Syeikh Ibnu Abdil Wahhab berkata:
Jika dia berkata: apakah Anda mengingkari syafa’at Rasulullah Saw dan berlepas darinya? Maka jawablah, aku tidak mengingkarinya dan tidak berlepas diri darinya, beliau adalah orang yang disyafa’ati serta aku sendiri mengharap syafa’atnya. Akan tetapi semua syafa’at milik Allah, seperti firman-Nya:
قُلْ لِلَّهِ الشَّفاعَةُ جَميعاً
Katakanlah:” Hanya kepunyaan Allah syafa’at itu semuanya. (Az-Zumar: 44)
Dan dia tidak memberikan syafa’at kecuali setelah diberi izin oleh Allah, sebagaimana firman Allah:
مَن ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
Tidak ada orang yang dapat memberi syafa’at di sisi-Nya tanpa seizin-Nya. (Al-Baqarah: 255)
Allah tidak memberikan syafa’at kecuali setelah diberi izin oleh-Nya, sebagaimana firman Allah:
وَ لا يَشْفَعُونَ إِلاَّ لِمَنِ ارْتَضى
dan mereka tiada memberi syafa’at melainkan kepada orang yang diridai Allah. (Al-Anbiya’: 28)
dan Allah tidak akan rela kecuali tauhid, sebagaimana firman-Nya:
وَ مَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلامِ ديناً فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ
Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali- kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya. (Ali Imran: 85)
Jika syafa’at itu milik Allah semata dan tidak akan terjadi kecuali setelah izin-Nya. Nabi saw. dan selainnya tidak akan memberikan syafa’at sehingga Allah mengizinkan dan Allah tidak mengizinkan kecuali untuk Ahli tauhid maka jelaslah bahwa syafa’at itu milik Allah saja, maka mintalah dari-Nya. Maka aku katakan: ya Allah janganlah Engkau halangi diriku untuk mendapatkan syafa’atnya, ya Allah berikanlah syafa’at dia untuk diriku dan contoh-contoh yang lain.
Jika dia berkata, Allah telah memberikan syafa’at kepada nabi dan aku meminta hal yang diberikan oleh Allah kepadanya. Maka jawablah, sesungguhnya Allah telah memberikan syafa’at kepadanya tapi Dia melarangmu untuk melakukannya. Allah berfirman:
فَلا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَداً
Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.(Al-Jin: 18)
Jika Anda menyeru Allah agar supaya nabi memberi syafa’at kepadamu maka taatilah firman-Nya:
فَلا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَداً
Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.(Al-Jin: 18)
__________
Catatan 18:
Makna Syafa’at
Perlu saya ingatkan bahwa kata syafa’at diambil dari kata asy Syaf’u yang artinya ganda lawan katanya adalah al witru yang artinya tunggal.. Kata syafa’at dipergunakan untuk arti perantara dan kata syafî’ untuk arti penengah dikarenakan peran penengah itu bergabung dengan peran-peran lain dalam upaya merealisasikan apa yang menjadi keinginan kita, seperti menyelamatkan si pendosa dari siksa atau mendapatkan kesembuhan bagi si sakit dll.
Peran si pemberi syafa’at (Syafî’) adalah dalam kerangka kedekatan dan kedudukannya yang istimewa di sisi Allah SWT. Ia akan memberikan syafa’at dalam arti berkenan menjadi perantara dalam memohonkan apa yang menjadi keinginan si pendo’a/pemohon syafa’at, seperti agar Allah memberikan ampunan, kesembuhan, kelapangan rizki, kesuksesan dalam urusannya dan lain sebagainya. Semua itu ia lakukan dalam batasan syarat-syarat tertentu dan dengan seizin Allah SWT.
Dengan kata lain, syafa’at itu adalah pertolongan dari si syafî’ (pemberi syafa’at) dengan izin Allah untuk orang-orang tertentu yang tidak terputus hubungan spiritualnya dengan Allah SWT. kendati mereka terjebak dalam dosa.
Dengan ungkapan ketiga dapat dikatakan di sini: Syafa’at adalah pertolongan dari pribadi yang lebih tinggi kedudukannya untuk hamba yang rendah kedudukannya, dengan syarat orang yang rendah itu memiliki kesiapan untuk menerima anugerah tersebut!
Demikianlah umat Islam memahami konsep Syafa’at sesuai dengan ayat-ayat Al Qur’an dan Sunnah Shahihah! Tidak seorang pun yang beranggapan bahwa syafa’at adalah pasti didapat oleh siapapun betapapun ia tidak memiliki hubungan spiritual dengan Allah SWT sama sekali! Atau beranggapan bahwa Nabi Muhammad saw. atau para pemberi syafa’at/syufa’â’ lainnya dapat memberikan syafa’at dengan atau tanpa izin Allah SWT.
Jadi, sebenarnya apa yang disampaikan Ibnu Abdil Wahhab bukankah sesuatu yang baru ia temukan dalam konteks kemurnian Tauhid! Sehingga ia menari-nari kegirangan setelah menemukan keterangan dalam Al Qur’an bahwa syafa’at itu akan terealisasi dengan dua syarat:
Pertama, hendaknya yang akan diberi syafa’at adalah mardhiy/orang yang diridhai Allah SWT.
وَ لا يَشْفَعُونَ إِلاَّ لِمَنِ ارْتَضى
“Dan mereka tiada memberi syafa’at melainkan kepada orang yang diridai Allah.” (QS. Al Anbiya’: 28)
Kedua, si pemberi syafa’at akan memberikannya setelah ia mendapat izin dari Allah SWT.
مَن ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
Tidak ada orang yang dapat memberi syafa’at di sisi-Nya tanpa seizin-Nya. (QS. Al Baqarah: 255)
Seperti telah dijelaskan panjang lebar pada catatan sebelumnya.
Dan itulah sepertinya yang dimaksud bahwa syafa’at itu adalah milik Allah SWT. seperti ditegaskan dalam banyak ayat Al Qur’an di antaranya:
قُلْ لِلَّهِ الشَّفاعَةُ جَميعاً.
“Katakanlah: ”Hanya kepunyaan Allah syafa’at itu semuanya.” (QS. Az Zumar; 44)
Allah SWT lah pemilik syafa’at. Tidak seorang makhluk pun, baik ia seorang nabi mulia atau malaikat terdekat dapat memberikan syafa’at kecuali dengan dua syarat yang telah saya sebutkan di atas.
Dan bukanlah makna ayat itu bahwa hanya Allah SWT lah yang akan bertindak memberikan syafa’at dan selain Allah SWT tidak mmeberikannya! Sebab –seperti telah Anda ketahui dari makna syafa’at bahwa ia adalah menjadi perantara dalam memohonkan sesuatu kepeda si pemilik sesuatu itu agar ia berkenan menganugerahkannya kepada si peminta- Allah SWT tidak akan menjadi perntara untuk meminta sesuatu kepada pihak lain!! Justeru para nabi, para wali dan para malaikat lah yang akan menjadi syufa’â’ dan memberikan syafa’at sisi Allah SWT.
Juga makna ayat itu bukan: adalah terlarang atas kalian meminta syafa’at dari orang-orang yang dijadikan syufa’â’ oleh Allah SWT!
Ibnu Jarir ath Thabari, Abdu ibn Humaid, Ibnu al Mundzir dan al Baihaqi dalam kitab al Ba’tsu wa an Nusyûr meriwayatkan dari Mujahid –seorang mufassir Salaf kepercayaan kaum Wahhabiyah Salafiyah- ia berkata:
{ لِلَّهِ الشَّفاعَةُ جَميعاً}. أي لا يَشْفَعُ أحدٌ إلاَّ بِإِذْنِهِ.
“Katakanlah: ”Hanya kepunyaan Allah syafa’at itu semuanya.” Yaitu tidak ada yang memberikan syafa’at kecuali dengan izin-Nya.” (Tafsir ad Durr al Mantsûr,5/618)
Keterangan ini semakin jelas jika Anda perhatikan rangkaian ayat di atas secara lengkap:
أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ شُفَعاءَ قُلْ أَ وَ لَوْ كانُوا لا يَمْلِكُونَ شَيْئاً وَ لا يَعْقِلُونَ .
“Bahkan mereka mengambil pemberi syafaat selain Allah. Katakanlah: ”Dan apakah (kamu mengambilnya juga) meskipun mereka tidak memiliki sesuatu pun dan tidak berakal.”(QS. Az Zumar [39]; 43 (
قُلْ لِلَّهِ الشَّفاعَةُ جَميعاً لَهُ مُلْكُ السَّماواتِ وَ الْأَرْضِ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ .
“Katakanlah: “Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nya lah kamu dikembalikan.” (QS. Az Zumar [39]; 44)
Ayat di atas dalam rangka membantah kaum yang menjadikan arca dan batu sesembahan/âlihah mereka sebagai syufa’â, mereka berkata, “mereka itulah pemberi syafa’at kami di sisi Allah” padahal sesembahan mereka itu tidak memiliki hak syafa’at dan tidak pula berakal sehingga dapat memberikan syafa’at!! Demikian dijelaskan para mufassir.
Ibnu Katsîr berkata, “Allah –Ta’ala- berfirman mengecam kaum Musyrikin dalam menjadikan patung-patung sesembahan mereka dan sekutu Allah sebagai syufa’â’ (memberi syafa’at) dari inisiatif mereka sendiri tanpa dalil dan bukti yang mendorong mereka untuk itu! Patung-patung dan sesembahan selain Allah itu tidak memiliki sesuatu apapun, bahkan mereka tidak berakal, tidak dapat mendengar dan melihat. Ia adalah benda mati yang jauh lebih buruk keadaannya dibanding binatang! Kemudian Allah berfirman: “Katakan” hai Muhammad kepada mereka yang mengaku bahwa sesembahan mereka akan menjadi pemberi syafa’at untuk mereka di sisi Alah… beritahu mereka bahwa syafa’at di sisi Allah tidak akan berguna kecuali buat orang yang Dia ridhai dan Dia izinkan. Semua urusannya kembali kepada-Nya.
مَن ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak ada orang yang dapat memberi syafa’at di sisi-Nya tanpa seizin-Nya.” (Tafsît al Qur’ân al ‘Adzîm,4/55)
Setelah keterangan di atas, adalah aneh keterangan Syeikh Ibnu Abdil Wahhab di sini yang menyimpulkan bahwa karena syafa’at semuanya adalah milik Allah SWT maka mintalah dari Allah dan jangan meminta dari seseorang walaupun ia orang yang diberi hak mensyafa’ati, yaitu Nabi Muhammad saw.!
Pemaknaan Ibnu Abdil Wahhab seperti di atas adalah jelas batil dan menyimpang, teks ayatnya tidak mendukung penyimpangan tafsir itu, serta tidak seorang pun dari para mufassir Salaf yang mendukungnya. Dan lebih dari itu, pemaknaan seperti itu jelas-jelas menyalahi kebijakan dan hanya mengada-ngada…. bagaimana tidak? Bukankah dengan pemaknaan seperti itu seakan Allah SWT berfirman: Mintalah dari manusia segala apapun yang mereka masih mampu melakukannya! Mintalah dari mereka agar memndoakan kalian (dan seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa syafa’at tidak keluar dari permintaan doa)! Tetapi adalah terlarang atas kalian untuk meminta dari Nabi Muhammad saw. agar berkenan memberikan syafa’at untuk kalian di dunia dan di akhirat! Adalah terlarang atas kalian meminta dari Nabi Muhammad saw. agar berkenan mendoakan kalian, walaupun Allah telah memberi beliau syafa’at dan menjadikan beliau sebagai Syafî’ Musyaffa’. Jika kalian memintanya dari beliau maka kalian telah kafir dan menyekutukannya dengan Allah SWT!
Coba perhatikan! Adakah orang waras akan berbicara demikian?! Omongan seperti itu pantasnya keluar dari seeorang yang gila atau ediot!! Lalu mengapakah sekarang mereka nisbatkan ucapan seperti itu kepada Allah SWT?! Maha suci Allah dari anggapan kaum jahil!!
Meminta Syafa’at Kepada Nabi Muhammad ssaw. Adalah Sama dengan Menyeru Selain Allah SWT
Di sini saya hendak menutup ulasan ini dengan menyebut kembali apa yang ia jadikan dasar larangan meminta syafa’at kepada Nabi Muhammad saw.!
Jika Anda bertanya kepada Imam Besar Wahhabiyah: Mengapa tidak boleh meminta syafa’at dari Nabi Muhammad saw.? bukankah beliau telah diberi hak untuk mensyafa’ati umatnya?!
Di sini, Imam Besar kaum Wahhabiyah menegaskan: Benar bahwa Allah telah memberinya syafa’at, tetapi Allah SWT telah melarangmu untuk memintanya dari Nabi!
Dimanakah Allah melarang meminta syafa’at dari Nabi Muhammad saw.?
Maka Imam Besar kaum Wahhabiyah akan membacakan untuk Anda ayat:
فَلا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَداً
Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (QS. Al Jin: 18)
Jadi ketika kita mengucapkan: “Wahai Rasulullah, berilah aku syafa’at!” Maka dalam pandangan Syeikh Ibnu Abdil Wahhab adalah menyeru selain Allah dan itu artinya kita telah menyekutukan Allah SWT. sebab menyeru selain Allah adalah ibadah!!
Dan kepalsuan serta kebatilan anggapan ini telah saya jelaskan sebelumnya, maka dari itu tidak perlu saya ulangn di sini!
Syafa’at Rasulullah saw Hanya Untuk Kaum Wahhabiyah!
Syeikh Ibnu Abdil Wahhab menegaskan bahwa “syafa’at semuanya adalah milik Allah SWT semata dan tidak akan terjadi kecuali setelah izin-Nya. Nabi saw. dan selainnya tidak akan memberikan syafa’at sehingga Allah mengizinkan dan Allah tidak mengizinkan kecuali untuk Ahli tauhid”. Sementara dalam pandangan Syeikh Ibnu Abdil Wahhab yang layak disebut sebagai Ahli Tauhid hanya mereka yang menerima pemaknaan tauhid seperti yang ia fatwakan dengan harus memenuhi sederetan syarat yang sulit dan berbelit yang tidak disyaratkan Allah dan Rasul-Nya, sehingga tidak akan masuk ke dalam lingkaran Ahli Tauhid kecuali Syeikh sendiri dan para pengikutnya, maka tidaklah salah jika ada yang mengatakan bahwa syafa’at Rasulullah saw. itu hanya akan diperoleh kaum Wahhabiyah saja! Tepatnya penduduk ad Dir’iyah dan al Uyainah… sebab selain mereka, umat Islam di berbagai belahan penjuru dunia Islam adalah belum layak disebutk Mukimn Muslim karena mereka adalah menyembah selain Allah dalam praktik-praktik ritual mereka seperti bertawassul, beristighâtsah, memohong syafa’at dari Nabi saw. dll.
Filed under: Akidah, Fatwa Pensesatan, Kasyfu asy Syubuhat, Manhaj |
Kalau yang memilikinya memang cuma allah dan tiada orang yang bisa memberikan syafaat kecuali setelah izin allah kenapa tidak langsung aja minta pada allah????
Siapa yang menjamin bahwa syekh fulan, habib fulan, wali fulan telah mendapat izin dari allah untuk ngasih syafaat sehingga kita meminta padanya??? Ingat…bung ini urusan ghaib gak ada yang tahu!!!! Sedang nabi muhammad aja yang telah diberitakan bahwa beliau adalah orang yang akan diberi izin oleh allah untuk memberi syafaat aja gak pernah ngajarin cara2 kaya gitu, beliau lebih mendorong umatnya untuk berdoa pada allah secara langsung serta memohonkan buat beliau agar allah memberi tempat yang mulia bagi beliau (termasuk izin buat ngasih syafaat) sehingga kita akan menjadi orang yang bakal dikasih syafaat oleh beliau.
Lha praktik yang ada dikalangan umat sekarang ini lebih menjurus pada perlakuan penuhanan pada beliau karena tidak lagi mengindahkan bahwa syafaat itu mutlak milik allah swt. malah mereka meminta langsung pada nabi hal2 yang bukan kekuasaan beliau…
Abu Salafy:
Semua yang Anda katakan itu muncul dari ketidak fahaman akan makna syafa’at!
Baca dan renungkan kembali ulasan saya dan baca juga keterangan para ulama Ahlusunnah tentang masalah Syafa’at, agar tidak terjetuh dalam kerancuan dan kesalahan.
Coba Anda renungkan ini! Memberikan ampunan/masgfirah hanya hak ALlah dan hanya Allah yang punya hak itu!! Itu jelas kan?! Lalu di hadapan kita ada dua pilihan: 1) Langsung memohon maghfirah kepadas Allah.
هو أهل التقوى و أهل المغفرة
pilihan kedua: Kita meminta kepada seorang Mukmin agar memintakan ampunan/maghfirah kepada Allah untuk kita!
Nah, apakah praktik kedua ini akan menjurus pada perlakuan penuhanan pada beliau karena tidak lagi mengindahkan bahwa pemberian maghfirah itu mutlak milik Allah??? swt.
Jadi nasihat saya untuk Anda wahai benthaleb agar belajar dulu yang dalam-dalam tentang Islam!
@ Abu Salafy
Berarti nt yang pemahaman agamanya luar biasa!!!! wowwwwwww ……………………………….kereeeeeeeeeeeeenn
Kalau nt baca lagi pasti pertanyaan Ma’tuh nt gak terucap lagi:
Kita meminta kepada seorang Mukmin agar memintakan ampunan/maghfirah kepada Allah untuk kita!
dari Dulu ana sudah bilang bahwa minta DOAKAN pada orang mukmin YANG MASIH HIDUP DAN BERNAPAS SERTA MAMPU itu boleh kan…? yang jadi soal adalah mintanya pada orang yang sudah tiada alias meninggal inilah yang jadi pembahasannya jadi klau nt bikin contoh harus juga tahu apa yang jadi topik pembicaraan agar kesan Ma’tuh pada nt gak keliatan.
Abu Salafy:
Kalau yang mati itu seorang Wahhabi yang membenci keturunan Nabi Muhammad saw. atrau seorang singkek Arab yang kerjanya Rentenir pasti ia dineraka jadi tidak bisa dimintai apa-apa, akan tetapi kalau yang mati itu seorang mujahid fi sabilillah, seorang nabi, seorang waliyullah, maka kata Allah dia itu hidup di sisi Allah, jadi tidak sia-sia meminta kepada yang hidup di sisi Allah…..
QS. Ali Imran (3) : 169
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki
Wallahu A’lam
@BENTHALEB..
wan benthaleb mati yang dimaksud di atas mati di dunia tapi di akhirat mereka hidup..orang hidup di akhirat itu tidak bergantung dengan waktu dan zaman jadi dia hidup sampai ….nanti…kalau ndak nyambung coba nt kontak abdul wahab siapa tau dia bisa d kontak wan
@berabeh
Kalo para syahid dan ulama mujahid Insya Allah Ruh mereka tetap hidup disisi Allah SWT, sebagaimana Firman-Nya. Tapi kalo Ruh nya Ulama Wahabi dan pengikutnya udah pasti jadi ruh gentayangan, maklum mereka kan nggak percaya Firman Allah SWT tersebut.
makanya kalo kita masuk kuburannya wahabi nggak perlu kasi salam… karena ruh mereka pada gentayangan entah kemana ….
@BENTHALEB..
@BENTHALEB LUCU DEH KAMU INI</b.
HUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUU
LHO KOQ ……………………
Adam Bertawassul dengan nabi Muhammad SAW.
” tersebut dalam hadits, bahwa Adam bertawassul dengan Nabi Muhammad SAW. Al Hakim berkata dalam kitabnya Al Mustadrak, dari Umar Ra, ia berkata, Rasululloh SAW bersabda, ” Tatkala Adam melakukan kesalahan, dia berkata, ” Wahai Rabb-ku, aku memohon kepada-Mu dengan hak Muhammad karena dosa-dosaku, agar engkau mengampuniku. Lalu Allah berfirman, ” Wahai Adam, bagaimana engku mengenal Muhammad sedang Aku belum menciptakannya ? Adam menjawab, ” Wahai Rabb-ku, karena engkau tatkala menciptakanku dengan ” Tangan-Mu’ dan meniupkan “Ruh-Mu ” ke dalam diriku, maka Engkau mengangkat kepalaku, lalu aku melihat di atas kaki-kaki ( penyangga ) Arasy tertulis ” Laa Ilaaha Illallahu Muhammadur-Rasulullah ” sehingga aku tahu bahwa Engkau tidak menambahkan ke dalam nama-Mu kecuali Mahluk yang Engkau paling cintai. ” Lalu Allah berfirman, ” Benar engkau wahai Adam, sesungguhnya Muhammad adalah mahluk yang paling Aku cintai, berdoalah kepada-Ku dengan hak dia, maka sungguh Aku mengampunimu, sekiranya tidak ada Muhammad, maka aku tidak menciptakanmu ( Adam ). ” (HR Al Hakim dalam kitab Al Mustadrak dan di shahihkannya.Juz II, hal 615)
salam,