Sekte wahhabiyah Pewaris Konsep Mujassimah

Sekte wahhabiyah Pewaris Konsep Mujassimah

Dalam beberapa artikel telah kami sebutkan bahwa Wahhâbiyah dalam pokok-pokok pikiran dasarnya, khususnya dalam masalah teks-teks keislaman tentang “Sifât Allah” berseberangan dengan para Salaf ash-Shaleh…. Kaum Wahhâbiyah lebih mewarisi pikiran dan pandangan kaum Mujassimah walaupun mereka menolak disebut sebagai berpikiran tajsîm.

Di antara rentetan masalah terkait dengan masalah “Sifât” Allah SWT. kaum Mujassimah, seperti juga Wahhâbiyah meyakini bahwa Allah berada di sebuah tempat tepatnya di langit.

Sederetan ayat disebut-sebut sebagai dasar keyakinan ini. Dan usaha menafsirkan apapun yang dilakukan para ulama untuk memahami ayat-ayat tersebut dalam koridor majâzi dituduhnya sebagai mempermainkan ayat-ayat suci Al Qur’an… para pelakunya mereka tuduh sebagai kaum Mu’aththilah (yang mengosongkan Allah dari menyandang sifat-sifat). Sebagaimana banyak hadis yang diatas-namakan Nabi saw. juga dibawa-bawa, dari mulai hadis yang dari sisi sanadnya shahih hingga hadis-hadis palsu pun mereka usung!

Diantara hadis terkuat yang mereka selalu andalkan dalam mendasarkan keyakinannya dan tidak jarang karenanya mereka mengafirkan siapa saja yang tidak menyetujui keyakinan mereka itu, adalah hadis riwayat Imam Muslim dalam Shahih-nya.

Imam Muslim dalam afrâd-nya [1] meriwayatkan dari jalur Mu’awiyah ibn al Hakam, ia berkata, “Aku memiliki seorang budak wanita yang mengembala kambing-kambingku. Lalu pada suatu hari ia pergi mengembala, maka tiba-tiba seekor srigala memangsa seekor kambingku. Aku ini anak Adam (manusia biasa) menyesali seperti hal mereka juga menyesali (jika kehilangan hartanya), maka aku pukul budak itu dengan keras. Kemudian aku mendatangi Rasulullah saw. Dan beliau pun menegurku dengan keras. Aku berkata, “Apa aku perlu memerdekakannya?

Nabi saw. Bersabda kepadaku:

إئْتِنِيْ بِها!

فَأَتَيْتُ بها.

فقال لها: أيْنَ اللهُ؟

قالتْ: في السماءِ.

قال: مَنْ أنا؟

قالتْ: أنتَ رسولُ اللهِ.

قال: إِعْتِقْها فَإِنَّها مُؤْمِنَةٌ.

Nabi saw. Bersabda: “Bawalah dia kepadaku!

Maka aku bawa ia menemui beliau.

Beliau bertanya kepadanya, “Di manakah Allah?”

Budak itu menjawab, “Di langit.”

Nabi saw. Bersabda, “Siapa aku?”

Ia menjawab, “Engkau adalah Rasul, utusan Allah.”

Nabi saw. Bersabda, “Merdekakan dia, sesungguhnya ia seorang mukminah.”

(HR. Muslim,1/382-384/hadis no: 537)

Inilah hadis yang paling diandalkan kaum Wahhâbiyah, tidak terkecuali Mufti Agung Wahhabi Syeikh Abdul Aziz ben Bâz, seperti disebutkan dalam fatwanya, dan yang atas dasar itu ia menvonis kafir dan sesat-menyesatkan serta telah membohongkan Allah dan Rasul-Nya!!

Abu Salafy berkata:

Pertama-tama yang harus kita cermati ketika mengangkat sebuah riwayat/hadis sebagai hujjah/bukti adalah bahwa kesahihan hadis dari sisi sanadnya saja belum cukup. Sebab dalam hal kayakinan perlu ditegakkan di atas dasar pondasi yang kokoh… hadis yang dijadikan dasar hendaknya mutawâtir sehingga ia memberikan kepastian informasi, ilm. Demikian yang ditegaskan para ulama Islam.

Al Hafidz Ibnu Abdil Barr berkata, “Para ulama kami dan selainnya berselisih pendapat tentang hadis/khabar wâhid yang adil (yang belum mencapai derajat mutawâtir), apakah ia memberikan kepastian ilmu dan amal (boleh menjadi dasar pengamalan) atau hanya amal saja? Menurut mayoritas ulama kami (mazhab Malikiyah), ia hanya menentukan amal saja tidak memberikan kesimpulan ilmu pasti! Ini adalah pendapat (Imam) Syafi’i dan jumhûr Ahli Fikih dan Teologi. Menurut mereka tidak-lah memberikan kepastian ilmu kecuali yang dikuatkan dari Allah dan memutus semua uzur sebab ia telah datang dari jalur pasti yang tidak diperselisihkan lagi.

Setelahnya ia menyebutkan pendapat ulama yang berpendapat bahwa ia meberikan kepastian ilmu dzâhir (bukan sekedar dzan, yaitu hanya dalam furû’) dan juga memberikan kepastian diamalkan.

Kemudian ia menutup dengan kata-kata, “Dan pendapat yang kami yakini adalah ia hanya memberikan ketentuan amal saja tidak memberikan kepastian ilmu, seperti empat orang saksi. Dan atas pendapat ini kebanyakan Ahli Fikih dan Hadis.” [2]

Dalam Shahihnya, Imam Bukahri menuliskan sebuah bab dengan judul:

بابٌ: ما جاءَ فِيْ إجازَةِ خَبَرِ الواحِدِ الصًّدُوقِ في الأذانِ و الصلاةِ و الصومِ و الفرائِضِ و الأحكامِ.

Bab: Apa-apa yang datang tentang dibolehkannya bersandar dengan khabar seorang yang jujur dalam masalah adzan, shalat, puasa dan kewajiban-kewajiban serta hukum.

Ibnu Hajar mengomentari kata-kata Imam Bukhari di atas dengan, “Kata-katanya dan kewajiban-kewajiban setelah menyebut adzan, shalat, puasa temasuk menyambung kata umum dengan kata khusus. Dan disebutkan secara khusus tiga kewajiba/hukum itu sebagai bukti perhatian atasnya. Al Kirmâni berkata, ‘Hal itu agar diketahui bahwa ia (khabar seorang yang jujur) itu hanya berkalu dalam masalah amalan saja tidak dalam hal keyakianan.’” (Fath al Bâri,13/231)

Serta banyak komentar lainya dari para ulama seperti al Khathib al Baghdadi dalam al Kifâyah Fi ‘Ilmi ad Dirâyah:432, al Hafidz al Baihaqi dalam al Asmâ’’’ wa ash Shifâf:357, Imam an Nawawi dalam Syarah Muslim,1/131 dll.

Bahkan Ibnu Taimiyah –panutan kaum Wahhâbiyah pun- mengakui kaidah ini. Ia berkata dalam Minhâj as Sunnah-nya,2/133:

“Hadis yang ia bawa ini adalah hadis âhad, maka bagaimana dapat ditetapkan dengannya sebuah ashl, prinsip agama yang tidak sah keimanan tanpanya?!”

Dari ini semua dapat ditegaskan di sini bahwa hadis âhad hanya memberikan dzan/dugaan bukan ilm/kepastian ilmu. Karenannya tidak boleh dasar akidah ditegakkan di atas pondasi hadis âhad!

Kedua, Seperti diketahui para santri yang rajin bergelut dalam dunia ilmu hadis, apalagi Pakar dan Ahli Hadis bahwa bisa jadi sebuah hadis itu dari sisi sanadnya shahih; sanadnya bersambung melalui perantara para perawi yang adil dan punya dhabth/ketepatan hafalan, akan tetapi ia sebenarnya sedang mengidap penyakit, illah atau mengalami keganjilan, syudzûdz.

Biasanya adanya keganjilan dan penyakit itu hanya diketahui oleh pakar Ahli Hadis yang memiliki ketelitian tinggi. Adapun selain mereka, pasti akan kesulitan mengidentifikasi adanya cacat tersembunyi tersebut.

Al Hafidz Ibnu al Jawzi berkata, “Ketahuilah bahwa hadis-hadis itu memiliki kedetailan-kedetailan dan cacat-cacat yang tidak diketahui kecuali oleh para pakar, ulama dan fukaha, terkadang dalam susunannya dan terkadang dalam kupasan kandungannya… “ (Daf’u Syubah at Tasybîh:143)

Dan bagi Anda yang berminat mengetahui lebih lanjut dipersilahkan merujuk kitab Ma’rifah ‘Ulûm al Hadîts; al Hâkim an Nisyaburi:112, naw/habasan: 27 dan Tadrîb ar Râwi; Jalaluddin as Suyuthi,1/233.

Setelah Anda ketahui dua mukaddimah di atas, Anda kami ajak untuk meneliti hadis andalah kaum Wahâbiyah dalam menetapkan konsep “Allah Bersemayam di Langit” dan barang siapa menolaknya maka ia kafir dan sesat menyesakan!! Demikian vonis sadis Ben Bâz!!

Hadis Muslim Adalah Hadis Ahâd!

Untuk dijadikan sebuah hujjah dalam masalah i’tiqâd, hadis Imam Muslim di atas menghadapi sederatan masalah serius yang menghadangnya.

Pertama, Hadis itu adalah hadis ahâd. Sehingga belum cukup kuat untuk dijadikan dasar untuk menetapkan sebuah kayakinan, apalagi sepenting dan seagung itu, yang karenanya keimanan dan atau kekafiran seorang akan ditentukan!

Kedua, hadis ini mengidap penyakit dan keganjilan dalam kandungannya, di mana dalam riwayat para muhaddis lain dan dengan jalur yang shahih juga ia diriwayatkan dengan redaksi berbeda yang tidak mengandung keganjilan.

Para ulama hadis, telah meriwayatkan hadis tersebut dengan redaksi:

قال: أَ تَشْهَدِيْنَ أنْ لاَ إلَهَ إلاَّ الله؟

قالتْ: نعم.

قال: : أَ تَشْهَدِيْنَ أنِّيْ رسولُ اللهِ؟

قالتْ : نعمْ.

قال : أَ تُؤْمِنِيْنَ بالبَعْثِ بعدَ المةتِ؟

قالتْ : نعمْ.

قال: فَاعْتِقْها.

“Nabi bertanya, “Apakah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah?”

Ia menjawab, “Ya.”

Beliau saw. bertanya lagi, “Apakah engkau bersaksi bahwa aku adalah Rasul Allah?”

Ia menjawab, “Ya.”

Nabi bertanya, “Apakah engkau beriman akan adanya kebangkitan setelah kematian?”

Ia menjawab, “Ya.

Nabi sa. Bersabda, “Merdekakan dia!”

Hadis di atas telah diriwayatkan oleh:

1. Imam Ahmad dalam Musnad,3/452.

2. Al Haitsami dalam Majma’ az Zawâid,4.244 dan seluruh perawinya adalah perawi hadis shahih.

3. Abdurrazzaq dalam Mushannaf,9/175.

4. Al Bazzâr dalam Kasyfu al Astâr,1/14.

5. Ad Dârimi dalam Sunan,2/187.

6. Al Baihaqi dalam Sunan,10/57.

7. Ath Thabarâni, 12/27 dengan sanad yang shahih.

8. Ibnu al Jârûd dalam al Muntaqâ:931.

9. Ibnu Abi Syaibah dalam Musnad,11/20.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa riwayat Muslim itu secara ma’nan (tidak dengan redaksi asli sabda Nabi saw.) atau paling tidak diduga demikian! Dan dengan adanya dugaan, ihtimâl, maka gugurlah beristidlâl/berhujjah dengannya! Sebab bagaimana kita akan membangun sebuah keyakinan dasar di atas dasar hadis yang diduga mengalami perubahan?!

Seperti telah kami singgung sebelumnya, bahwa kaum Mujassimah, temasuk tokoh-tokoh Wahhâbiyah, seperti Ben Bâz begitu getol berpegangan denga riwayat dengan redaksi Muslim di atas: أيْنَ اللهُ dengan tanpa menyadari bahwa redaksi ini adalah hasil kreasi dan olah kata perawi tertentu dalam meriwayatkan teks sabda suci Nabi saw.! Tetapi sayangnya penyampaian dengan mengedepankan ma’na bukan terks asli itu salah! Khususnya setelah kita temukan redaksi hadis itu dalam sumber-sumber lain yang sepakat meriwayatkan dengan redaksi yang tidak mengandung keganjilan dan penyakit!

Redaksi riwayat Imam Muslim dapat dipastikan salah dengan alasan-alasan di bawah ini:

A) Hadis Riwayat Muslim iu bertentangan dengan bukti-bukti yang mutawâtir dari Nabi saw. bahwa setiap kali ada seorang datang untuk memeluk Islam. Beliau memintanya untuk bersaksi dengan syahâdatain bahwa “Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah” . jika ia menerimanya maka Islamnya diterima.

B) Nabi saw. Telah menerangkan prinsip-prinsip dasar keimanan dalam hadis Jibril as. Dan di dalamnya tidak disebut-sebut tentang keberadaan Allah di langit seperti yang diyakini kaum Wahhabiyah!

C) Kayakinan yang ditetapkan dalam hadis Muslim: أيْنَ اللهُ؟ -في السماءِ. tidak menetapkan keimanan akan keesaan Allah SWT dan tidak menafikan sekutu dari-Nya! Lalu dengan demikian bagaiamana dikatakan bahwa Nabi saw. mengatakan bahwa si wanita itu telah beriman?! Bukankah kaum Musyrikun juga meyakini bahwa Allah di langit?! Namun demikian mereka menyekutukan-Nya dengan tuhan-tuhan di bumi!!

D) Keyakinan bahwa Allah itu berada di langit adalah keyakinan Fir’aun yang telah dikecam habis Al Qur’an. Allah berfirman:

وَ قالَ فِرْعَوْنُ يا هامانُ ابْنِ لي صَرْحاً لَعَلِّي أَبْلُغُ الْأَسْبابَ * أَسْبابَ السَّماواتِ فَأَطَّلِعَ إِلى إِلهِ مُوسى وَ إِنِّي لَأَظُنُّهُ كاذِباً وَ كَذلِكَ زُيِّنَ لِفِرْعَوْنَ سُوءُ عَمَلِهِ وَ صُدَّ عَنِ السَّبيلِ وَ ما كَيْدُ فِرْعَوْنَ إِلاَّ في تَبابٍ .

“Dan berkatalah Firaun:” Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu- pintu, (yaitu) pintu- pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta”. Demikianlah dijadikan Firaun memandang baik perbuatan yang buruk itu, dan dia dihalangi dari jalan (yang benar) ; dan tipu daya Firaun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian.” (QS.Ghafir;3-37)

Dalam ayat di atas tegas-tegas dikatakan bahwa sesiapa yang menganggap Allah itu berada di langit adalah telah terhalangi dari ma’rifah, mengenal Allah SWT dengan sebenar arti pengenalan.

Jadi penyakit kayakinan bahwa Allah berada di langit atau ditempat tertentu adalah penyakit kronis. Semoga Alah menyelamatkan kita dari keyakinan itu. Amîn.

E) Yang tampak dari nash-nash yang menyebut secara lahiriyah bahwa Alah SWT di langit jelas bukan demikian maksud sebenarnya. Ia mesti dita’wil sebab Allah tidak bisa ditanyakan dengan kata tanya: Di mana Dia? Kata di mana? Tidak pernah disabdakan Nabi saw., seperti telah kami buktikan. Dan siapa saja yang meyakini dengan makna lahiriyah teks-teks tersebut berarti ia meyakini bahwa Allah SWT bertempat di sebagian makhluk-Nya sendiri? Mungkinkah itu?! Sebab langit adalah ciptaan Allah SWT! Jadi jika diyakini bahwa Allah berada di langit dan pada sepertiga malam turun ke langit terdekat –seperti diyakini kaum Mujassimah dan Wahhâbiyah- berarti mereka meyakini bahwa Allah bertempat pada sebagian makhluk-Nya. Dan itu artinya makhluk-Nya lebih besar dari Allah SWT Sang Pencipta! Maha Suci Allah dari ocehan kaum jahil!

Jika Al Qur’an menyebutkan bahwa Arsy Allah saja lebih luas darti langit-langit dan bumi, lalu bagaimana langit dapat menjadi tempat bagi bersemayamnya Allah?! Maha Suci Allah dari ocehan kaum jahil!

Penutup:

Di sini kami hanya mengingatkan bahwa apabila Anda mengharap dari para Baduwi Arab yang belum mampu melepas diri dari jeratan takhayyul kuno mereka atau mengharap mereka berfikr secara lincah, cerdas dan filosofis…. maka Anda pasti akan dikecewakan. Sebab untuk memahami rahasia keagungan Tuhan Pecipta semesta alam dibutuhkan kecerdasan akal dan kejernihan jiwa dan spiritual.

Akhirnya kami akan tutup artikel ini dengan mengutip komentar Ibnu Hajar al Asqallani dalam Fath al Bâri-nya,1/220:

“Sesungguhnya jangkauan akal-akal terhadap rahasis-rahasia Ketuhanan adalah tidak sampai, karenanya tidak semestinya ditanya mengapa Dia menetapka huku begini atau begitu, sebagaimana tidak boleh ditanyakan tentang Wajud-Nya dengan: Di mana? dan: Bagaimana?.”

Jadi tidak benar keyakinan yang mensifati Allah SWT dengan di atas atau di bawah sesuatu! Bahwa Allah SWT dengan Dzat-Nya berada atas Arsy-Nya. Kendati setiap pernyataan itu di akhir dengan kata-kata penghias: “Tetapi tidak seperti bersemayamnya makhluk-Nya! Allah turun dari langit tetapi tidak seperti turunnya makhluk! dll. Sebab kata-kata hiasan seperti itu hanya menambah panjang kata-kata dagelan yang tidak lucu!

_______________________

[1] Afrâd adlah bentuk jamak kata fard, artinya tunggal. Maksud dari sitilah ini ialah bahwa hadis itu hanya diriwayatkan Imam Muslim seorang, Imam Bukhari tidak meriwayatkannya dalam Shahih-nya.

[2] At Tamhîd,1/7.

10 Tanggapan

  1. Ooooaaaallllllaaaahhhhh…………..

    Pantesan Blog sayah di cap kafir dan sesat…
    Jadi begetoo to critanya….

    (manggut-manggut sambil ngelus-elus jenggot…..)

  2. Walah-walah eronis banget wahabiyah itu ya
    menetapkan vonis kafir kok pakai hadis ynag tidak beres seperti itu.
    Abu Salafy ini jahat ya, buat wahabi makin kelihatan bahlol aja… kalau segitu kualitas mufti agungnya bagaimana ya kira-kira kualitas wahabi-wahabi JOWO yang gentayangan di tanah air tercinta ini… yang ngajinya pas-pasan, pasti lebih hebat kan?! hebat apanya? ya kebodohannya!
    Sebagain awam, saya akan setia menanti komentar dari ahli-ahli hadis wahabi untuk membuktikan kekuatan dalil mereka.
    sebagai awam saya juga paham bahwa Allah itu tidak mungkin bertempat di tempat tertentu, apalgi mondar-mandir naik turun setiap malam ke langit dunia untuk mengabulkan permohonan hamba-hamba Nya yang meminta ampunan… pasti yang percaya tahayyul konyol seperti itu hanya yang berakal agak /. Maaf.

  3. al-Lalika-i meriwayakan dari Ummul Mu’minin Ummu Salamah -semoga Allah meridha’inya- :
    في قوله الرحمن على العرش استوى
    tentang firman Allah: ar-RAhman yang diatas arsynya ber-istiwa
    قالت الكيف غير معقول والاستواء غير مجهول والاقرار به إيمان والحجود به كفر
    maka ia berkata:
    bagaimananya tidak diketahui oleh akal, dan istiwa tidak tidak diketahui (diketahui), mengikrarkannya adalah keimanan, dan menentangnya kufur. (Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah, 2/440, no. 663, Dar at-Thayyibah, Cetakan ke-4, 1995M/1416H)
    ini atsar yang sangat tegas dari Ummul mu’minin. anda menentangnya????

    maka inilah imam kami yang kami senantiasa mengikuti mereka dalam ucapan dan amal.
    “Ya Rabb yang membolak-balikan hati, tetapkanlah hati kami diatas agama-Mu”

    __________
    -Abu Salafy-

    Anda pasti menyadari dan mengerti bahwa Nabi SAW saja pernah dan sering dipalsukan sabdanya! Lalu apakah tidak mungkin mereka berbohong atas nama Ummu Salamah?
    Karenanya saudara perlu membawakan sanad penukilan ucapan Ummu Salamah? Kalau tidak semua orang bisa ngomong!

    Apa buktinya bahwa ucapan Ummu Salamah itu benar?
    Jika semua astar yang terbukukan dalam kitab-kitab kita telan mentah-mentah, pasti kita keracunan kesesatan! Sebab betapa banyak kepalsuan dan pemalsuan atas nama Nabi saw. dan sahabat bahkan para ulama besar tabi’in.
    Jadi jangan lugu dalam beragama!

  4. lalu anta lebih pandai dari al-Imam al-Hafidzh al-Lalika-i asy-Syafi’i???

    tidakkah anda membaca kitab ar-risalah oleh al-Imam al-Muthallibi asy-Syafi’i bahwa beliau rahimahullah menukil hadits dari dari al-Imam Muslim tentang “Ainallah?” dan beliau tidak memerintahkan untuk menta-wil hadits tersebut dan beliau juga dalam kitabnya ini menetapkan hujjah-hujjah diterimanya khabar ahad tanpa membatasi dengan aqidah atau ahkam,

    tapi ana menadapati bahwa anta lebih cerdas dari para imam-imam kami seperti, Abu Hanifah, MAlik bin Anas, asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Laits bin Sa’ad, Sufyan bin Uyainah dan seluruh imam ahlus Sunnah,

    lalu buktikan kepada kami bahwa para imam ini pernah mengatakan “ta-willah ayat2 shifat”???

    kecuali orang2 asy’ariyah, mu’tazilah, jahmiyah, dan yang semisal dengan mereka.

    ini sanad dari al-Imam al-Lalika-i rahimahullah:
    وأخبرنا أحمد أخبرنا عبد الله ثنا ابن شيرويه ثنا إسحاق أخبرنا بشر بن عمر قال سمعت غير واحد من المفسرين يقولون الرحمن على العرش استوى قال على العرش استوى ارتفع أخبرنا عبد الله بن محمد بن أحمد قال ثنا عبد الصمد ابن علي قال حدثني محمد بن عمر بن كبيشة أبو يحيى النهدي بالكوفة في جبانة سالم قال حدثنا أبو كنانة محمد بن أشرس الأنصاري قال ثنا أبو عمير الحنفي عن قرة بن خالد عن الحسن عن امه عن أم سلمة في قوله الرحمن على العرش استوى قالت الكيف غير معقول والاستواء غير مجهول والاقرار به إيمان والحجود به كفر

    lalu bila nanti anta menukil ucapan seorang imam bawakan juga sandanya, dan jangan berdusta atas nama imam-imam kaum muslimin -semoga Allah merahmati mereka semua-.!!

    __________
    -Abu Salafy-

    Sungguh mengelikan ketika seorang Wahhabi mengaku bahwa para pembesar umah ini, seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dkk adalah imam-imam Wahhabi/Salafy! Sementara para imam mulia tersebut berada di sebuah lembah sedang kamu Wahhabi di lembah lain.

    ما ايسرَ الإدعاء لمن لا حياء له.

    Akhi, saya benar-benar prihatin dengan “kedalaman sejarah para imam” yang anda kuasai. Anda mengatakan: tidakkah anda membaca kitab ar-risalah oleh al-Imam al-Muthallibi asy-Syafi’i bahwa beliau rahimahullah menukil hadits dari al-Imam Muslim tentang “Ainallah?” Apa Anda sedang ngantuk ketika menulis, Imam Syafi’i itu lebih dulu dari Imam Muslim… Imam Muslim tidak mu’ashir, lalu bagaimana Anda katakan Imam Syafi’i menukil hadis dari Imam Muslim?! Kapan keduanya ketemu pak Ustadz muhtaram?

    Saran saya belajar dulu yang mendalam baru berbicara, biar tidak buat malu teman-teman Wahhabi Anda, nanti dikira semua “DOKTOR” di bidang sejarah sepeti Anda!

    Oh ya terakhir, mana pembuktiannya bahwa jalur atsar Ummu Salamah di atas dapat dipertanggung jawabkan keshahihannya?

  5. dan perlu diketahui hadits2 tentang shifat al-‘Uluw bagi Allah selain hadits diatas banyak sekali riwayat yang menjadi syawahid, ana akan sebutkan 1 per 1 insya Allah:

    1. فَحُمِلْتُ عَلَيْهِ ، فَانْطَلَقَ بِى جِبْرِيلُ حَتَّى أَتَى السَّمَاءَ الدُّنْيَا فَاسْتَفْتَحَ
    “Lalu aku dinaikkan ke atasnya, maka berangkatlah jibril bersamaku hingga sampai ke langit terendah ia pun memohon izin agar dibukakan” (al-Bukhari dalam ash-Shahih Bab al-Mi’raj dan Muslim Bab al-Isra’ birasulillah Shalallahu ‘alaihi wa sallam)

    2. أَلاَ تَأْمَنُونِى وَأَنَا أَمِينُ مَنْ فِى السَّمَاءِ ، يَأْتِينِى خَبَرُ السَّمَاءِ صَبَاحًا وَمَسَاءً
    “Tidaklah kalian percaya padaku, padahal aku ini kepercayaan yang dilangit, dimana khabar datang kepadaku pada pagi dan sore hari” (al-Bukhari dan Muslim)

    baca juga al-Umm oleh imam asy-Syafi’i rahimahullah tentang pembebasan seorang budak mukmin, dan beliau menjadikannya hujjah dan syarat untuk pembebasannya, lagi-lagi beliau tidak menta-wil hadits tersebut,

    sebenarnya, kalau kita merujuk pada kitab “al-Ibanah an Ushul ad-Diyanah” oleh al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari rahimahullah niscaya mencukupi, itupun kalau mau menerima kitab tersebut (karena sebagian orang menolak kitab tersebut dengan alasan yang bermacam-macam -al-Imam ibnu ‘Asakir membuat risalah bagus dengan judul “Tabyiin Kadzib al-Muftari”-) ??? dimana beliau rahimahullah telah menjawab syubhat2 ahlul bida’ wa adh-dhalal…

    hanya kepada Allah kami memohon taufiq!!!

    ___________
    -Abu Salafy-

    Salam pak abu, tanggapan atas komentar saudara di atas dapat Anda baca dalam artikel terbaru kami: Membongkar Syubhat Kaum Mujassimah (1)

    Adapun klaim bahwa Abul Hasan al Asy’ari berkeyakinan seperti yang Anda sampaikan maka dapat saya pastikan Anda salah, sebab beliau, khususnya dalam kitab al Ibanah (buku pertama yang beliau tulis) dan juga dalam kitab Risalah Ahli ats Tsughur justru menentang keras faham tasybih dan tajsim. Tolong saudara baca al Ibanah dengan tahqiq DR. Fauqiyah terbitan Dar al Anshar pada hal 12. Saya khawatir saudara membaca kitab al Ibanah yang telah dirubah-rubah oleh sebagian kaum Mujassimah/Musyabbihah.

    Coba Anda perhatikan kata-kata beliau:

    , أن الله تعالى استوى على العرش على الوجه الذي قاله و بالمعنى الذي أراده، استواءً مُنزَّهًا عن المُماسة و الإستقرار و التمكن و الحلول و الإنتقال، لا يحملُهُ العرش، بل العرش و حَمَلتُه محمولون بلطفِ قُدرته، و مقهورون في قبضته…..

    Coba Anda perhatikan kata-kata di atas lalu renungkan, apa ia menyerupai keyakinan yang saudara maksudkan?

    Atau, sadara mempunyai pemaknaan yang lain? Tolong tafsirkan kalimat beliau di atas!
    Syukran.

  6. ana mau bertanya sama anta, mengingat pentingnya masalah aqidah ini, pernahkah rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabatnya radhiyallahu ‘anhum, membicarakan ayat shifat harus di ta-wil?? apakah mereka mengetahuinya?? berikan kami hujjah yang shahih??

    dan imam syafi’i rahimahullah dalam ar-risalahnya mengatakan mengabari kepada kami malik dari hilal bin usamah dari atha’ bin yasar, dari umar bin hakam, ….sampai akhir hadits??

    disini imam syafi’i hanya mengomentari tentang perawi umar bin hakam, dan beliau berkata: “yang dimaksud umar bin hakam disini adalah mu’awiyah, menurutku malik tidak menghafal namanya. disini Allah mewajibkan manusia unruk mengikuti wahyu-Nya dan sunnah rasul-Nya.”

    dan al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah tidak memerintahkan kita untuk menta-wil hadits tersebut, padahal masalah ini sangat urgen untuk diketahui kaum muslimin!!!!!

    lebih menggelikan lagi hadits yang diriwayatkan imam muslim -yang seluruh kaum muslimin sepakat atasnya- dari mu’awiyah bin al-hakam, mau di bandingkan dengan hadits yang diriwayatkan oleh selainnya, terlebih oleh seorang shahabat yang majhul???? siapa nama shahabat yang meriwayatkannya????

    bagaimana mungkin kami menerima riwayat oleh seorang shahabat yang majhul???

    lalu bagaimana dengan al-Imam al-Bukhari yang meriwayatkan dari Ummul Mu’minin Zainab binti Jahsy radhiyallahu anha, ia berkata:
    تقول زوجكن أهاليكن وزوجني الله تعالى من فوق سبع سماوات
    “kalian dinikahkan oleh keluarga kalian, dan aku dinikahkan oleh Allah di atas 7 langitnya” ???

    __________
    -Abu Salafy-

    Akhi abu abdurrahman -hadakallah ila shawabil ‘aqidah-
    Anda sepertinya merobohkan pondasi keyakinandan doktrin Salafi/wahhabi sendiri ketika mempertanyakan kevalidan sahabat hanya kerena tidak diketahui namanya. Bukankan seluruh sahabat (munurut kaum Wahhabi) itu adil? Lalu mengapa mesti dirisaukan diketahui atau tidak diketahui. ini yang pertama.

    Kedua. Mas, kalau menurut Anda Nabi saw. dan para sahabat tidak pernah memerintahkan untuk menta’wil ayat shifat? (walaupun penyebutan itu salah! sementara saya toleransi dulu)… apa menurut saudara bahwa Nabi saw. juga memaknainya seperti yang kalian (Wahhabi/Mujassim/musyabbih) maknai? Ini yang perlu Anda buktikan. untuk lebih jelasnya baca:

    1. Benarkah Wahhabiyah Pewaris Sejati Mazhab salaf? (1) 2. Benarkah Wahhabiyah Pewaris Sejati Mazhab salaf? (2)

    dan tulisan terbaru kami,
    Membonglar Syubhat Kaum Mujassimah (1)

    Mas, jangan hanya mencatut nama ulama untuk membela diri dan mencari pembenaran!
    Oh ya pak abu, kalau tidak keberatan, teks arabnya dicantumkan, biar pembaca dapat meneliti kebenaran terjemahan saudara!.

  7. Dan tuduhan bahwa Imam Muslim Afrad adalah keliru, sungguh hadits dengan lafadz (أين الله؟) “dimana Allah?” telah dikeluarkan oleh imam-imam ahlul hadits…
    XXXX
    XXXXX

    ___________
    Abu Salafy:

    Mas Abu Abdurrhman Anda tidak perlu repot-repot menyebut nama-nama para muhaddis/ulama yang menyebutkan lafadz di atas….
    Yang pasti hadis itu dengan lafadz tersebut adalah mudhtharib! Ada sanadnya sahih, matannya mudhtharib!

    Anda tunggu saja, saya akan kupas tuntas masalah itu…. Saya akan paparkan seluruh jalurnya secara rinci dan bertanggung jawab … tidak asal bangga dengn banyak-banyakan yang meriwayatkan, tetapi yang penting kualitas hadisnya! Dan insyaallah, saya akan buktikan bahwa Ahli Hadis kebanggaan kaum Wahhabi ternyata jahil dan curang!
    Tungga tanggal mainnya!

  8. al-Imam Abul hasan al-Asy’ari rahimahullah dalam kitab al-Ibanah hal. 34 Cetakan pertama, Dar Ibnu Zaidun – Beirut, tanpa tahqiq:
    قد قال قائلون من المعتزلة والجهمية والحرورية : إن معنى قول الله تعالى : ( الرحمن على العرش استوى ) أنه استولى وملك وقهر وأن الله تعالى في كل مكان وجحدوا أن يكون الله عز وجل مستو على عرشه
    “Telah berkata golongan Mu’tazilah, Jahmiyah dan Haruriyah sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla Yang Maha Pengasih Diatas Arsy beristiwa ialah “istaula” dan sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla ada disetiap tempat, mereka menentang bahwa Allah daiatas arsy-Nya”

    jadi orang yang menentang Allah beristiwa di Atas Arsy-Nya hanya orang Mu’tazilah, Jahmiyah dan Haruriyah.

    pasti anda katakan bahwa kitab ini telah diubah-ubah oleh orang wahabi??

    kalau memang orang wahabi mengubahnya mengapa mereka jauh-jauh mencetak kitab ke beirut????

    bukankah wahabi punya banyak perecetakan dan penerbit besar di saudi??

    __________
    Abu Salafy:

    Mas, banyak bukti kalau kaum Wahhabi merubah-rubah kitab-kitab para ulama… mereka sengaja mencetaknya di tempat netral agar lebih bisa diterima…. Insyaallah lain waktu saya buktikan… Tapi saya tidak mengatakan semua Wahhabi begitu!

    Mas abu, gimana kutipan pernyataan al Asy’ari yang saya tuliskan dalam jawaban atas tanggapan saudara yang lalu? Apa pernyataan beliau menunjukkan seperti yang diyakini kaum Wahhabi dan mujassim?

    • Ulama Ahlus sunnah wal jama’ah Menentang Aqidah Tasjim Tasybih Ibnu Taimiyah

      Ibn Taimiyah (w 728 H) adalah sosok kontroversial yang segala kesesatannya telah dibantah oleh berbagai lapisan ulama dari empat madzhab; ulama madzhab Syafi’i, ulama madzhab Hanafi, ulama madzhab Maliki, dan oleh para ulama madzhab Hanbali.
      Bantahan-bantahan tersebut datang dari mereka yang hidup semasa dengan Ibn Taimiyah sendiri maupun dari mereka yang datang setelahnya.
      Berikut ini adalah di antara para ulama tersebut dengan beberapa karyanya masing-masing :
      Al-Qâdlî al-Mufassir Badruddin Muhammad ibn Ibrahim ibn Jama’ah asy-Syafi’i (w 733 H).
      Al-Qâdlî Ibn Muhammad al-Hariri al-Anshari al-Hanafi.
      Al-Qâdlî Muhammad ibn Abi Bakr al-Maliki.
      Al-Qâdlî Ahmad ibn Umar al-Maqdisi al-Hanbali.
      Ibn Taimiyah di masa hidupnya dipenjarakan karena kesesatannya hingga meninggal di dalam penjara dengan rekomedasi fatwa dari para hakim ulama empat madzhab ini, yaitu pada tahun 726 H.
      Lihat peristiwa ini dalam kitab ‘Uyûn at-Tawârikh karya Imam al-Kutubi, dan dalam kitab Najm al-Muhtadî Fî Rajm al-Mu’tadî karya Imam Ibn al-Mu’allim al-Qurasyi.
      Syekh Shaleh ibn Abdillah al-Batha-ihi, Syekh al-Munaibi’ ar-Rifa’i. salah seorang ulama terkemuka yang telah menetap di Damaskus (w 707 H).
      Syekh Kamaluddin Muhammad ibn Abi al-Hasan Ali as-Sarraj ar-Rifa’i al-Qurasyi asy-Syafi’i. salah seorang ulama terkemuka yang hidup semasa dengan Ibn Taimiyah sendiri. Tuffâh al-Arwâh Wa Fattâh al-Arbâh
      Ahli Fiqih dan ahli teologi serta ahli tasawwuf terkemuka di masanya; Syekh Tajuddin Ahmad ibn ibn Athaillah al-Iskandari asy-Syadzili (w 709 H).
      Pimpinan para hakim (Qâdlî al-Qudlât) di seluruh wilayah negara Mesir; Syekh Ahmad ibn Ibrahim as-Suruji al-Hanafi (w 710 H) • I’tirâdlât ‘Alâ Ibn Taimiyah Fi ‘Ilm al-Kalâm.
      Pimpinan para hakim madzhab Maliki di seluruh wilayah negara Mesir pada masanya; Syekh Ali ibn Makhluf (w 718 H).
      Di antara pernyataannya sebagai berikut: “Ibn Taimiyah adalah orang yang berkeyakinan tajsîm, dan dalam keyakinan kita barangsiapa berkeyakinan semacam ini maka ia telah menjadi kafir yang wajib dibunuh”.
      Syekh al-Faqîh Ali ibn Ya’qub al-Bakri (w 724 H). Ketika suatu waktu Ibn Taimiyah masuk wilayah Mesir, Syekh Ali ibn Ya’qub ini adalah salah seorang ulama terkemuka yang menentang dan memerangi berbagai faham sesatnya.
      Al-Faqîh Syamsuddin Muhammad ibn Adlan asy-Syafi’i (w 749 H). Salah seorang ulama terkemuka yang hidup semasa dengan Ibn Taimiyah yang telah mengutip langsung bahwa di antara kesesatan Ibn Taimiyah mengatakan bahwa Allah berada di atas arsy, dan secara hakekat Dia berada dan bertempat di atasnya, juga mengatakan bahwa sifat Kalam Allah berupa huruf dan suara.
      Imam al-Hâfizh al-Mujtahid Taqiyuddin Ali ibn Abd al-Kafi as-Subki (w 756 H). • al-I’tibâr Bi Baqâ’ al-Jannah Wa an-Nâr. • ad-Durrah al-Mudliyyah Fî ar-Radd ‘Alâ Ibn Taimiyah. • Syifâ’ as-Saqâm Fî Ziyârah Khair al-Anâm. • an-Nazhar al-Muhaqqaq Fi al-Halaf Bi ath-Thalâq al-Mu’allaq. • Naqd al-Ijtimâ’ Wa al-Iftirâq Fî Masâ-il al-Aymân Wa ath-Thalâq. • at-Tahqîq Fî Mas-alah at-Ta’lîq. • Raf’u asy-Syiqâq Fî Mas’alah ath-Thalâq.
      Al-Muhaddits al-Mufassir al-Ushûly al-Faqîh Muhammad ibn Umar ibn Makki yang dikenal dengan sebutan Ibn al-Murahhil asy-Syafi’i (w 716 H). Di masa hidupnya ulama besar ini telah berdebat dan memerangi Ibn Taimiyah.Imam al-Hâfizh Abu Sa’id Shalahuddin al-‘Ala-i (w 761 H). Imam terkemuka ini mencela dan telah memerangi Ibn Taimiyah. Lihat kitab Dakhâ-ir al-Qashr Fî Tarâjum Nubalâ’ al-‘Ashr karya Ibn Thulun pada halaman 32-33. • Ahâdîts Ziyârah Qabr an-Naby.Pimpinan para hakim (Qâdlî al-Qudlât) kota Madinah Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Musallam ibn Malik ash-Shalihi al-Hanbali (w 726 H).
      Imam Syekh Ahmad ibn Yahya al-Kullabi al-Halabi yang dikenal dengan sebutan Ibn Jahbal (w 733 H), semasa dengan Ibn Taimiyah sendiri. • Risâlah Fî Nafyi al-Jihah.
      Al-Qâdlî Kamaluddin ibn az-Zamlakani (w 727 H). Ulama besar yang semasa dengan Ibn Taimiyah ini telah memerangi seluruh kesesatan Ibn Taimiyah, hingga beliau menuliskan dua risalah untuk itu. Pertama dalam masalah talaq, dan kedua dalam masalah ziarah ke makam Rasulullah.

  9. Bahasa teror bin horor tidak menyelesaikan masalah. Tidak ada yg menentang bahwa Allah istawa ila al arsyi, tetapi masalahnya terletak pada pemaknaan kata istawa. Yang mengartikan bahwa istawa dengan istarra/bersemayam atau duduk hanya kaum MUJASSIMAH dan sdkarang dalah kaum WAHHABI. Kata WAHHABI MUJASSIMAH ALLAH DUDUK DI ATAS ARSY DAN ARSYNYA DIPIKUL BEBERAPA MALAIKAT? DAN KALAU ALLAH MURKA KPD MAKHLUKNYA! PARA MALAIKAT ITU MENGETAHUINYA KARENA BOBOT ALLAH MAKIN BERAT!
    APAKAH AKODAH GILA GILAAN INI AKIDAH ISLAM?????
    WAHHABI MEMANG AGAK DUNGU!!!!!!
    MAAF!!!!

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s