Kitab Kasyfu asy Sybubuhât Doktrin Takfîr Wahhâbi Paling Ganas (6)
Maka Nabi saw. datang menyeru mereka kepada Kalimat Tauhid, La ilaha Illallah. Dan yang dimaksudkan oleh kalimat ini adalah maknanya, bukan sekedar melafazkannya. Orang-orang kafir yang dungu mengetahui bahwa maksud Nabi dari kalimat ini adalah meng-esakan Allah dengan hanya bergantung kepada-Nya dan mengingkari sesembahan selain Allah serta berlepas diri darinya, hal itu terungkap saat mereka diminta untuk mengucapkannya kalimat Lailaha Illallah, mereka menjawab:
أَ جَعَلَ الْآلِهَةَ إِلهاً واحِداً إِنَّ هذا لَشَيْءٌ عُجابٌ
”Apakah tuhan-tuhan dapat dijadikan menjadi tuhan yang satu? Sesungguhnya ini benar- benar suatu hal yang sangat mengherankan. (QS.Shad: 5)
_______________________
Catatan 6:
Pertama-tama, perlu kami tegaskan di sini bahwa Nabi Muhammad saw. menerima dan memberlakukan hukum dzahir Islam atas sesiapa yang melafadzkan Kalimah Tauhid sekalipun ia berpura-pura dan tidak tulus dalam mengucapkannya. Dengannya, seseorang dapat dibentengi dari dikafirkan dan dicucurkan darahnya. Sementara, Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb mengabaikan ketetapan itu, ia tidak segan-segan menghukum kafir dan halal darah-darah kaum Muslimin yang hidup sezaman dengannya, padahal mereka mengucapkannya dengan penuh ketulusan.
Kaum Munafiqin yang hidup di zaman Nabi saw. mengucapkan dua kalimah Syahâdatain dengan lisan mereka, tanpa meyakininya, dan Nabi saw. pun mengetahui hal itu, namun demikian beliau tidak menghukumi mereka secara dzahir dengan hukum kaum kafir dan menghalalkan darah-darah mereka. Adapun kaum Muslimin yaang hidup se zaman dengan “Syeikh” (Ibnu Abdul Wahab), darah-darah dan harta mereka tidak dihormati…. kalimah Syahâdatain yang mereka ucapkan tidak digubris oleh Syeikh… rukun-rukun Islam yang mereka tegakkan belum dianggap cukup untuk mencegah jiwa dan harta untuk dihalalkan!
Kedua, Sepertinya Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb sedang berboros-boros kata-kata untuk sesuatu yang tidak perlu diperpanjang. Sebab tidak ada relefansinya apa yang ia katakan dengan klaim awalnya yang mengatakan bahwa kau Muslimin telah menyekutukan Allah dengaan sesembahan lainnya!
Kaum Muslimin memahami dengan baik bahwa inti seruan Rasulullah saw. adalah mengesakan Allah dalam penghambaan dan penyembahan. Tidak ada seorang pun dari umat Islam yang tidak memahami inti dasar seruan beliau itu! Hanya saja Syeikh ingin memperlebar cakupan makna penghambaan sehingga mencakup banyak hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan penghambaan, namun Syeikh beranggapan bahwa hal-hal tersebut adalah bagian inti dari penghambaan, kemudian atas dasar anggapan dan pahamannya yang menyimpang dan tidak berdasar itu ia menuduh umat Islam telah menyembah selain Allah SWT.
Ketiga, Semua mengetahui bahwa inti seruan Rasulullah saw. adalah menerima dengan sepenuh jiwa Kalimah Tauhid, tidak hanya sekedar mengucapkannya. Lalu apa maksudnya Syeikh mengatakan: “Dan yang dimaksudkan oleh kalimat ini adalah maknanya, bukan sekedar melafazkannya” kalau bukan hendak menuduh bahwa kaum Muslimin di zaman beliau telah menyekutukan Allah SWT dalam penyembahan, dan mereka tidak mengerti dari konsekuensi Kalimah Tauhid itu selain mengucapkannya belaka! Mereka tidak mengerti bahwa makna Kalimah Tauhid yang diminta untuk diimani dan dijalankan adalah: “Tiada sesembahan, ma’bûd yang berhak disembah melainkan Allah.” Sementara itu, kaum Musyrikun yang jahiliyah itu justru telah memahaminya! Seperti ia tegaskan dalam paragrap di bawah ini.
Jika Anda mengetahui bahwa orang-orang yang jahil dari kalangan kaum Kuffâr itu memahami hal tersebut, maka yang sangat menherankan adalah ketidaktahuan orang-orang yang mengaku sebagai seorang muslim terhadap tafsir dari kalimat ini yang dapat dipahami oleh orang-orang yang jahil dari kalangan kaum Kuffâr. Bahkan ia (yang mengaku Muslim itu) beranggapan bahwa makna Kalimah itu hanya sekedar pengucapannya tanpa dibarengi oleh keyakinan hati nurani terhadap maknanya.
______________________
Catatan 7:
Apa yang dikatakan Syeikh di sini adalah murni kebohongan. Tidak ada seorang pun dari kaum Muslimin, serendah apapun pendidikannya berpendapat bahwa makna Kalimah Tauhid sekedar mengucapkannya saja tanpa harus diyakini dalam jiwa dan diwujudkan konsekuensinya dalam tindakan!
Umat Islam tanpa terkecuali, baik awam apalagi para ulama meyakini bahwa Kalimah Syahâdatain itu tidak cukup sekedar diucapkan dengan lisan tanpa dibarengi dengan keyakinan dalam jiwa. Dan mereka tidak ragu barang sedikitpun bahwa sekedar mengucapkannya tanpa dibarengi dengan keyakinan dalam jiwa adalah kemunafikan yaang mereka kecam! Umat Islam sepakat mengecam sesiapa yang ucapannya bertentangan dengan keyakinan hatinya. Bahkan kaum kafir sakali pun mengecam hal itu!
Lalu bagaimana Syeikh beranggapan bahwa kaum Muslimin yang hidup di zamannya berpendapat bahwa dengan sekedar mengucapkan Kalimat Tauhid saja tanpa dibarengi dengan meyakininya itu sudah cukup menjamin kebahagian dunia dan akhirat!
Bagaimana Syeikh beranggapan bahwa kaum Muslimin yang hidup di zamannya membolehkan untuk kita, misalnya untuk mengatakan: Lâ Ilâha Illa Allah, sementara pada waktu yang sama kita menyembah selain Allah… kita mengatakan: “Muhammad Rasulullah” dan pada waktu yang sama kita mengingkari kenabian dan kerasulannya?!
Apakah Syeikh mengangap mereka senaif dan sedungu itu?! Atau jangan-jangan itu hanya khayalan Syeikh belaka, atau bisikan dari qarîn-nya!
Jika praktik tabarruk, tawassul, tasyaffu’ dan istightsah yang dilakukan umat Islam sejak zaman Salaf Shaleh; para sahabat dan tabi’în yang dimaksud oleh Syeikh sebagai penyembahan dan penghambaan kepada selain Allah SWT dan itu dalam hemat Syeikh artinya umat Islam membolehkan menyembah selain Allah, maka anggapan itu sangat keliru. Sebab, paling tidak, dia harus menyadari bahwa umat Islam; para ulama dan awamnya yang melakukan praktik-praktik tersebut di atas memiliki banyak bukti yang membenarkan dan melegalkannya! Atau paling tidak, dalam hemat mereka praktik-praktik itu tidak menyalai prinsip Tauhid. Buku-buku yang mereka tulis untuk membuktikan di-syari’at-kannya apa yang mereka praktikan dipenuhi dengan dalil-dalil akurat dan kuat… Dan sekalipun Syeikh tidak menyetujuinya dan tidak menganggapnya dalil yang berarti, maka paling tidak hal itu dapat diangap sebagai syubhat dan ta’wil dalam melegalkan praktik mereka yang tentunya, jika diuji kualitas, ia tidak kalah kuat dengan syubhat dan alasan-alasan Syeikh dan kaum Wahhabiyah dalam mengafirkan kaum Muslimin! dan menggolongkan mereka lebih kafir dari kaum kafir Quraisy!
Tetapi, sulit rasanya beribicara dengan orang yang berani mengada-ngada kebohongan atas nama kaum Muslimin!
[Bersambung]
Filed under: Akidah, Fatwa Wahabi-Salafy, Ibnu Abdul Wahab, Kasyfu asy Syubuhat, Kenaifan Kaum Wahhabi, Manhaj, Mengenal Pemimpin Wahabi, Wahabi dan Pengkafiran Umat Islam, Wahhabi Versus Ulama Islam |
anda bicara hukum dzahir, dalam klekafiran dan kesyirikanpun ya harus dipakai, jagan cuma buat yang melafadzkan syahadat saja hukum dzahir digunakan……”?? yang adil donk massssss
baca syahadat tapi tetap syirik = jahil thd makna syahadat
Semoga Allah Azza wa Jalla menunjukkan antum ke jalan yang lurus, yaitu jalan para salaf…
____________
-Abu Salafy-
Amin. Terima kasih atas doanya. Tapi biar jelas, siapa ya salaf yang saudara maksdukan?
A) Seluruh sahabat Nabi SAW.?
B) Sebagian sahabat?
C) Seluruh sahabat dan Tabi’in?
D) Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dkk?
Atau siapa ya?