFY PALING OOOOOOOOYE!
BIKIN BLOG DAN SITUS2 WAHABI/SALAFY KALANG KABUT
BANTAH TULISAN ABUSALAFY TAPI BANTAHANNYA MAKIN MENUNJUKKAN KEDEGILAN DAN KEJAHILAN MEREKA
wan abu salafy ente memeng oyeeeeee !
ente yang bodoh tdk kenal dengan Allah “Allah bersemayam di atas Aras terpisah dengan mahluknya” kalau menyatu dengan makluknya itu pemahaman bodoh
KENAPA WAHABI meyakini kalo istiwa berarti duduk?
Lalu dikemanakan ayat Al-Qur’an yg mengatakan Alloh tdk serupa dg apapun?
Pikir dong, kalo duduk berarti serupa dg makhluk, berarti butuh tempat. Kalo butuh tempat berarti Alloh punya ukuran. Sungguh akidah yg merusak kesucian dan keagungan Alloh. Wahabi sadarlah akidahmu aneh dan lucu.
Imam Malik rah. orang yang berdebat tentang iman maka terkikislah sedikit demi sedikit iman dihatinya.
….Ya ALLOH…kami bersyukur…keLak..”Engkau” …trima kami sbg makhLuk’MU….Engkau perkenankan kami dihisab dLm pngadiLan’MU….meski mgkin ….NERAKA adLh tjuan trakhir kami…dan syurga mgkin tmpt yg paLing tdk pntas bwt kami…krna “kekhilafan -kekhilafan” kami dLm khidupan d’dunia,..kami bersyukur ‘Engkau” akui kami sbg hamba”MU…dan kami bersyukur.. ‘Engkau perkenankan ..kami untuk kmbaLi k’dLm akhirat’MU…
kawan2 semua,
sampai kapan kalian semua akan terus begini???
ketahuilah setelah kalian meninggalkan dunia ini
anak-cucu kalian akan terus melanjutkan tradisi seperti ini
dan setelah anak cucu kalian tiada maka akan diganti lagi oleh genetrasi2 setelah mereka
dan ini akan terus berlangsung tanpa henti
ber”jidal” ria layaknya sedang pesta sex yang penuh kenikmatan
kalian benar2 menikmatinya
padahal Allah dan Nabi tidak suka dengan orang-orang yang berjidal saling memperbutkan kebenaran
layaknya anjing2 kelaparan yang berebut tulang
sehingga harus saling membunuh satu sama lain terlebih dahulu tak peduli teman atau musuh
baru bisa menikmati tulang
namun setelah ia menikmati tulangnya
segera ia sadar bahwa
ia tidak memiliki siapa2 lagi
karena teman dan musuhnya telah ia habisi semua
jadi lah ia anjing yg kesepian
saat itu baru merasa apa pentingnya tulang ini
sehingga mewmbuatnya menjadi seperti itu!!!
sadarlah kawan2
ini semua ibarat nonton film superman
hanya wajah aktor2nya saja yang beda
ceritanya hanya itu2 juga
bertobatlah kalian
baik yang salafy atau bukan
dan abu salafy bertobatlah….
tutuplah situs ini,
karena nabi telah mewanti2
“sepeninggalku nanti kalian akan saling memukul tengkuk sebagian yang lain satu sama lain” (al-hadis)
@ jaksa hakim dan pembela dan semua yang penasaran
baik salafy or non salafy muslim or kafir, zindik, atheis dll:
topik: tentang dimana Allah sebelum penciptaan?
sebelum ada langit dimana Allah?:(
sebelum ada bumi dimana Allah?:(
sebelum ada semuanya dimana Allah?:)
jawabnya:
sederhana saja….
kita balikan sejak kapan “ciptaan” itu ada?????
dimana “ciptaan” itu ada
sebelum kalian bertanya tentang ada dimana Allah
saya nanya balik dulu
ada dimana makhluk saat Allah mencipta mereka?
kalau kita tahu “jawaban” ada dimana makluk saat pertama kali dicipta maka kita akan tahu ada dimana Allah saat ia mencipta?
dan apa dan siapakah ciptaan yag pertama kali dicipta???
ini penting…karena keberhasilan dalam menjwab pertanyaan ini akan membawa anda semua pada jawaban hakiki ada dimana Allah sebelum menciptakan semua ini!!!
baik
kawan2 yang salafy or non salafy
kalau kalian dalam bertanya menuntut ” harus ada tempat”
oke saya ikuti dulu jalan pikiran yang kalian yang agak “sakit” ini
saya sederhanakan semua ini
saat kita diciptakan oleh Allah dan orang tua kita
atau saat Allah dan orang tua binatang/jin/apapun itu meciptakan generasi setelahnya (anak,cucu)
saat itulah kita ada dan bertempat
yakni di bumi ini
dan di bawah langit ini
ok. jelas…..
JELAS NGGA COI…?
sederhana lagi dan lebih tajam lagi agar bisa menggorok leher pikiran kalian yang sesat DAN BELAGU ITU
saat Allah menciptakan tempat (apapun itu baik langit, arsy atau apapun itu)
ada dimana tempat itu??
sekali lagi
SAAT ALLAH MENCIPTAKAN TEMPAT
ADA DIMANA TEMPAT ITU?
saya sederhanakan lagi agar pikiran kalian yang kerdil itu bisa tumbuh dan berkembang dengan baik….
pasti tempat itu ada di tempat yang lain lagi bukan?????
artinya begini SAYA BUATKAN RUMUSAN “HURUF” agar jelas DAN TAMBAH JELAS LAGI
saat Allah menciptakan tempat YANG KITA MAKSUDKAN sekarang INI (z) TERUTAMA BAGI YANG BERAKIDAH ASYA’IRAH
ada dimana tempat itu (z)
jawabnya ada di tempat sebelumnya (y)
ada dimana tempat (y) itu
jawabnya ada di tempatsebelumnya lagi (x)
terus begitu hingga
kita berhenti di tempat (a)
sebelum (a) tidak ada lagi
karena a adalah yang paling awal
contoh lebih sederhana lagi
anda orang mana boss?
kalau mengaku orang jakarta? (z)
pasti ada aslinya?
yakni orang tua anda itu aslinya dari daersah mana???? (y)
kalau keduanya satu suku misalnya sunda (y)
pasti ada kampungnya khan (x)
nah kakek anda itu
kalapun dilahirkan dikampung yang sama dengan orang tua anda
tentu seblumnya mereka tinggal di tempat yang lain dulu sebelum bemigrasi ke kampung itu
lalu bertanya asal orang sunda itu dari mana
dan labih jauh lagi karena smeuanya di indonesia
asa orang indonesia itu dari mana
lebih jauh lagi
asal orang asia itu dari mana
lebih jauh lagi asal-usul
manusia itu dari mana?????
lebih jauh lagi asal makluk hidup itu dari mana???
lebih jauh lagi
asal makhluk itu dari mana??????
dari satu tempat ke tempat yang lain
dari satu orang ke orang yang lain
dari satu koloni ke koloni yang lain
semuanya ini pasti ada permulaannya
ok jelas
NAH PERMULAAN INI YANG HARUS KITA CARI JAWABANNYA
kita ini memang tiba-tiba ada di tengah “cerita besar ini”
makanya jadi amburadul seperti ini
sederhana lagi, habis ga ada yang sederhana lagi..capek ah
atau seperti nasab orang arab
atau bagi yang mengaku atau beneran keturunan rasulullah
pasti ada akte garis nasabnya bukan
mereka bernasab samapi ke rasulullah
dan nasab rasulullah samapai ke adam alaihis-salam
bisa anda lihat di kita sirah ibnu hisyam (lengkap loh)
karena banyak orang yang meyakini ada manusia pertama..maka tidak ada manusia sebelumnya
padahal tidak seperti itu yang diceritakan al-Quran
ok kembali ke topik awal
“ada dimana Allah sebelum menciptakan apa2”
oke saya bedah dulu pertanyaan ini….
1. pertnyaan ini bukan pertanyaan orang yang polos dan bodoh
seperti pertanyaan orang bodoh, apa itu “radio”?
orang bodoh tidak mungkin menyebutkan “radio” terlebih dahulu, karena tidak ada konsep radio di kepalanya
ia pasti mendahulukan perntanyaan dengan kata tanya “apa” sebelum memunculkan pertanyaan “kapan” dan “dimana” tentang segala sesuatu yang tidak diketahuionya
kalau ada orang yang langsung bertanya “kapan” dan “dimana”
berarti ia telah mengetahui “apa” itu dengan jelas
jadi ia terus mempertanyakannya
kalau ia bertanya dimana Allah sebelum menciptakan segala sesuatu
berarti ia telah tahu dan mengerti “apa” (yakni Allah swt)
sehingga bisa bertanya “dimana Allah?”
OK JELAS
sekarang pertanyaa saya kepada Anda semua
apa ada di antara kalian semua baik yang islam,kafir zindik, murtad, atheis, salafy,nu,muhammadiya atau apapun itu
mengenal Allah (mengetahui dan mengenal dengan baik) Allah itu????????
ADA NGGA, KALAU ADA PASTI BISA MENJAWAB PERTANYAAN
DIMANA ALLAH SEBELUM MENCIPTA??????
SATU YANG INGIN SAYA PERINGATKAN KEPADA KALIAN SEMUA ANAK2 MANUSIA
YANG SOK TAHU
ASBUN
PAKE DALIL2 LAGI
ATAU COPAS PENDAPAT JAMAN DULU
TIDAK ADA YANG MENGETAHUI
DAN MENGENAL ALLAH
KECUALI ALLAH SENDIRI
YANG MENGETAHUI DIMANA ALLAH
SEBELUM MECIPTAKAN SEGELA SESUATU
YA
ALLAH SENDIRI
KALAU ADA YANG MENGETAHUI DIMANA
ALLAH SEBELUM MENCIPTAKAN SEGALA SESUATU
BERARTI IA ADALAH “SYARIK” (SEKUTU)
YAKNI MEMILIKI KEMAMPUAN YANG SETARA DENGAN ALLAH
SEDERHANANYA
ALLAH ITU BUKAN SATU-SATUNYA TUHAN
BERARTI ADA BANYAK TUHAN YANG BISA SALING MENYAKSIKAN
SATU SAMA LAIN DALAM MENCIPTAKAN MAKHLUK-MAKLUKNYA
sehingga tahu tempatnya masing2 berada dimana?
SEHINGGA IA TAHU
KALAU IA TAHU BERARTI IA TUHAN YANG MENYAMAR JADI
MANUSIA HEHEHE
DAN YANG INILAH YANG HARUS DIBERANGUS
oke lanjut
2. dia tidak mengenal Allah bagaimana bisa melontarkan pertanyaan dimana Allah
ini artinya dia secara sadr atau tidak sadar ingin menyamakan Allah dengan ciptaannya
boleh jadi karena akalnya sudah berlari jauh dengan batas-batasnya atau melewati batasnya bahkan dengan mengendarai pesawat jet, namun tetap saja
akhirnya ia tidak menemukan DIA
sehingga putus asa
dan bertanya dimana Allah?????
ini adalah pertanyaan orang putus asa!!!!
SEKALI LAGI
PUTUS ASA
sori gw mau kentut dulu
tut tut TUT
eee samapi di sini dulu
samapi di sini dulu gw mau berak dulu
nanti kalu ada waktu gw lanjut lagi
kalau ada yang tertarik ma gw
kontak gw aja
di 0123456789 balik ke 0123456789 dan balik 012…9 lagi tidak ada angka 10 dalam kepala gw
ok
hehehe
Agama dibangun diatas dalil dan nash-nash Alqur’an wa sunnah bukan otak-otak kalian yang terdiiiiil…
ini merupakan salah satu pendapat yang betul,cuma perlu sedikit etika.ada baiknya kaum wahabi mengubah pendapatnya 360 derajat,wahabi telah menginkari ayat yang lain dalam al’qur’an.patutlah dikafirkan orang.
FUNGSI MENTAKWILKAN ADALAH SEBGAI TANZIH ARTINYA MENSUCIKAN ALLAH DARI HAL-HAL YANG DAPAT MERENDAHKAN ZATNYA.
oh iya ni yang namanya abu salafy”, bidang ilmu apa aja yang dia kuasai??khawatir aja klo dia itu seorang ustad karbitan yang sok tau. klo ada nas alquran mengatakan Allah itu di atas dan bersemayam dan juga turun ke langit dunia sah2 saja dan bukan berarti Allah sama dengan makhluknya, karna menjadi rahasia Allah cara Allah bersemayam dan turun ke langit dunia. para sahabat tidak pernah berdebat tentang masalah ini” karna Rosulullah melarang para sahabatnya menyamakan Allah dengan makhluknya. Allah memiliki mata, tangan, wajah dan betis sesuai dari hadist Rosulullah tapi diharamkan untuk menyamakan sifat Allah dengan makhluknya karena itu rahasia Allah. apa ada yang tahu artinya alif..lam..mim pada permulaan surat albaqarah??berhati-hatilah dalam berucap, semoga Allah menjaga kita semua dari perpecahan
oh iya, gak perlu buang2 waktu berdebat apalagi klo lawannya lebih mengutamakan fikiran semata yang jelas2 kemampuannya terbatas. agama ini berdasar oleh dalil, udah cukup jelas bantahan pada link artikel di http://rumaysho.com di bagian atas. silahkan kunjungi dulu baru koment lagi ke sini biar komentnya lebih berguna, Insya Allah
bagaimana denga hadit :
Dalam Hadits dari Muawiyah bin al-Hakam as-Sulma yang terdapat dalam Shahih Muslim dikatakan : “Dikisahkan bahwa Muawiyah berkewajiban memerdekakan budaknya yang seorang Badui. Maka dia membawa budak tersebut ke Rasulullah . Maka Rasulullah bertanya kepada si budak. DIMANAKAH ALLAH ? Sibudak menjawab “DILANGIT” Nabi bersabda, Siapa aku ? Dia menjawab Rasulullah. Nabi bersabda ” Merdekakanlah karena dia beriman”… (HR Muslim).
terus kita kalo berdoa mengangkat tangan kemana?
imam malik menetapkan sifat Allah, berdasarkan nas alquran dan hadist. kemudian ada yang bertanya bagaimana cara Allah bersemayam / bentuk tangan allah?,
beliau berkeringat berfikir, bingung tidak perna ada dari kalangan para sahabat bertanya masalah ini, kemudian ia berkata bertanya masalah cara atau bentuk sifat Allah adalah bid’ah.
karena Allah berbeda dengan mahluknya.
tugas kita hanya meyakini bukan memikirkan bagaimana cara atau bentuknya.
akhi semua bisa mengaku ahlusunnah, semua bisa mengaku salafy , di indonesia ini ada beberapa kelompok yg mengaku salafy, tapi hendaknya kita tidak menghakimi kesalahan segelintir dibawa kepada yang umum. jika saya NU, kemudian saya berzina. apakah saya boleh mengatakan bahwa NU membolehkan zina. tentu tidak. sekarang nu berpecah .
akhi semua bisa berkata tentang islam, tapi kita bertanya “darimana perkataan ini anda dapatkan”
saya baca artikel artikel antum tapi kurang ilmiah, tidak mencantumkan darimana perkatann perkatann bahwa ayat ini artinya ini, dan ayat ini artinya itu.
saya lebih condong membaca kitab kitab para ulama. yang jelas ayat dan asal usulnya.
tidak menafsirkan ayat sekeinginan kelompoknya masing masing.
wahai abu salafy ….. dalam mentakwil itu butuh dalil juga jadi tidak sembarangan takwil ……coba sebutkan satupun ucapan para sahabat atau tabiin atau tabiin tabiin atau para ulama ….maaf ya takwil antum tidak saya teima karena pakai paham sendiri bukan ucapan para imam salaf …maaf ya takwil antum seperti sarang laba2 lemahnya
Mengungkap Tipu Muslihat Abu Salafy CS
http://www.firanda.com/index.php/artikel/31-bantahan/76-mengungkap-tipu-muslihat-abu-salafy-cs
tambahan referensi buat abu salafy
http://abufahmiabdullah.wordpress.com/2010/11/01/pemalsuan-perkataan-al-imam-malik-rahimahullah-bantahan-terhadap-tipu-daya-abu-salafy-cs/
waaaaah para wahhabi ngumpull disini rupanya ………… gerah banget ……@ abu salafi harus makan obat nih ……..tenang aja bu….. Alloh selalu bersama umat yang selalu di jalaNya amiiiin
Kepada suadara2-ku kaum muslimin, baik yang berpaham salafy, asy’ari, atau yang lainnya. Berhati-hatilah. Kalian sedang diadu oleh syi’ah. Jika kalian baca baik-baik isi tulisan-tulisan Abu Salafy, maka kalian akan memahami bahwa hakikatnya Abu Salafy ini berpaham syi’ah. Dia tidak peduli, apakah Alloh di langit atau tidak. Yang dia inginkan adalah umat kemudian bingung dan terpecah belah sehingga syi’ah yang sama-sama kita benci dan laknat bisa melenggang masuk merasuki pemikiran orang-orang yang ragu. Disaat kalian sibuk berdebat, dia menonton sambil tertawa, menunggu saat yang tepat melempar umpan. Kuatkan akidah dan keimanan kita maisng-masing sesuai ilmu yang kita dapatkan dari ustadz2 kita. Kembali kepada mereka untuk meminta nasehat. Hati-hati dengan blog abu Salafy ini, sesungguhnya dia adalah syi’ah yang sedang bertaqiyyah.
bukan syiah kayaknya tapi ito lho yg ngefans sama habib2 ganteng kayak seleb itu lho,sukanya maulidan,pokoknya yg acara rame2 gitu, akibatnya jalan2 pada macet, serba salah deh pokoknya.
darimana kita dapat kriteria seorang ustadz yang benar jika tidak dengan berfikir? dan bukankah setiap individu bebas dalam berfikir.. manusia yang baik akan berfikir baik dan menuju kepada kebaikan, dan manusia yang tidak baik akan juga berfikir tidak baik dan menuju kepada ketidak baikan.
Semoga Allah merahmati dan memberi petunjuk abu salafy
hai wahabi jangan sembarangan tafsirkan alquran.. masuk nereka lho nanti
Aslm Wr. Wb.
Saudara2 sesama Muslim,
Kalau kita perhatikan, seluruh artikel Abu Salafy pasti selalu disertai bukti Sumber Rujukan, bahkan Scan Halaman Kitab yg dirujuknya. Jadi bagi penentang Abu Salafy yg tidak setuju dengan artikelnya ya tinggal menyanggah dengan bukti rujukan yang memperkuat sanggahannya saja. Tidak perlu emosi dan menyerang pribadi beliau.
buat semua tamu di sini……..
setelah saya ikuti ulasannya pak abu tentang masalah ini dari 1-8 dan juga jawabannya kpd para penyanggah… lalu saya juga ikuti ulasannya kang firanda di situsnya… saya dapat menarik kesimpulan bahwa para wahabi ini hanya pandai mengulang hal-hal yang dianggapnya berupa dalil walaupun sudah dibantah dan dijelaskan tuntas oleh ulama Asyairoh yang dirangkum oleh pak ustaz Abu…
terus terang saya tdk habis pikir melihat teman-teman salafi!!!!
Saya bener2 kasihan melihat mereka……. sebab mrk juga saudara-2 kita juga walau sedang tertipu oleh syubhat-2 mujassimun!
Semoga Allah melimpahkan keberkahan atas pak ustadZ Abu dan memberikan kekuatan untuk mebimbing kita semua ke jalan yang benar. Amin Ilahal haq Amin.
wassalam
“Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak serupa dengan makhluk-Nya.”
Saudara-saudaraku sekalian, ada sebagian orang yang salah dalam mengartikan kata “tidak serupa atau tidak sama”. Mereka berfikir bahwa “tidak serupa itu berarti tidak ada”. Kata “tidak serupa atau tidak sama” ini tidak bisa dipakai apabila sesuatu tidak ada. Contoh misalnya: “si A punya mobil sedangkan si B tidak punya mobil”. Disini tidak bisa dikatakan bahwa “mobil si A tidak serupa dengan mobil si B”, karena si B tidak punya mobil. Apabila si B juga punya mobil barulah bisa dikatakan “mobil si A tidak serupa dengan mobil si B”. kurang lebih demikian saudara-saudaraku, Allaahu a’lam bis-shawaab.
TERNYATA TUHAN TIDAK DI LANGIT? ITU AQIDAH YANG SALAH
Assalaamu ‘alaikum kaum Muslimiin.
1. Tidak ada satupun ayat al Qur’an yang menyatakan Tuhan tidak di langit.
2. Tidak ada satupun Hadits yang menyatakan Tuhan tidak di langit.
3. Tidak ada satupun ayat al Qur’an yang menyatakan Tuhan tidak bertempat.
4. Tidak ada satupun Hadits yang menyatakan Tuhan tidak bertempat.
5. Jika anda memahami ayat “… wa huwa ma’akum ainamaa kuntum..” pada Surat al Hadid ayat 4 bahwa Allah berada dimana-mana, maka bagaimana dengan ayat yang menyatakan bahwa “.. Innallaaha ma’ashshaabiriin..” (sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar). Anda harus meyakini ayat tersebut. Berarti Anda harus meyakini bahwa Allah tidak berada di Negara yang mayoritas penduduknya Kafir, Musyrik, Fasik. Hal ini oleh karena tidak ada satupun ayat yang menyatakan “…Innallaaha ma’al kaafiriin..” Atau “…Innallaaha ma’al musyrikiin..” Atau “…Innallaaha ma’al faasikiin..”. Banyak di muka bumi ini Negara yang penduduknya mayoritas Kafir, Musyrik, Fasik.
6. Oleh karena itu, Anda harus meyakini bahwa “…wa huwa ma’akum ainamaa kuntum…” itu adalah ilmuNya, rahmatNya, bantuanNya, pertolonganNya, perhatianNya kepada orang yang Muttaqiin, Muchlisiin, Mu’miniin, Muslimiin, Shaabiriin.
7. Yang ada adalah “Tuhan Yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas ‘Arsy” (Q.s. 20 : 5). Bahkan ayat yang menyatakan “…tsummas tawaa ‘alal ‘Arsy..” itu 7 (tujuh) kali ada dalam al Qur’an. Belum lagi ayat-ayat lain yang ,mengisyaratkan Allah itu di atas langit. Ditambah lagi sejumlah Hadits shahih.
8. ‘Arsy itu bagi logika manusia, letaknya sangat jauh sekali, sehingga Allah menurut logika manusia sangat jauh sekali.
9. Terhadap ayat “..Faidzaa sa’alaka ibaadii annii, fa innii qoriib..”, Allah itu Maha Kuasa, dan Maha Berilmu, dan kekuasaan dan ilmuNya tidak terbatas, sehingga meskipun Allah menurut logika manusia sangat jauh sekali, namun menurut Allah adalah sangat dekat, dan lebih dekat daripada urat leher. Allah sangat luar biasa kekuasaan dan ilmuNya, dan tidak terbatas. Apapun yang Dia kehendaki pasti bisa Dia kerjakan.
10. Okey, ambillah contoh ini. Ada 2 (dua) kelompok yang beda keyakinan, yaitu kelompok A dan kelompok B. Kelompok A meyakini bahwa Allah berada di mana-mana, meskipun Allah adalah Satu. Makanya Allah mengetahui apa saja yang hambaNya pikirkan, bisikkan, dan kerjakan, karena Dia sangat dekat dengan hambaNya, lebih dekat daripada urat lehernya. Kelompok B meyakini bahwa Allah bersemayam di atas ‘Arsy, dan menurut logika manusia berarti Allah sangat jauh sekali dari machlukNya, hambaNya. Namun Allah tetap mengetahui apa saja yang hambaNya pikirkan, bisikkan, dan kerjakan. Pertanyaan adalah, mana yang lebih canggih dan agung ilmu dan kekuasaanNya, Allah yang berada dimana-mana sehingga mudah mengetahui seluruh pikiran, bisikan, dan perbuatan hambaNya; atau meskipun Allah jauh di atas ‘Arsy tapi tetap sangat mengetahui dengan mudah pikiran, bisikan, dan perbuatan hambaNya? Tentulah logika kelompok Blah yang lebih mengagungkan Allah.
Sekian, Salaamun ‘alaikum bimaa shabartum.
Abusalafy:
Saya bangga dengan keberanian dan semangat Anda dalam memaparkan “Akidah miring” Anda tentang Tuhan. Hanya saja saya sangat prihatin terhadap Anda, sebab ternyata Anda membangun akidah tidak di atas pondasi yang kokoh dan logika yang sehat zedt METODOLI YANG UTUH!!! Karena itu dari paparan ringkas yang hanya beberapa alenia ini saja sudah tampak jelas kontradiksi antara poin akidah yang Anda usung!!
Di antara ketidak jelasan metodologi Anda dalam membangun akidah Tauhid adalah: Apakah mengimani keharusan atau setidaknya dibolehkannya MENA’WIL AYAT-AYAT AL QUR’AN, KHUSUSNYA AYAT-AYAT SHIFAT? Atau semua ayat shifat itu harus diartikan apa adanya, tanpa TA’WIL dan tanpa melibatkan unsur MAJAZI?
Setelah Anda menegaskan pilihan METODOLOGI Anda saya akan lanjutkan tanggapan saya…. dan dengan izin Allah saya akan buktikan PENYIMPANGAN DAN KESALAHAN PEMAHAMAN TAUHID ANDA….Tapi jika Anda tidak menjawabnya maka saya tidak akan membuang waktu saya menanggapi pemikiran yang dibangun tanpa METODOLOGI dan saya juga tidak tertarik berdiskusi dengan orang yang AKALNYA SEMERASUT TANPA METODOLOGI.
WASSALAM.
@ masda sahibu
Tadinya saya pikir ulasanmu hebat bro, eeh nggak taunya njekethe’ bahlol banget…. kocar kacir sekocar kacir jengotnya wahabi…. kamu itu benar benar SESAT AKIDAH TAUHIDMU BRO!
Masak iya sih tuhan bertempat?! Bodoh banget ente bro.
Coba jelaskan apa maksud kamu Allah bersemayam? Apa sih arti bersemayam itu dalam kamus bahasa Indonesia???
Akidahmu itu mujassimah bro!! SESAT MENURUT AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH.
Tanggapan ustadz abu salafy atas masda sungguh logis dan realistis…
Dari 10 poin yang disampaikan saudara masda keliatan bener kecentang perenang nya poin- poin itu…
Jadi kita tinggal tunggu saja sejauh mana keseriusannya saudara masda.
Akhi masda dari empat poin pertama:
.1. Tidak ada satupun ayat al Qur’an yang menyatakan Tuhan tidak di langit.
2. Tidak ada satupun Hadits yang menyatakan Tuhan tidak di langit.
3. Tidak ada satupun ayat al Qur’an yang menyatakan Tuhan tidak bertempat.
4. Tidak ada satupun Hadits yang menyatakan Tuhan tidak bertempat.
Apakah saya boleh menyimpulkan aqidah tauhid kamu bahwa TUHAN ITU BERTEMPAT DAN TEMPATNYA ITU DI LANGIT?!
Dan satu lagi yang bdlum kamu jawab secara JANTAN yaitu PERTANYAAN ABU SALAFY dalam tanggapannya atas komentar kamu di atas!! Saya minta kamu bersikap JANTAN DAN KONSISTEN!!!
Biasanya sih komentator wahabi kalau sudah diajak diskusi serius oleh pak abu langsung bungkam & hengkang …. dan seminggu berikutnya nongol lagi dengan nama samaran lagi… percis ssperti AHS, ingat nggak kalian?
Ini juga yang ngaku namanya masda, pasti sama aja kelakuannya. Buktinya, udah diajak diskusi secara ilmiah tapi kagak nongol lagi… itu sih percis sifat WAS WASIL KHONNAS. Coba baca sifatnya dalam tafsir ayat tersebut pasti sama.
Jadi saran ana pak abu tidak usah ladenin orang yang begituan.
JANGAN MERAGU TERHADAP KEBENARAN FIRMAN ALLAH
Assalaamu ‘alaikum Muslimiin.
Xxxxxxx,
Xxxxxxxx
Abusalafy:
Akhi masda, maaf, dengan terpaksa saya tidak menampilkan komentar/tanggapan lanjutan Anda ssbab Anda belum secara sefius dan konsisten menjelaskan METODOLOGI Anda seperti yang saya minta demi terarahnya diskusi kita… Hal itu penting sekali. Karenanya saya tunggu kssediaan Anda menjelaskannya ssbagai BUKTI KESERIUSAN ANDA DALAM MENDISKUSIKAN MASALAH-MASALAH AGAMA. BUKAN DEBAT KUSIR TANPA MEGODOLOGI DAN TANPA TUJUAN KECUALI HANYA MENAMPAKKAN KEDEGILAN BELAKA.
Maaf.
syarat yang antum ajukan betul dan tepat Ustadz Abu Salafy , tanpa metodologi yang teruji dan benar untuk memahami Qur`an dan Sunnah hanya akan melahirkan ” faham yang semrawut ” .
mohon kiranya Akhuna Masada dapat menjelaskan metodologi atau manhaj yang ia gunakan dalam memahami Nushush Syari`ah seperti Yang diminta oleh Ustadz Abu Salafy , sehingga akhuna masada tidak se enaknya mengatakan : JANGAN MERAGU TERHADAP KEBENARAN FIRMAN ALLAH ” .
sebab keraguan akan kebenaran Firman Allah adalah kekufuran , dan ini bukan mahallu Niza` (karena hal ini bukanlah point yang diperselisihkan ) , perbedaan kita adalah soal ” Faham ” terhadap firman Allah SWT , karena anda memahaminya seperti itu dan kami memahaminya seperti ini.
dan ini semua adalah Hasil dari Metodologi , silahkan akhuna Masada menjelaskan metodologinya , terimakasih.
Keliatan sekali kalao wahabi tidak serius mencari titik temu dalam masalah khilafiyah… buktinya diajak diskusi dengan tenang dan berbasis metode yang jelas, eeeh malah menghilang….
Assalamu alaikum Bapak/Ibu.
Saya baru buka lagi internet, dan baru tahu kalau komentar saya dihapus karena dianggap tidak cocok dengan apa yang diharap dari Bapak Ustaz Abusalafi.
Oh iya Bapak/Ibu, nanti saya kirimkan tulisan bagaimana saya memahami al Qur’an dengan metodologi yang saya gunakan. Tulisan tersebut adalah murni karya saya sendiri dengan tetap mengacu ke al Qu’ran, Hadits Shahih, tulisan para Ulama, dan juga Logika referensi.
Perlu saya sampaikan kepada Bapak/Ibu, bahwa saya bukan Sarjana Agama (S.Ag, M.Ag. Lc). Namun saya tetap belajar tentang Agama dengan banyak mengikuti ceramah, membaca buku, membaca Hadits, dan juga membaca al Qur’an dan terjemahan. Dan tidaklah seluruh faham Ulama, bahkan Ulama Besar, langsung dijadikan dasar keyakinan. Saya yakin, bahwa tidak satupun dari Bapak/Ibu yang membaca tulisan saya sebelumnya yang mau meyakini kebenaran Ulama Besar yang saat ini telah menjadi Nabi.
Semoga tulisan saya nantinya dapat menjernihkan Aqidah kita semua, dan dapat membangun silaturrahmi sesama Muslim.
Okey sekian dulu Bapak/Ibu, saya banyak tugas yang penting untuk diselesaikan. Salaam.
Abusalafy:
Sebenarnya apa yang saya minta dan harap dari Anda itu sederhana seperti yang telah saya sampaikan dalam tanggapan saya. Bisa Anda dan para pembaca merujuknya kembali. Tetapi jika kemudian Anda menjanjikan menyajikan sebuah artikel, ya saya tunggu. Dan saya berharap artikel itu sesuai dengan yang diminta, tidak berbelit-belit apalagi melenceng. Syukran katsiran atas keseriusannya
waw , metodologinya bikin sendiri bukannya mengikuti dan belajar pada ulama dia malah belajar sendiri , baiklah masda ditunggu metodologi karyamu atau jiplakanmu yang tak kau akui jika itu hasil jiplakan , mari kita uji disini.
@masda sahibu
“Saya yakin, bahwa tidak satupun dari Bapak/Ibu yang membaca tulisan saya sebelumnya yang mau meyakini kebenaran Ulama Besar yang saat ini telah menjadi Nabi”
ini maksudnya apa om…?
Yth. Ustaz Abu Salafy.
Assalaamu ‘alaikum.
Komentar tentang metodologi saya dalam pengajian Surat Tha Ha ayat 5 sudah siap diupload. Saya ketik dalam kertas ukuran A4, menggunakan Huruf Times New Roman, ukuran huruf 11, ukuran spasi adalah 1,15. Jumlahnya 7 halaman.
Apakah ini tidak terlalu panjang? Saya khawatir nanti akan dijadikan spam. Jam 13.30 saya akan ke Jakarta 3 hari. Saat ini jam 11.50 WITA.
Selanjutnya mohon kepada Ustaz, untuk menasehati anggotanya, bahwa dalam memberi komentar tanggapan, agar menggunakan kata-kata yang baik dan tidak menimbulkan fitnah, yang menggambarkan Akhlaq Muslimiin.
Terima kasih, semoga dapat diterima. Salaam
Abusalafy:
Silahkan. Saya tunggu.
Walaupun jika lebih ringkas pasti afdhal, biar para pembaca tidak keberatan membacanya. Sebenarnya Anda bisa menyampaikan megodologi Anda dalam membangun akidah dan memahami nash dalam beberapa alenia singkat. Anda dapat merangkumnya dengan menjelaskan apakah Anda membangunnya dengan metodologi pro takwil atau kontra takwil. Hanya itu saja sebenarnya yang penting Anda jelaskan!!
Maaf, saya tidak punya anggota. Semua yang berkkmdntar di sini bebas. Walaupun tetap harus mengedepankan akhlak mulia. Bumankah Anda juga menyaksikan bagaimana komentar tdman-teman Wahabi juga saya tampilkan kendati bernada keras dan terkadang kurang sopan.
Syukran.
@ masda
Kamu itu sepertinya hanya pandai berbelit saja kan?! Ustadz abu hanya minta kamu menjelaskan METODE kamu dalam memahami nas, eeh malah kamu muter muter dan mengretak dengan makalah panjang. Langsung sa kenapa sih… bialng kamu seperti mujassimun lainnya, anti ta’wil… titik beres kan
Untuk kamu hai masda!
Dasar WAHABI tidak tau malu!!!! Kamu baca lagi apa yang diminta kepada kamu oleh pak Abu! Baca dong!! Ini saya kutipkan lagi tanggapan Pak Abu: (Di antara ketidak jelasan metodologi Anda dalam membangun akidah Tauhid adalah: Apakah mengimani keharusan atau setidaknya dibolehkannya MENA’WIL AYAT-AYAT AL QUR’AN, KHUSUSNYA AYAT-AYAT SHIFAT? Atau semua ayat shifat itu harus diartikan apa adanya, tanpa TA’WIL dan tanpa melibatkan unsur MAJAZI?Setelah Anda menegaskan pilihan METODOLOGI Anda saya akan lanjutkan tanggapan saya…. dan dengan izin Allah saya akan buktikan PENYIMPANGAN DAN KESALAHAN PEMAHAMAN TAUHID ANDA….Tapi jika Anda tidak menjawabnya maka saya tidak akan membuang waktu saya menanggapi pemikiran yang dibangun tanpa METODOLOGI dan saya juga tidak tertarik berdiskusi dengan orang yang AKALNYA SEMERASUT TANPA METODOLOGI.WASSALAM.)
mari kita tunggu upload dari akhuna masda , seperti apakah metodologinya…. , dan menurut saya metodologi tidak sekedar boleh tidaknya takwil , ada yang lebih penting seperti Ta`arudh an-Nushush metodologi apa yang dia gunakan , kemudian soal ” penerapan ” konun kulli terhadap ayat Mutasyabihat.
celakanya kaum wahabi menganggap ayat mutasyabihat adalah Muhkamat , seolah tidak ada ayat Mutasyabihat dalam Al-qur`an. ala kulli haal kita tunggu tulisan akhuna Masda.
METODE PENGAJIAN SURAT THA HA AYAT 5
A. Pendahuluan
Assalaamu ‘alaikum Muslimiin.
Saya akan jelaskan tentang metode atau rangkaian cara atau langkah-langkah yang selama ini saya gunakan dalam pengajian ayat-ayat al Qur’an, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Ustaz Abu Salafy dan anggotanya. Dalam uraian ini khusus mengaji tentang Surat Tha Ha ayat 5. Banyak yang saya kurangi, sehingga sekarang menjadi 6 halaman.
Tujuan yang diinginkan adalah untuk memberikan penjelasan kepada kaum Muslimiin, khususnya kepada Ustaz Abu Salafy dan anggotanya, bahwa arti dzahir dari surat Tha Ha ayat 5 “ Ar Rahmaanu ‘alal ‘Arsy Istawa” adalah “Tuhan yang Maha Pemurah yang Bersemayam di atas ‘Arsy”, yang wajib diyakini tanpa ragu.
B. Motode Pengajian.
Dapat saya jelaskan bahwa dalam pengajian Al Quran khusus Surat Tha Ha ayat 5, saya menggunakan langkah-langkah berdasar atas keyakinan, sistem, dan logika. Banyak cara atau metode yang saya lakukan. Di antara cara atau metode tersebut adalah, Meyakini Kebenaran Dzahir, Membaca ISYARAT Dalam Al Quran, dan Mengaji Al Quran Menurut Nuzul.
Selanjutnya akan saya uraikan sebagai berikut:
1. Meyakini Kebenaran Dzahir.
Ketahuilah, bahwa Al Quran adalah qalamullah, bacaan yang mulia. Sebagai qalamullah, maka tentunya setiap Muslim wajib meyakini, bahwa setiap ayat Al Quran secara lahiriah adalah benar adanya, baik ayat yang dianggap muhkamat maupun ayat yang dianggap mutasyabihat. Dasarnya adalah dari Al Quran:.
Pada Surat Al Baqarah ayat 2,
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”
Kemudian pada Surat Ar Ra’d ayat 2,
“……Dan Kitab yang diturunkan kepadamu daripada Tuhanmu itu adalah benar: akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman (kepadanya).”
Selanjutnya, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyatakan (saya hanya mengingat ceramah sejumlah Ustaz), bahwa membaca setiap ayat dari Al Quran itu mendapat pahala. Bahkan setiap huruf mendapat 10 pahala. Di sini pengertiannya adalah, membaca dzahir ayat-ayat Al Quran, maka setiap untuk huruf mendapat 10 pahala. Bukan berarti membaca hasil ta’wil maka setiap untuk huruf kalimat hasil ta’wil mendapat 10 pahala.
Dengan demikian, maka jika meyakini bahwa membaca setiap huruf dari Al Quran itu mendapat pahala, maka kita harus meyakini, bahwa membaca Surat Tha Ha ayat 5 juga mendapat pahala.
Oleh karena itu, jika kita membaca ayatnya saja sudah mendapat pahala, maka terlebih lagi jika kita meyakini kebenarannya. Tidak ada penetapan dari Allah bahwa ada ayat-ayat tertentu dalam Al Quran, seperti Surat Tha Ha ayat 5, jika dibaca setiap hurufnya mendapat10 pahala, namun jika diyakini kebenaran dzahirnya hukumnya kafir (terdapat tulisan di internet yang mengkafirkan orang yang meyakini kebenaran dzahir dari Surat Tha Ha ayat 5). Selanjutnya perhatikan 2 ayat berikut:
Pada Surat Maryam ayat 58
“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis”.
Pada Surat Sajadah ayat 15
“Sesungguhnya orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, adalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat (kami), mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji Tuhannya, sedang mereka tidak menyombongkan diri”.
Dengan berdasar 2 ayat tersebut di atas, bagaimana hambaNya dapat menyungkur, sujud, dan menangis setelah mendengar bacaan ayat tersebut, jika dalam hati mereka yakin bahwa dengan meyakini kebenaran ayat tersebut hukumnya kafir? Padahal yang dibaca adalah dzahirnya, dan yang didengar adalah dzahirnya.
Ketahuilah, bahwa membaca dzahir Al Quran mendapat pahala. Mendengar dan meresapi bacaan dzahir Al Quran mendapat pahala. Sehingga meyakini kebenaran dzahir Al Quran mendapat pahala.
Oleh karena itu dengan metode Meyakini Kebenaran Dzahir, maka kita yakin, bahwa “Ar Rahmaanu ‘alal ‘Arsy Istawa” adalah benar, wajib diyakini, meskipun masih dalam bentuk Bahasa Arab. Dan meyakini bahwa “Tuhan yang Maha Pemurah yang Bersemayam di atas “Arsy” adalah benar, wajib diyakini, meskipun sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
2. Membaca ISYARAT Dalam Al Quran.
ISYARAT adalah tanda, gambaran yang dapat ditarik dari dzahir yang nampak, setelah diresapi kebenaran dan keyakinannya. Dasar kita mendapatkan ISYARAT dari ayat yang kita kaji adalah rujukan kepada ayat-ayat lainnya, dan juga rujukan kepada hadits yang shahih.
a. ISYARAT Dari Surat Tha Ha Ayat 1: “Tha Ha”.
Menurut ceramah sejumlah Ustaz, bahwa keberadaan ayat-ayat mutasyabihat dalam bentuk huruf, seperti Alif Laam Miim, Alif Laam Ra, Ha Miim dan lainnya, hanya Allah yang mengetahui. Namun dinyatakan oleh para penceramah, bahwa salah satu makna keberadaan ayat-ayat tersebut adalah, bahwa ayat-ayat tersebut memberi gambaran kepada hambaNya, agar lebih memberi perhatian kelanjutan ayat-ayat berikutnya.
Seperti jika ada orang yang memimpin sidang dalam suatu majelis, dan pemimpin sidang ingin agar peserta sidang berkonsentrasi mengikuti ceramahnya karena ada suatu statement penting yang akan disampaikan. Maka biasanya penceramah mengetok-ngetok meja, atau dengan mengucapkan kata : ”perhatian-perhatian, ada informasi penting”, agar peserta sidang berkonsentrasi mendengarkan uraian sajian dari penyaji.
Jika kita kaji Surat Tha Ha ayat 1, “Tha Ha”, keberadaannya sangat berbeda dengan ayat-ayat mutasyabihat dalam bentuk huruf yang lain, seperti: “Alif Laam Miim, Alif Laam Ra, Ha Miim, Nuun, Shaad, Qoof,” dan lainnya. Terdapat 29 Surat dalam Al Quran yang mempunyai awal ayat mutasyabihat dalam bentuk huruf. Satu di antaranya mempunyai 2 ayat yang mutasyabihat, yaitu Surat Ash Shuraa ayat 1 dan 2. Keseluruhan ayat mutasyabihat dalam bentuk huruf adalah 30 ayat. Keseluruhan ayat-ayat tersebut, kecuali ayat 1 Surat Tha Ha, hampir setiap hurufnya mempunyai harakat lebih dari satu, seperti : Alif Laam Miim, Ha Miim, Nuun, dan lainnya.
Khusus untuk surat Tha Ha, ayat mutasyabihat dalam bentuk huruf, yaitu ayat 1, Tha Ha, terdiri dari dua huruf. Semuanya dibaca dalam satu haraqat. Dibaca tegas, karena hanya satu harakat. Ini memberi ISYARAT, bahwa akan ada ayat selanjutnya yang penting untuk ditegaskan dalam Surat Tha Ha, yaitu ayat 5, bahwa Allah beristiwa di atas ‘Arsy. Surat Tha Ha ayat 5 merupakan ayat penegasan, oleh karena menurut urutan Nuzul, sudah dua kali pernah turun wahyu tentang “Tsumma Istawaa ‘Alal ‘Arsy”, sebelum turunnya Surat Tha Ha ayat 5, yaitu pada Surat Al A’raaf ayat 54, dan pada Surat Al Furqan ayat 59.
b. ISYARAT Dari Surat Tha Ha Ayat 5 Untuk Kata ‘Arsy,
ISYARAT yang dapat dipetik adalah, bahwa ‘Arsy adalah sesuatu yang berwujud, dan Allah beristiwa di atasnya. ISYARAT tersebut merujuk ke ayat lainnya, seperti:
Surat Al Haaqqah ayat 17 :
“Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung ‘Arsy Tuhanmu di atas (kepala) mereka.”
Surat Al Mu’min ayat 7 :
“(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman ……. “
Surat Az Zumar ayat 75:
“Dan kamu (Muhammad) akan melihat malaikat-malaikat berlingkar di sekeliling ‘Arsy bertasbih sambil memuji Tuhannya; dan diberi putusan di antara hamba-hamba Allah dengan adil dan diucapkan: “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam”.
Dari Surat Tha Ha ayat 5, dihubungkan dengan Surat Al Haaqqah ayat 17, Surat Al Mu’min ayat 7, dan Surat Az Zumar ayat 75, telah memberi ISYARAT bahwa ‘Arsy adalah berwujud. Bagaimana mungkin orang atau malaikat melingkari sesuatu yang tidak berwujud, seperti ‘Kekuasaan”. Bagaimana mungkin orang atau malaikat memikul sesuatu yang tidak berwujud, seperti ‘Kekuasaan’.
Surat Ash Shuraa ayat 11:
“ . . . . Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.”.
Manusia itu mendengar. Dalam mendengar, terjadi dalam ruang, tempat. Antara yang mendengar dan yang didengar, ada jarak, dan ada arah. Dan Muslimiin juga meyakini bahwa Allah juga mendengar. Karena bagaimana gambaran Allah mendengar, adalah tidak sama dengan makhlukNya.
Manusia itu melihat. Dalam melihat, terjadi dalam ruang, tempat. Antara yang melihat dan yang dilihat, ada jarak, dan ada arah. Dan Muslimiin juga meyakini bahwa Allah juga melihat. Karena bagaimana gambaran Allah melihat, adalah tidak sama dengan makhlukNya.
Manusia itu ada yang bersemayam di atas singgasana. Dalam bersemayam di atas singgasana, terjadi dalam ruang, tempat. Ada jarak, dan ada arah. Dan Muslimiin (kecuali Pembangkang) juga meyakini bahwa Allah bersemayam di atas singgasana. Karena bagaimana gambaran Allah bersemayam di atas singgasana, adalah tidak sama dengan makhlukNya.
Masih banyak sekali ISYARAT, jika kita mau mengaji lebih jauh.
3. Mengaji Al Quran Menurut Nuzul
Salah satu metode yang saya lakukan dalam pengajian Surat Tha Ha ayat 5 adalah, dengan mencari ISYARAT berdasarkan kronologis turunnya ayat-ayat Al Quran (Urutan Nuzulnya).
Kaum kafir Quraisy saat itu, baik dari kalangan yang berpengetahuan setingkat SD, maupun dari kalangan yang berpengetahuan setingkat Doktor, jika ditanyakan dengan pertanyaan : seandainya engkau percaya Tuhan itu ada, apakah engkau percaya bahwa Tuhan itu mempunyai Kekuasaan? Tentulah, baik dari kalangan yang berpengetahuan setingkat SD maupun dari kalangan yang berpengetahuan setingkat Doktor, akan menjawab IYA. Oleh karena hal itu sudah menjadi ketentuan umum dalam kebudayaan setiap manusia, bahwa Tuhan itu mempunyai kekuasaan, seperti Raja, Rajanya Raja, karena Raja kami juga menyembah Tuhannya, berhala-berhalanya.
Namun jika mereka ditanya dengan pertanyaan : seandainya engkau percaya bahwa Tuhan itu ada, apakah engkau percaya bahwa Tuhan itu mempunyai Singgasana? Tentulah mereka semuanya, baik dari kalangan yang berpengetahuan setingkat SD maupun dari kalangan yang berpengetahuan setingkat Doktor, tidak dapat menjawab.
Demikian juga bagi kalangan Muslimiin saat itu. Al Quran yang diwahyukan, jika disusun urutan Nuzulnya, telah diwahyukan 6 Surat sebelum Allah mewahyukan kata “’Arsy”, yaitu Surat Al ‘Alaq, Surat Al Qalam, Surat Al Muzzammil, Surat Al Muddatstsir, Surat Al Fatihah, dan Surat Al Lahab.
Setelah turunnya 6 Surat tersebut, kaum Muslimiin jika ditanya dengan pertanyaan “apakah engkau percaya bahwa Tuhan Allah yang engkau yakini itu mempunyai “Kekuasaan?”. Tentulah mereka akan menjawab IYA. Kami percaya, bahkan sewaktu kami belum masuk Islam, kamipun sudah percaya, bahwa Tuhan itu mempunyai “Kekuasaan”. dan “Maha Kuasa”. Apalagi sesudah turun 6 Surat. Bahkan semakin jelas, dan telah memberikan ISYARAT kepada kami bahwa Allah adalah Tuhan yang mempunyai kekuasan dan Maha Kuasa, dan berkuasa atas kerajaannya.
Namun jika ditanya dengan pertanyaan : apakah Allah Tuhanmu itu mempunyai “Singgasana?” Tentulah mereka akan menjawab, ‘Kami tidak tahu, dan tidak ada ISYARAT dari 6 Surat yang telah diwahyukan sebelumnya yang menggambarkan bahwa Allah adalah Tuhan yang mempunyai ‘Arsy. Akan tetapi, Jika Allah telah mewahyukan melalui FirmanNya, tentulah kami yakin, dan mengimaninya.
Oleh karena itulah, ada ISYARAT, bahwa sebelum Allah mewahyukan “Tsumma Istawa ‘Alal ‘Arsy”, terlebih dahulu Allah mewahyukan sebanyak 2 kali ayat yang menyatakan bahwa Allah mempunyai ‘Singgasana, yaitu pada Surat At Takwir ayat 20, dan Surat Al Buruuj ayat 15. Dengan turunnya 2 kali kata ‘Arsy tersebut, tentunya Muslimiin saat itu tidak mena’wil bahwa ‘Arsy adalah ISYARAT ‘Kekuasaan’, karena ISYARAT ‘Kekuasaan’ itu sudah ada di hati manusia, baik yang masih kafir, terlebih lagi setelah turunnya 6 Surat. Oleh karena itu, kata ‘Arsy, adalah benar-benar kata benda, berwujud, “Singgasana”.
Dengan telah diketahuinya oleh Muslimiin saat itu, bahwa Allah mempunyai ‘Arsy, maka Allah meluncurkan pertama kali kalimat“Tsumma Istawa ‘Alal ‘Arsy” pada Surat Al A’raaf ayat 54 dalam ayat yang panjang:
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.”
Perhatikanlah ayat tersebut. Panjang. Dan kalimat “lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy” terkesan merupakan kalimat selipan. Dan tidak terkesan hal yang paling menonjol. Yang paling terkesan menonjol dalam ayat tersebut adalah “Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari”. Kemudian yang menonjol berikutnya adalah Allah menciptakan matahari, bulan, dan bintang-bintang. Kemudian yang menonjol berikutnya adalah (masing-masing) tunduk kepada perintahNya. Kalimat “lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy” tidak terkesan menonjol.
Ini adalah awal memperkenalkan bahwa Allah bermayam di atas ‘Arsy. Tentu Muslimiin yang sebelumnya telah mengetahui bahwa Allah mempunyai ‘Ary, akan menghubungkan dengan turunnya Surat Al A’raaf ayat 54 tersebut, bahwa ‘Arsy Allah adalah Allah bersemayam di atasnya. Dapat diperkirakan bahwa Muslimiin saling bertanya-tanya dalam hatinya tentang kalimat “Tsumma Istawa ‘Alal ‘Arsy” tersebut.
Kemudian Allah mewahyukan kembali kalimat “Tsumma Istawa ‘Alal ‘Arsy” dalam ayat yang lebih pendek, yaitu pada Surat Al Furqan ayat 59 :
“Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam hari, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah tentang Allah kepada yang lebih mengetahui (Muhammad).”
Disini ada ISYARAT, bahwa dengan lebih pendeknya ayat tersebut, maka kalimat “Dia bersemayam di atas ‘Arsy” mulai terkesan menonjol. Namun tetap ada yang lebih menonjol, yaitu kalimat “Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam hari”. Dan ada ISYARAT lain dan penting, yaitu kalimat : “……maka tanyakanlah tentang Allah kepada yang lebih mengetahui (Muhammad).”
Kalimat lain dan penting tersebut mengISYARATkan, bahwa jika hambaNya ragu tentang Allah Bersemayam di atas ‘Arsy, maka tanyakanlah kepada yang lebih mengetahui. Dari kalangan Muslimiin saat itu, yang lebih mengetahui tentang Allah adalah Muhammad.
Oleh karena itulah, Rasulullah selanjutnya menyampaikan wahyu yang merupakan ”PENEGASAN”, dan merupakan tindak lanjut Surat Al Furqan ayat 5 di atas, melalui wahyu Surat Tha Ha ayat 5 :
“Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang Bersemayam Di Atas ‘Arsy”.
Ayat tersebut hanya terdiri dua kalimat, yaitu : “Tuhan Yang Maha Pemurah” dan kalimat “Yang Bersemayam Di Atas ‘Arsy”. Alangkah ringkasnya ayat tersebut. Dan alangkah menonjol jadinya kalimat “Yang Bersemayam Di Atas ‘Arsy”, karena dalam kalimat tersebut tidak ada predikat lain dari subyeknya.
Inilah ISYARAT dari runtutan Nuzul ayat yang memuat kata “‘Arsy” dan runtutan Nuzul ayat yang memuat kalimat “Bersemayam Di Atas ‘Arsy”. Tidak bisa lagi memberi ISYARAT bahwa ‘Arsy adalah ‘Kekuasaan’, dan Bersemayam Di Atas ‘Arsy adalah Menguasai seluruh Kekuasaan. Karena Tuhan mempunyai ‘Kekuasaan’ dan Tuhan itu Menguasai Seluruh Kekuasaan, telah terISYARAT jauh sebelum turunnya kata “Arsy” dan kalimat “Tsumma Istawa ‘Alal ‘Arsy. Bahkan sewaktu kaum Mulismiin masih belum memeluk Agama Islam.
Oleh karena itu, kata ”‘Arsy” artinya adalah ‘Singgasana, dan kalimat “Tsumma Istawa ‘Alal ‘Arsy” artinya adalah, Bersemayam Di Atas Singgasana.
Dalam Tafsir Al Mishbah (ada di Perpustakaan kantor kami), karya Prof. Dr. K. H. M. Quraish Shihab, pada Buku 7 halaman 550, Surat Tha Ha ayat 5 : “Arrahmaanu ‘alal ‘Arsy Istawa”, diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “Ar Rahman yang bersemayam di atas ‘Arsy”.
Kemudian, Pada Buku 7 halaman 552, beliau menyatakan bahwa “Para Ulama Salaf (Abad I – III H) sama sekali tidak memaknai, hanya meyakini. Mereka berpendapat bahwa “hanya Allah yang tahu maknanya”. (Catatan dari jiplakan.: Imam 4 itu hidup antara Abad I – III H.: Imam Hanafi 80 – 150 H, Imam Maliki 93 – 179 H, Imam Syafi’e 150 – 204 H, dan Imam Hanbali 164– 241 H). Selanjutnya beliau juga menyatakan tentang pendapat Imam Malik: “Caranya melakukan istiwa’ tidak diketahui, mempercayainya adalah wajib, dan menanyakannya adalah bid’ah”
Dan terakhir pada Buku 4 halaman 139, beliau menyatakan bahwa : “Ulama-ulama sesudah Abad III berupaya menjelaskan maknanya dengan mengalihkan makna kata istiwa’ dari makna dasarnya, yaitu “bersemayam” ke makna majasi, yaitu “berkuasa”.
Masih banyak ISYARAT yang dapat kita peroleh jika ulasan dilanjutkan.
C. Penutup
Kesimpulan saya adalah, bahwa “ALLAH BERSEMAYAM DI ATAS ‘ARSY”.
Okey, sekian dulu Muslimiin.
Salaam.
Abusalafy:
Terima kasih atas keseriusan Anda dalam menguraikan apa yang menjadi metodologi Anda dalam memahami teks suci Al Quran dan Sunnah. Subuah usaha yang laik diapresiasi. Sekali lagi saya ucapkan syukran katsiran. Hanya saja saya ingin mendapat kejelasan:
A) Apa yang Anda maksud dengan DZAHIR TEKS?
B) Apakah Anda menerima prinsip TAKWIL?
Akhi masda, apakah kata asad/singa dalam kedua contoh keduadi bawah ini akan Anda artika dengan arti yang sama secara DZAHIR? Mengingat arti DZAHIR kata asad adalah singa binatang yang kita kenal dengan sebutan si raja rimba itu:
رأيت الأسد في الغابة
Dan:
رأيت الأسد يخطب على المنبر
Akhi, apa penerjemahan Anda terhadap kata: الأسد dalam dua contoh di atas tadi?
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas tanggapannya terhadap pertanyaan saya.
Andaikan @masda mau sedikit berusaha untuk membaca tulisan2 Kang Abu Salafy terlebih dahulu yang banyak diposting di laman ini. Tentu waktunya tidak akan terbuang percuma untuk menguraikan beratos2 kata yang menjadi dasar metodologinya dalam memahami dan memaknai teks suci Al Quran.
Itulah mas kelebihannya arek arek Salafinia… mereka asal komentar… tapi tidak mau tau kebenaran… menurut mereka kebenaran tdk perlu dicari sbb mereka sdh menemukannya…. selain mereka ya DHOLAL!!!
apa yang disampaikan oleh akhuna Masda bukanlah metodologi yang baik dan benar , sebab metodoloogi itu Harus dapat diterapkan pada semua jenis Dalil baik Qur`an Maupun Hadist tidak boleh bersifat parsial , sebab ayat dan Hadist saling berkaitan tidak dapat dipisahkan.
metode yang disampaikan oleh akhuna Masda akan mudah goyah dan tidak terpakai ( tidak konsisten ) disamping akan menyebabkan kekeliruan Fatal jika diterapkan secara konsisten.
sebagai contoh ayat Ta`lamu ma fi Nafsii wala a`lamu ma Fii Nafsik , jika akhuna masda konsisten dengan metodologinya itu maka ia Harus Fahami Dzahir ayat tersebut Bahwa Allah mempunyai Sifat Nafs , saya yakin dengan satu ayat ini saja ia tidak akan konsisten , sehingga metodologinya itu dia akan buang sendiri. ( jangankan orang lain masda sendiri akan meninggalkan metodologi yang dibuatnya sendiri).
dan masih banyak contoh lain baik Qur`an maupun Hadist yang akan membuat Masda meninggalkan metodologinya itu.
sedikit menambah pertanyaan untuk akhuna Masda , yang mengartikan Istawa dengan bersemayam , saya mohon bukti / dalil jika Istawa adalah Bersemayam , dalil baik Qur`an maupun Hadist.
sekian dulu meskipun masih banyak point ” keliru ” dari metode yang disampaikan akhuna Masda.
Yth. Bapak Ahmadsyahid.
Assalaamu ‘alaikum.
Terima kasih komentarnya. Semoga dalam perlindungan Allah.
Untuk potongan ayat : “…Ta’lamu maa fii nafsii wa laa a’lamu maa fii nafsik … (…..Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau ……) ……” pada Surat Al Maidah ayat 116, apa ada yang dipermasalahkan Bapak?
Kalau saya, mendalami potongan ayat tersebut dapat dilakukan dengan metode atau cara membaca ISYARAT. Bahwa Allah itu Maha Mengetahui tentang hambaNya. Dan hambaNya tidak mengetahui tentang Allah, kecuali jika Allah sendiri telah memberitahu kepada hambaNya melalui FirmanNya, atau melalui Hadits Shahih.
Oleh karena itulah, saya mengimani bahwa Allah Bersemayam Di Atas ‘Arsy, oleh karena Allah sendiri telah mewahyukan. Salah satunya adalah Surat Tha Ha ayat 5. Akan tetapi saya tidak mengimani bahwa Allah Tidak Bertempat, oleh karena tidak ada sama sekali penegasan dalam Al Quran maupun Hadits.
Adapun tentang Allah mempunyai Sifat Nafs, berarti berwujud, iya. Tidak bisa kita lihat di dunia. Nanti di akhirat semoga kita melihat Allah. Syaratnya, bahwa kita harus mengerjakan amal shaleh (mengikuti Sunnah Rasul), dan dalam beribadah Tidak Mensyerikatkan Allah Yang Maha Esa.
Sekian dan terima kasih Bapak. Salaam.
Masda sahibu
Yth. Bapak Ahmadsyahid.
Assalaamu ‘alaikum.
Terima kasih komentarnya. Semoga dalam perlindungan Allah.
Untuk potongan ayat : “…Ta’lamu maa fii nafsii wa laa a’lamu maa fii nafsik … (…..Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau ……) ……” pada Surat Al Maidah ayat 116, apa ada yang dipermasalahkan Bapak…..?
Jawab : wa alaikum salam wr. Wb.
Akhi masda sahibu yang saya permasalahkan adalah Kaidah dan metodologi yang anda gunakan dalam memahami ayat Mutasyabihat , dimana anda tidak membedakan ayat Mutasyabih dengan ayat Muhkamat seolah keduanya sama, sehingga anda menggunakan metodologi Dzahir teks ayat Mutasyabih sebagai pedoman dalam memahaminya , meskipun anda membolehkan Takwil dengan syarat yang tidak tepat.
Metodologi anda ini seperti yang saya katakan sebelumnya bukanlah metodologi yang baik dan benar , dan anda adalah orang pertama yang meninggalkan metodologi yang anda buat itu , terbukti ayat yang saya coba sampaikan anda pahami tidak dengan Dzahir teks sebagaimana metodologi yang anda sampaikan , dibawah ini penjelasan anda dalam memahami ayat ta`lamu ma fii Nafsii wala a`lamu maa fii Nafsik : masda sahibu
Kalau saya, mendalami potongan ayat tersebut dapat dilakukan dengan metode atau cara membaca ISYARAT. Bahwa Allah itu Maha Mengetahui tentang hambaNya. Dan hambaNya tidak mengetahui tentang Allah, kecuali jika Allah sendiri telah memberitahu kepada hambaNya melalui FirmanNya, atau melalui Hadits Shahih.
Inilah bukti jika anda telah meninggalkan / tidak menggunakan metodologi yang anda buat sendiri .
Masda sahibu :
Oleh karena itulah, saya mengimani bahwa Allah Bersemayam Di Atas ‘Arsy, oleh karena Allah sendiri telah mewahyukan. Salah satunya adalah Surat Tha Ha ayat 5. Akan tetapi saya tidak mengimani bahwa Allah Tidak Bertempat, oleh karena tidak ada sama sekali penegasan dalam Al Quran maupun Hadits.
Jawab : akhi masda sahibu kata – kata anda ini diluar topic bahasan kita , sebab yang kita bahas adalah soal metodologi bukan surat thoha ayat 5 , pun begitu anda tidak menjawab pertanyaan saya , dimana anda mengartikan Istawa dengan bersemayam apa dalilnya…….?
Masda sahibu :
Adapun tentang Allah mempunyai Sifat Nafs, berarti berwujud, iya. Tidak bisa kita lihat di dunia. Nanti di akhirat semoga kita melihat Allah. Syaratnya, bahwa kita harus mengerjakan amal shaleh (mengikuti Sunnah Rasul), dan dalam beribadah Tidak Mensyerikatkan Allah Yang Maha Esa.
Jawab : perkataan anda diatas menunjukkan jika menurut anda Allah mempunyai Sifat Nafs …….? Dan metodologi yang anda gunakan berkonsekwensi seperti itu bahwa Allah mempunyai Sifat Nafs .. , pertanyaannya adakah salaf As-sholihin berpendapat sama seperti anda bahwa Allah bersifat Nafs……..?
Ketahuilah pernyataan bahwa Allah mempunyai sifat Nafs seperti yang anda sampaikan berkonsekwensi ” kekufuran ” , sebab Allah berfirman dalam ayat yang lain : Kullu Nafsin Dzaaiqotul Maut , sadar atau tidak anda telah menghukumi ALLAH DENGAN KEMATIAN dan ini adalah kekufuran.
Mengikuti Ustadz Abu Salafy sebaiknya anda menjadi Mukallid saja sebab Ijtihad anda hanya berujung pada kekufuran, mohon maaf jika ada kata yang tidak berkenan.
Pak masda, bisa terangkan arti BERSEMAYAM dlm kamus-kamus bahasa Indonesia?! Biar semua tau kalau kamu itu berfaham mujsimah!!! Tidak usah takut pak!
Yth. Bapak Ustaz Abu Salafy.
Assalaamu ‘alaikum.
Tentang komentar Bapak Ustaz, saya ucapkan terima kasih. Semoga Allah memberi balasan dengan yang lebih baik.
Selanjutnya , untuk pertanyaan Pak Ustaz dapat saya jelaskan sebagai berikut :
1. Apakah yang Anda maksud dengan DZAHIR TEKS?
DZAHIR TEKS Al Quran adalah, Kalamullah yang telah berwujud dalam bentuk tertulis dalam Kitab Al Quran ayat demi ayat, yang dapat dilihat dengan mata kita, yang apabila dibaca baik oleh orang Arab, maupun oleh yang bukan orang Arab, akan menghasilkan bunyi yang sama.
Contoh. Orang Arab Muslim, jika melihat Surat Tha Ha ayat 5, jika membacanya, maka bunyinya pasti adalah: ” Ar Rahmaanu ‘Alal ‘Arsy Istawa”. Kemudian, orang Indonesia Muslim, yang tahu membaca Al Quran, jika melihat Surat Tha Ha ayat 5, jika membacanya, maka bunyinya pasti adalah: “Ar Rahmaanu ‘Alal ‘Arsy Istawa”. Sama. Itulah DZAHIR TEKS Al Quran.
Dan DZAHIR Al Quran, yang saat ini sudah berwujud sebagai TEKS Al Quran, itulah DZAHIR Al Quran. Itu wajib diyakini kebenarannya. Sedangkan kalimat hasil rumusan oleh Ustaz saja banyak yang benar. Apalagi jika Kalamullah. Sadaqallaahul ‘Adhiim.
2. Apakah Anda menerima prinsip TAKWIL?
Menurut saya BOLEH, dengan syarat, Tidak Boleh Menyalahkan dan Mengganti Arti Dzahirnya.
Contoh: Surat Tha Ha ayat 5: “Ar Rahmaanu ‘Alal ‘Arsy Istawa”. Arti DZAHIRnya adalah : Tuhan Yang Maha Pemurah yang Bersemayam di Atas Singgasana. Kemudian dilakukan TAKWIL, menghasilkan kalimat sebagai berikut: “Yang Rahmatnya Maha Agung, yang Menguasai Seluruh Kerajaan”. Itu BOLEH, karena menghasilkan hakikat dari dzahirnya.
Akan tetapi, jika dengan telah menghasilkan TAKWIL tersebut, lalu menghapus dan mengganti “Tuhan Yang Maha Pemurah Yang Bersemayam Di Atas ‘Arsy”, dengan kalimat “Yang Rahmatnya Maha Agung, yang Menguasai Seluruh Kerajaan”, maka hal itu tidak boleh. Lebih baik disambung antara makna dzahir dan makna hakiki, dan menghasilkan rumusan yang tetap mengimani kebenaran dzahir, dan menunjukkan penjelasan hakikinya.
Namun sebenarnya, kecepatan kita untuk menerima dan mengimani dzahir ayat-ayat Al Quran tanpa melakukan TAKWIL, adalah lebih mulia dan lebih cerdas, jika dibandingkan dengan menunda dulu sampai mengetahui hakikatnya melalui TAKWIL, baru mau mengimani kebenaran dzahir ayat Al Quran. Ayat pendukungnya banyak. Pasti Pak Ustaz sudah tahu dan sudah menguasai.
Demikian jawaban saya. Saya Yakin, bahwa Pak Ustaz Sangat Tinggi Ilmunya. Oleh karena itu, mohon Petuahnya.
Sekian dan Terima Kasih. Salaam.
Abusalafy:
Seperginya Anda salah memahami pertanyaan pertama saya tentang Dzahir Al Qur’an, sehingga jawaban Anda juga tidak mengena sasaran. Tentu pertanyaan saya tentang MAKNA DZAHIR AL QUR’AN yang menjadi kajian kunci dalam disiplin Ushul Fikih terkait dengan PEMAKNAAN TEKS.
Kedua: Anda MEMBOLEHKAN TAKWIL, tapi anehnya Anda menetapkan sebuah syarat yang dalam hemat saya itu sangat aneh dan kontradiksi dsngan sikap membolehkan takwil, yaitu: ((Menurut saya BOLEH, dengan syarat, Tidak Boleh Menyalahkan dan Mengganti Arti Dzahirnya.))
Jadi kalau begitu apa fungsi dan peran TAKWIL jika menyalahi atau mengganti makna dzahirnya?! Dari penetalan syarat di atas saya jadi tertarik bertanya mepada Anda: Apa sih sebenarnya maksud TAKWIL menurut Anda?
Terakhir saya mengharap Anda penjawab dengan jelas pertanyaan saya tentang makna kata asad dalam dua contoh yang saya sebutkan sebelumnya.
Terima kasih.
Yth. Ustaz Abu Salafy
Assalaamu ‘alaikum.
Terima kasih komentar tentang jawaban saya, meskipun tidak sesuai dengan maksud pertanyaan Ustaz. Semoga Allah memberi balasan yang lebih baik.
Untuk arah pertanyaan Ustaz tentang MAKNA DZAHIR QUR”AN yang menjadi kajian kunci dalam disiplin Ushul Fikih terkait dengan PEMAKNAAN TEKS memang menjadi berat. Hal ini oleh karena diperlukan penguasaan Bahasa Arab, dan penguasaan Disiplin Ushul Fikih. Padahal sudah saya sampaikan sebelumnya, bahwa saya bukan Sarjana Agama (S.Ag, M.Ag, Lc). Namun jika Ustaz tetap menunggu jawaban dari saya, dapat saya urai sebagai berikut:
Sesuai uraian saya sebelumnya, yang menjadi pusat kajian saya adalah Surat Tha Ha ayat 5. Bahwa saya meyakini makna dzahir: “ Ar Rahmaanu ‘Alal ‘Arsy Istawa”.
Sebuah kalimat yang jelas, meskipun diwahyukan sebelum Abab I H. Sampai sekarangpun, dan sampai hari kiyamatpun, tetap sesuai dengan perkembangan sosial, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Adapun kaitannya dengan kepentingan Ushul Fikih, itu dikarenakan adanya sejumlah Ulama mulai mempertanyakan kebenaran pemaknaan dzahir teksnya. Saya dapat menyimpulkan, bahwa kepentingan dengan disiplin Ushul Fikih, oleh karena para pemikir jaman sekarang telah mengembangkan pemikiran tentang arti dari kata TEMPAT. Menurut pemikiran mereka, seluruh yang berwujud itu pasti memerlukan tempat, dan tempat itu ada dalam ruang. Dan sesuatu yang ada dalam ruang, berarti ruang itu lebih besar. Dan jika Allah Bersemayam Di Atas ‘Arsy, berarti dalam ruang. Oleh karena itu mereka berkesimpulan bahwa ruang itu lebih besar daripada ‘Arsy dan Allah.
Itulah dasar pemikiran sehingga disepakati sejumlah Ulama, bahwa Surat Tha Ha ayat 5 itu perlu dirubah dengan Takwil, agar sesuai dengan kebenaran pemikiran yang dapat diterima akal. Mencari arti yang serupa, dan mengganti dzahirnya. Istiwa harus diganti dengan Istawla, dan ‘Arsy diganti dengan Mulk. Makanya diperlukan kajian Ushul Fikih terhadap Pemaknaan Teks Surat Tha Ha ayat 5. Semuanya itu untuk mendukung kesimpulan akhir, bahwa Allah, Bahwa Allah Tidak Bertempat.
Selanjutnya, Takwil. Menurut saya, antara Tafsir dan Takwil adalah sama saja. “Ar Rahmaanu ‘Alal ‘Arsy Istawa”.
Jika ditafsirkan, atau ditakwilkan, pastilah akan mendapatkan penjelasan, bahwa dengan BersemayamNya Allah di Atas ‘Arsy yang Agung, yang merupakan Simbol Kekuasaan Yang Agung, maka Tuhan Yang Maha Pemurah adalah Menguasai Seluruh Kekuasaan dan Kerajaan yang ada di alam semesta ini. Cepat diperoleh, dengan membaca ISYARATnya.
Akan tetapi, jika dilakukan metode TAKWIL, dengan pengertian bahwa TAKWIL adalah memindahkan makna dzahir kepada makna lain sesuai dengan kepentingan penakwil, harus dikaji dulu setiap hurufnya dan setiap katanya, lalu dihubungkan antara kata-katanya. Harus menggunakan disiplin USHUL FIKIH yang sudah mendapat kesepakatan Ulama. Karena sekarang ini jaman sudah berkembang, kondisi sosial sudah berubah, ilmu pengetahuan dan teknologi sudah berkembang, sehingga apa yang difirmankan sebelum Abad I H dan selama Abab I H, ada yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi perkembangan sosial budaya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasilnya adalah, ada kata yang perlu dicari sinonimnya, dan juga harus ada kesepakatan Ulama. Dan ada dua kata yang perlu ditakwil, yaitu Istiwa harus diganti dengan sinominnya, Istawla. ‘ Arsy, harus diganti dengan Mulk. Setelah itu diperoleh hasil TAKWIL, bahwa :”Ar Rahmaanu ‘Alal ‘Arsy Istawa” itu tidak boleh lagi diyakini, karena hanya dzahirnya. Yang harus diyakini adalah :”Ar Rahmaanu ‘Alal ‘Arsy Istawla”.
Terakhir tentang Asad yang Bapak Ustaz ingin komentar dari saya, tolong dibahas dulu, nanti saya beri kajian. Saya belum pernah tahu tentang itu dan tidak tahu Bahasa Arab.
Terima kasih Bapak Ustaz Abu Salafy. Salaam.
Abusalafy:
Akhi masda, bukan maksud saya menghina atau merendahkan, tapi rasa-rasanya diskusi ini akan terasa sia-sia jika ternyata Anda tidak pednah ta Bahasa Arab, sebab kajian ini memang bagian terpenting dalam ilmu ahasa Arab yang juga mengambil ruang penting dalam disiplin ilmu Ushul Fiqh.
Kajian tentang MDTODOLOGI PEMAKNAAN TEKS juga akan sia-sia. Lebih baik bagi Anda dan juga bagi saya untuk mendiskusikan tema yang tidak asing bagi kita. Walaupun terasa aneh bagi saya menyaksikan Anda menceburkan diri dalam membicarakan firman Tuhan dengan bahasa yang Anda ssndiri tidaktahu ssluk beluk tentangnya.
Nasihat saya agar Anda TERTAKLID SAJA! AGAR ANDA MENJADI MUKALLID YANG BAIK DAN KONSISTEN.
MAAF.
Salut ama mas ahmad syahid… top markotop tanggapannya. Barakallahu fika.
Setuju Ustaz. Masda otaknya kacao, ilmunya ceteq, tapi sok berilmu, mau menafsirkan Alqur’an dengan akalnya sendiri… sok ngerti apa itu metode? Apa itu Dzahir??? Ngaku awam…. nggak usah ngaku kita pun udha tau kulitas ustaz2 salafi, semuanya ya awam awam gitu!!!
Ngaca mas!!!
Ngaca ga ngaca tetep aja jidatnya gosong,,,ma fiin nur. ech…tapi klo ngaca yaaa paling yg diliat jenggotnya dah rewoq-rewoq lum ya…? klo dah berarti ilmunya dah selaut…
Klo orang sudah hitam matahatinya, kemungkinan kecil untuk sadarnya.
Assalaamu ‘Alaikum wahabiyahudi dan Abu Jenggot.
Saya ingin sumbang pemikiran, meskipun saya bukan Ustaz.
Sebenarnya dasar pemikiran anda menolak keyakinan bahwa Ar Rahmaan Yang Bersemayam Di Atas ‘Arsy itu hanya 1 (satu), yaitu jika kita meyakini demikian, berarti Allah itu kecil, karena dibatasi Ruang, dibatasi Tempat, ada Jarak, dan ada Arah.
Surat Ash Shuraa ayat 11:
“ . . . . Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.”.
Cobalah perhatikan berikut:
1. Mendengar
Manusia itu Mendengar. Dalam Mendengar, terjadi di dalam Ruang, di suatu Tempat. Antara yang mendengar dan yang didengar, ada Jarak, dan ada Arah. Dan Muslimiin juga meyakini bahwa Allah juga Mendengar, Maha Mendengar. Dan Muslimiin meyakini bahwa bagaimana gambaran Allah Mendengar, adalah tidak sama dengan makhlukNya.
Lalu, mengapa anda tidak menyerupakannya dengan makhluk?
2. Melihat
Manusia itu Melihat. Dalam Melihat, terjadi di dalam Ruang, di suatu Tempat. Antara yang melihat dan yang dilihat ada Jarak, dan ada Arah. Dan Muslimiin juga meyakini bahwa Allah juga Melihat. Maha Melihat. Dan Muslimiin meyakini bahwa bagaimana gambaran Allah Melihat, adalah tidak sama dengan makhlukNya.
Lalu, mengapa anda tidak menyerupakannya dengan makhluk?
3. Bersemayam Di Atas Singgasana
Manusia itu ada yang Bersemayam di atas singgasana. Dalam Bersemayam di atas singgasana, terjadi di dalam Ruang, di suatu Tempat. Antara yang bersemayam dan yang disemayami, ada Jarak, dan ada Arah. Dan (sebagian) Muslimiin termasuk saya, juga meyakini bahwa Allah Bersemayam Di Atas Singgasana. Dan bagaimana gambaran Allah Bersemayam Di Atas Singgasana, adalah tidak sama dengan makhlukNya.
Tapi, mengapa anda hanya Bersemayam yang tidak diyakini dengan alasan dibatasi Ruang, di suatu Tempat, ada Jarak, dan ada Arah?
Padahal dari uraian di atas, Mendengar dan Melihat itu juga terjadi di dalam Ruang, di suatu Tempat, ada Jarak, dan ada Arah.
Seharusnya, jika anda menolak Allah Bersemayam Di Atas ‘Arsy itu karena alasan Beruang, Bertempat, Ada Jarak, dan Ada Arah, maka anda juga seharusnya jangan meyakini bahwa Allah itu Mendengar dan Melihat. Karena Mendengar dan Melihat itu juga Beruang, Bertempat, Ada Jarak, dan Ada Arah. Anda hanya meyakini bahwa Mendengar dan Melihatnya Allah itu tidak sama dengan makhlukNya, sedangkan Bersemayam itu sama dengan makhlukNya.
Anda salah dalam membuat kesimpulan.
Inilah pemikiran saya untuk menjelaskan Hasil Pemikiran Anda Menolak Keyakinan Bersemayam, dengan alasan Beruang, Bertempat, ada Jarak, dan ada Arah.
Sekian, semoga yang saya urai ini tidak bertentangan dengan Al Quran dan Hadits. Aamiin.
masda ,lagi2 anda terjatuh dalam kesalahan fatal , qiyas / analogi anda yang membandingkan makhluk dengan Tuhan bertentangan dengan Qur`an dan Sunnah , saran saya sebaiknya anda diam jangan bicara soal Sifat lagi karena kelihatan jika anda bukan ahli dalam Hal ini , terbukti paparan anda selalu menyelisihi Qur`an dan Hadist dan anda tidak sadar akan hal ini , karena maaf sebenarnya anda Jahil.
Anda sepertinya telah tertipu….
Konsep Anda tentang dunia materi yang kita tempati saat ini tanpa anda sadari sepertinya telah banyak dipengaruhi oleh paham golongan materialisme barat yang boleh jadi kelompok Anda mungkin sangat membencinya.
Janganlah anda malas membaca cobalah sedikit berusaha dengan mencari di Internet bagaimanakah pandangan golongan materialisme barat itu dalam memandang dunia dengan segala isinya, kemudian renungkanlah adakah kiranya kesamaan konsep antara Anda dengan mereka
Apakah hanya karena kita MELIHAT DAN MENDENGAR juga MERASAKAN maka segala sesuatunya itu PASTI ADA DAN NYATA?
Apakah hanya karena MATA melihat maka segala sesuatunya itu nyata?
Apakah hanya karena TELINGA dapat mendengar maka suara itu ada?
Apakah hanya karena TANGAN dapat merasakan dan meraba maka segala sesuatunya itu ada?
Benarkah RUANG, WAKTU dan TEMPAT itu benar-benar Ada atau segalanya sesuatunya itu hanyalah tipuan dan mimpi belaka sebagai UJIAN dari Allah SWT kepada umatnya.
Hilangkanlah kemalasan dalam diri Anda, telah ribuan karya dihasilkan oleh Ulama2 Islam yang membahas dan mengulas hal tersebut, lantas haruskah Anda kemudian tetap bersejalan dalam pemahaman dengan kaum materialisme barat itu?
Bila Anda ragu tentang kredibilitas dari Ulama2 tersebut mengapa tidak anda buka Al Quran, percayalah yang Anda butuhkan hanyalah WAKTU dan HATI….itu saja!
Guru saya sering mengingatkan kami semua,
Agama itu adalah PILIHAN kesadaran diri kita sendiri yang mana nantinya akan kita pertanggungjawabkan dihadapkan Pemiliknya
Salam Damai